9. Mantan, Meresahkan

2108 Words
Lagu pertama yang Langit senandungkan sudah usai. Langit kembali membuka matanya, kemudian ia menatap Bintang. “Bintang,” panggil Langit. “Iya?” sahut Bintang. “Apa kisah kita juga akan berakhir seperti lagunya Marcell ya?” tanya Langit sendu. Bintang tersenyum, mencoba untuk menenangkan perasaan Langit. “Kita jalani saja takdir ini sebaik mungkin,” ujar Bintang. Langit kembali memetik senar gitarnya. “Bintang, lagu ini kusenandungkan khusus buat perempuan yang begitu kuinginkan.” Bintang sudah bersiap untuk baper. “Biarkanlah, kurasakan hangat peluknya kasihmu, Bintang." Gitar pun mulai dipetik. Langit kembali menyenandungkan sebuah lagu. Kali ini, lagu yang ia persembahkan untuk Bintang memiliki berjudul yang begitu indah. Yaitu kasih Putih dari Glenn Fredly. Bintang terdiam. Dirinya begitu meresapi setiap makna dari lirik lagu itu. Begitu manis dan tersirat arti mendalam. Saat Langit selesai menyanyikan lirik terakhirnya, Bintang tak kuasa menahan rasa bahagia yang ada di hatinya. Bintang Langsung menggeser duduknya dan memeluk Langit erat. “Aku cinta kamu, Om,” bisiknya tepat di telinga Langit. “Aku lebih mencintai kamu, Sayang,” balas Langit. Langit melerai pelukan Bintang. “Yuk, bobok. Aku udah ngantuk.” Bintang mengangguk. Ia pun menata tasnya sebagai bantal. Tiba-tiba, Langit memindahkan tas Bintang. Ia lalu berbaring dan menjadikan tas Bintang mejadi bantalnya. Bintang terdiam. Ia terlihat sedang merajuk karena tasnya dipakai Langit. Langit mengulurkan senyumnya. “Pakai tangan aku aja.” Langit membentangkan tangan kanannya, yang kemudian dijadikan bantal oleh Bintang. Bintang mencari posisi ternyamannya. Ia tertidur membelakangi Langit. Bintang merasa kedinginan. Tubuhnya sedikit menggigil. Ia pun mengusap-usap Lengannya. Langit yang peka, Langsung mendekap erat gadisnya dari belakang. Langit memeluk Bintang erat, sampai Bintang menemukan titik kantuknya. Tak lama setelahnya, Langit pun menyusul Bintang terlelap di alam mimpi. *** Malam sudah berganti pagi. Bintang terbangun dari tidurnya. Ia merasakan sesuatu berat menimpa kakinya. Sayup-sayup,mata Bintang muali membuka. Sebaris senyum terbit dari sudut bibirnya saat ia melihat Langit yang tertidur lelap di sampingnya. Ia memperhatikan wajah Langit yang tertidur begitu damai. Langit memergoki Bintang yang sedang memperhatikan dirinya. “Ngapain senyum-senyum?” Ternyata, Langit hanya pura-pura tertidur. Bintang gelagapan. “Ngvak papa. Ayo bangun.” Bintang berusaha mengalihkan topik pembicaraan. “Bentar! 10 menit lagi. Biarin aku meluk kamu kayak gini,” tolak Langit sambil memeluk Bintang semakin erat. Mereka lalu saling tatap. Setelah puas memeluk Bintang, Langit pun mengajak Bintang keluar tenda. Menikmati matahari terbit dari ufuk timur. Desiran ombak pantai yang mendayuh naik turun, memanjakan mata keduanya. “Bintang, ke sana yuk!” ajak Langit menuju pinggiran pantai. “Ah, ini yang aku tunggu, sayang. Mari kita basah-basahan. Kamu bawa ganti, ‘kan?” tanya Bintang. “Ada. Aku taruh di tas kamu.” Tanpa menunggu lama-lama, Bintang menyeret Langit dan berlari mendekati pinggiran pantai. Saat ombak sedang pasang, seketika keduanya basah kuyup. Bintang tertawa lepas sambil menari memutar dengan memegang tangan Langit. “Aku bahagia, Langit!!! Aku sayang kamu!!!” teriak Bintang keras-keras tanpa mempedulikan orang-orang di sekitar. Bintang menghentikan pergerakannya. Ia berdiri tepat di hadapan Langit. Tiba-tiba, Langit mengangkat pinggang Bintang. Langit menggendong Bintang dengan posisi mereka saling berhadapan. Langit menempelkan hidungnya di hidung Bintang. Mereka sama-sama menikmati setiap deru napas yang menghangat. “Aku cinta kamu, Bintang. Saat ini dan selamanya, akan tetap begitu.” Bintang menangkub wajah Langit. “Aku pun juga begitu.” Langit menurunkan Bintang. Ia pun mengajak Bintang untuk tiduran di atas pasir. Langit menggenggam tangan Bintang. Di atas pasir pantai Gatra, keduanya merebahkan diri. Langit mengarahkan tubuhnya ke arah Bintang, begitu pun dengan Bintang. Keduanya saling bersitatap. Langit membawa tangan Bintang ke dalam dekapannya. “Bintang, jika seandainya detik ini adalah detik di mana napasku harus terhenti, maka aku tidak pernah menyesalinya. Aku senang karena aku bisa mengukir kenangan indah bersamamu. Izinkan aku membawa kenangan indah kita ini sampai akhir hayatku.” Langit menatap Bintang sendu. Sementara Bintang sendiri tak kuasa menahan tangisnya. “Langitku, terima kasih sudah hadir dalam hidupku. Andai kata semesta tidak bisa menyatukan kita, aku pun tak akan pernah menyesal, karena bersamamu, aku pernah melukis bahagia yang nyata. Denganmu, aku merasakan cinta tulus dari laki-laki untuk yang pertama kalinya. Kamu tahu sendiri, sakit hati pertama dan terbesarku adalah ayah. Sejak kecil, aku tidak pernah merasakan kasih sayang Beliau. Aku tidak tahu rasanya dicintai dengan tulus. Hanya pengkhianatan yang selalu ku dapatkan. Belum cukup sampai di situ, aku pun harus mengalami pengkhianatan dari seseorang yang berhasil membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Kamu hadir sebagai penyembuh luka. Luka lebar yang menganga, kini sudah sembuh sepenuhnya. Bersamamu aku merasa berharga. Terima kasih, Langitku. Kamu masih bertahan dengan segala kekuranganku. Bila memang harus melepas, aku tidak akan menghalangi jalanmu. Aku ikhlas Langit. Siapapun yang menggantikanku suatu saat nanti, semoga dia orang baik, yang cintanya setulus aku mencintaimu. Yang sayangnya melebihi rasa sayangku padamu. Semoga kamu bisa selalu bahagia bersamanya.” Langit mengusap air mata yang tersisa di pipi Bintang. Tak sanggup melihat gadisnya menangis, Langit mencoba menghibur Bintang. “Kamu tak tergantikan, sayang. Kamu punya tempat tersendiri di hati aku, tidak ada yang bisa menggeser posisimu. Aku menempatkan dirimu di tempat yang tak terjangkau oleh siapapun.” Langit mengajak Bintang untuk bangkit. “Mandi yuk. Udah kedinginan aku, entar masuk angin.” Bintang mengangguk. “Iya.” Mereka berdua pun beranjak. Bintang mengambil tasnya. Di tas itu, ada baju ganti untuk dirinya dan Langit. Bintang mengambil gaun santai, setelahnya, Bintang memberi Langit setelan baju santai dan celana jeans pendek. Mereka pun berjalan menuju kamar mandi nyang tersedia di sana. “Siapa yang mandi duluan? Aku cuman bawa sabun satu,” ujar Bintang. “Kamu duluan aja. Aku tunggu di sini.” Langit duduk di bangku panjang dekat kamar mandi. “Okey, aku mandi dulu. Awas ngintip!” ancam Bintang. Langit memicingkan matanya. “Leh, orang tepos gitu, apanya yang mau diintip?" Bintang langsung membelalak. Tangannya refleks menutup bagian depannya. “Tepos-tepos gini bisa bikin kamu bertekuk lutut!” sewot Bintang. Langit terkekeh, “Ngomong apa sih kamu, Bintang? Kayak tau aja.” Bintang mendengkus, “Huh, udah ah, aku mandi dulu." setelahnya, Bintang berlalu meninggalkan Langit. 20 menit kemudian, Bintang sudah tampil cantik dengan gaun santai dengan panjang ¾ dari mata kaki. Bintang terlihat semakin anggun sampai membuat mata Langit tak berkedip. “Lah, malah bengong. Buruan mandi!” tegur Bintang membuat Langit tersadar dari lamunannya . “Ah, cantik banget bidadariku,” puji Langit tulus. Bintang tersenyum. “Duh, manis banget gombalnya, tapi maaf, nggak mempan!” tukas Bintang. “Siapa yang gombal, orang aku serius,” sangkal Langit. Bintang melotot geram. “Udah, mandi sana!” “Mau ikut, nggak? Entar aku kenalin adek aku. Dia panjang dan berbulu.” Bintang paham percakapan ini mengarah ke mana. “Kumat!” maki Bintang. Tanpa menghiraukan Bintang, Langit pun berjalan ke kamar mandi. Bintang pun memilih untuk menunggu Langit di bangku yang Langit tempati tadi. Tak di sangka, seseorang dari masa lalu Bintang pun berada di sana. “Bintang?” teriak Anggi dari kejauhan. Anggi merupakan sepupu dari mantannya Bintang yang bernama Ferdhy. Mendengar Anggi meneriaki nama Bintang, Ferdhy yang berada di sebelah Anggi, Langsung celingukan mencari pemilik nama itu. Bintang yang merasa dipanggil pun, mengedarkan pandangannya. Mencari sosok orang yang memanggilnya. Tak sengaja, netra Ferdhy dan Bintang bertemu. Bintang langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Tanpa menunggu lagi, Ferdhy langsung menghampiri Bintang yang duduk sendirian di sana. Anggi pun menyusul Ferdhy di belakangnya. “Hai, Bintang. Wah ketemu lagi, kita. Apa kabar? Udah bahagia kah? Apa masih galau karena nggak bisa move on?” sindir Anggi. Dari dulu, Anggi memang tidak pernah suka pada Bintang. Anggi iri pada Bintang, karena Bintang bisa mengambil perhatian orang-orang yang Anggi sayang, termasuk Ferdhy. Bahkan, dengan sampai hati, Anggi berusaha menjatuhkan Bintang. Bintang mengulurkan senyumnya. “Alhamdulillah, baik. Seperti yang kamu lihat,” ujar Bintang penuh wibawa. “Bintang, kamu makin cantik ya sekarang. Kamu juga terlihat bahagia. Aku minta maaf ya, aku udah nyakitin kamu. Aku bodoh! Aku bodo banget udah sia-siain perempuan setulus kamu. Aku nyesel Banget, Bintang. Kalau boleh jujur, jujur aku masih sayang banget sama kamu, Bintang. Ternyata, cuman kamu yang bisa mencintai aku dengan tulus. Cuman kamu yang bisa bikin aku tertawa lepas. Aku masih sayang banget sama kamu, Bintang. Kalau bisa, aku mau kita balik lagi kayak dulu. aku tahu aku salah, Bintang. Aku janji, aku bakal berubah kalau kamu mau kasih aku kesempatan ke dua. Aku mohon, Bintang. Kasih aku kesempatan sekali lagi,” Ferdhy begitu memohon. Dirinya sampai berlutut di kaki Bintang. Bintang menatap Ferdhy penuh kebencian. Bayangan dari masa lalu saat Ferdhy berselingkuh dengan teman perempuannya, membuat Bintang menjadi semakin muak. Bintang begitu membenci pengkhianatan. Baginya, pengkhianat itu begitu menjijikkan, dan sekarang, dengan mudahnya Ferdhy meminta dirinya buat kembali? Cih, tidak akan. Plak. Tamparan keras Bintang layangkan, membuat Ferdhy oleng dan terduduk di tanah. “Kamu masih bisa minta maaf dan ngajak balikan setelah apa yang udah kamu lakuin ke aku? Punya muka berapa kamu?!” maki Bintang penuh emosi. Sulutan api di matanya menyala-nyala. Ferdhy meraih tangan Bintang. Ditaruhnya tangan mulus Bintang di pipi Ferdhy. “Tampar, Bintang. Tampar aku lagi jika itu bisa membuat kamu balik lagi ke aku. Tampar aku sepuasmu, Bintang.” “Lepas tangan aku!” bentak Bintang. Ferdhy menggeleng. “Nggak, Bintang. Maafin aku. Aku minta maaf sama kamu. Aku tahu aku salah, tapi kasih kesempatan aku untuk berubah. Aku mau kita balikan. Kita kayak dulu lagi. Aku rindu kamu, kalaupun kamu udah punya yang lain, aku mau kok jadi yang ke dua. Asal, kamu kasih aku kesempatan lagi biar bisa sama kamu. Aku minta maaf, kita balik ya? ” Hanya penyesalan yang bisa Ferdhy dapatkan. Dari kejauhan, sudah ada laki-laki yang melihat drama ini dengan hati bergemuruh. Emosinya sudah panas. Kobaran api di hatinya menyala-nyala. Enak saja minta jadi yang ke dua. Laki-laki itu berusaha menahan cemburunya. Ia masih sedikit berjarak dari Bintang, kekasihnya. Ya, ia adalah Langit. Kekasih hati dari Bintang. Anggi memaksa Ferdhy untuk berdiri. Ferdhy pun berdiri. Namun, masih tetap setia di depan Bintang. Bintang meludah. “Cuih, jangan mimpi. Aku udah jijik sama kamu. Jijik banget, tau nggak? Maaf, wanita berkelas tidak menerima barang bekas. Ya kali aku ngeduain orang tulus demi laki-laki kardus muka tembok kayak kamu? Seberapa tebal sih mukamu? Nggak malu kamu, udah nyakitin aku sampai segitunya, selingkuh diam-diam, hah?” Bintang menjadi semakin emosi. “Hey! Jaga bicaramu. Nggak usah sok cantik!” maki Anggi pada Bintang. Anggi merangkul bahu abang sepupunya. “Lagian, kenapa sih, Bang Ferdhy ngejar-ngejar perempuan kayak dia? Sok cantik, tukang caper!” Mendengar itu, Bintang semakin muak dengan perempuan tidak tahu diri ini. “Diam kau, perempuan ular! Kalau mau ambil Ferdhy, ambil! Aku nggak butuh. Caramu begitu rendahan, Sayang. Kalau nggak mampu bersaing, jangan menjatuhkan. Pakai fitnah-fitnah aku, jelek-jelekin aku di depan orang lain, tapi di depan aku sok baik banget. Munafik, kamu Nggi. Kamu menghasut semua orang buat benci sama aku. Pinter banget kamu berakting. Bagus banget dramanya. Kenapa nggak jadi pemain sinetron aja? Playing victim banget. Jijik aku lihat kelakuanmu.” Bintang sudah tidak tahan. Ia bongkar semua kebusukan Anggi. “Maksud kamu apa? Kamu fitnah aku kayak gitu? Kamu mau jelek-jelekin aku di depan Bang Ferdhy? Kamu mau jatuhin harga diri aku?” Bintang terkekeh. “Hahaha ... lucu sekali. ‘kan itu realitanya, Sayang. Perlu aku telepon si Nanda buat jelasin semuanya? Jangan kamu pikir aku nggak tahu semua drama kamu. Kamu merasa dirimu yang paling tersakiti. Kamu fitnah aku perebut, haus kasih sayang, dan semua hal yang jelek-jelek. Sebenarnya, yang haus kasih sayang itu aku apa kamu? Munafik. Semua laki-laki di embat! Kok bisa ya ada perempuan seperti kamu? Gimana, udah berhasil dapetin perhatiannya Ferdhy? Hahaha ... lucu sekali drama ini.” Bintang menatap Anggi sinis. Anggi terdiam. Dirinya tidak mampu berkata apa pun. Anggi terjebak dalam lubang yang ia gali sendiri untuk menjebak orang lain. “Nggi, bener yang dibilang Bintang?” desak Ferdhy meminta penjelasan pada adik sepupunya itu . Anggi menunduk. “Iya, Bang. Maafin Anggi. Anggi terpaksa lakuin ini. Anggi suka sama Bang Ferdhy. Anggi nggak rela Bang Ferdhy sama Bintang. Anggi iri sama Bintang. Mangkanya, Anggi minta bantuan kak Dara buat rusak hubungan kalian.” Mau tidak mau, Anggi mengatakan semuanya. Ia sudah tidak bisa mengelak lagi. Ferdhy menatap Anggi penuh kekecewaan. “Ngvak nyangka kamu bisa setega itu, Nggi. Jahat banget kamu, Nggi! Picik!” maki Ferdhy. Langit tida-tiba datang. “Emmm ... ada apa ini?’ tanya Langit pura-pura tidak tahu. Padahal, sedari tadi Langit sudah menyimak perdebatan panas itu. Bintang tersenyum. “Ngvak papa, Sayang. Yuk, balik ke tenda.” Ajak Bintang . Bintang menarik tangan .Langit. “Permisi, Mbak, Mas, saya duluan,” pamit Bintang seolah tidak mengenal keduanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD