Bab 2: Perawan Ting-Ting

1026 Words
Desi terpaksa melepaskan gaun sexynya dan lingerienya sembarangan di toilet. Ia bahkan tak sempat memasukkannya ke tong sampah karena ia sangat kaget saat menyadari calon adik iparnya ternyata bekerja di perusahaan Leo. Sial! Untung saja Desi selalu membawa pakaian cadangannya lengkap dengan masker dan kacamata hitamnya agar penampilannya tak dikenali. Ia tak mau tertangkap basah oleh calon adik iparnya, ia tak mau kehilangan aset berharga yang menerima warisan sangat banyak dari keluarga calon suaminya. Desi akan menikahi tunangannya dan setahun kemudian ia akan menceraikannya lalu mencari Leo dan menggodanya lagi. Sementara itu, Tania dan Leo masih syok dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Sarah. Leo yang memandang Tania dengan tatapan tak percaya dan Tania yang bingung dengan situasi yang ada. "Ibu, saya--" "Mulai sekarang kamu harus biasakan panggil saya mama," kata Sarah kepada Tania. Gadis itu lagi-lagi hanya bisa melongo heran dan bingung sekaligus. Ia benar-benar tak tahu kenapa bisa terjadi seperti ini? "Bapak, tolong jelaskan kepada bu Sarah tentang kita dan kesalahpahaman ini!" kata Tania pelan pada Leo. Leo melirik sebal, dilihatnya Tania yang sangat enggan mendapatkan berita besar ini, biasanya kalau perempuan lain sudah mencak-mencak kegirangan. Tapi, Tania? "Kamu saja yang jelaskan sendiri," kata Leo yang sukses membuat Tania melotot heran ke arahnya. Wajah Tania yang tanpa kacamata dan sedikit acak-acakan itu bagi Leo terlihat lain. Ia cantik dan kulitnya bersih. Bahkan membuat Leo sedikit tergoda. "Kenapa saya?" tanya Tania pelan dan kesal. Leo memalingkan wajahnya. Tak ingin berdebat dengan Tania. "Kalian bisik-bisik apaan sih?" tanya Sarah lagi yang langsung membuat Tania kaget. Tania itu punya syndrome panik yang kambuh kalau ia segan kepada seseorang, contohnya bu Sarah ini. "Ii-ni, bu, sa ... ya ...." Leo tersenyum melihat Tania yang bingung harus ngomong apa ke Sarah. Sarah melirik ke arah putranya dan baru kali ini ia melihat Leo yang tersenyum setelah keputusan menikahkannya dengan Tania. Sarah lega. Akhirnya ia menemukan perempuan yang tepat untuk Leo. Tak masalah bagi Sarah jika perempuan yang menjadi menantunya itu adalah Tania. Ia cukup tahu seperti apa perangai Tania selama ini. Perempuan yang cukup cerdas, tangguh dan pekerja keras meski ia hanya tinggal di panti asuhan. "Sudah! Sudah! Saya gak mau tahu lagi, rencana pernikahan kalian harus dilaksanakan tahun ini juga!" kata Sarah seraya berdiri dari duduknya. Ia hendak pergi untuk meninjau proyek di kota tetangga. "Tahun ini?" gumam Tania pelan. Tania kemudian menolehkan kepalanya ke arah kalender dan melihat bahwa tahun ini hanya tersisa dua bulan lagi. Matanya melotot sempurna. Rasa keberanian untuk protes muncul tiba-tiba, tapi sayang, Tania terlambat. Sarah telah keluar ruangannya dan sudah masuk ke dalam lift saat ia mengejarnya. Leo tersenyum melihat tingkah konyol Tania yang baru diketahuinya itu. Apalagi Tania menangis kecil. "Ehem!" Tania mendongak dan menatap ke arah Leo dengan sengit. Ia benci Leo sejak lahir dan sekarang tambah benci sampai nanti kiamat. "Kenapa bapak diam saja? Kita mau dinikahkan, pak!" kata Tania. "Kamu gak lihat saya sejak tadi juga sudah berusaha ngomong?" tanya balik Leo. "Tapi usaha bapak kurang kuat!" sergah Tania tak mau kalah. "Kurang kuat? Emang ada di sini yang berani nentang bu Sarah?" tanya Leo lagi. Tania diam. Ia tahu apa yang dikatakan oleh Leo adalah sebuah kebenaran. Bahkan dia sendiri yang membuat jadwal kencan buta panjang yang harus dilakukan oleh Leo dan Leo harus hadir. "Tapi dia kan mama bapak! Ibu kandung, bapak!" "Tapi dia juga istri komisaris di sini!" kata Leo tak mau disalahkan oleh Tania. "Tolong saya, pak! Tolong bicara kepada bu Sarah bahwa saya tidak ingin menikahi bapak," kata Tania memohon dengan sungguh-sungguh. Leo merasa terhina karena ditolak bahkan sebelum ia menyatakan cinta. "Kamu pikir saya mau menikah denganmu?" tanya Leo angkuh. Tania juga tersinggung mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Leo tersebut kepadanya. Tania diam sejenak. "Untuk itu mari kita ketemu dengan Bu Sarah segera. Kita harus meluruskan kesalahpahaman ini, pak," kata Tania. Leo malas. Selain karena ia bosan mendengar petuah mamanya, ia penasaran kenapa hanya Tania saja yang tak melirik ke arahnya. Leo menoleh ke arah Tania dan menatap gadis itu lekat-lekat, membuat Tania jadi salah tingkah dan dadanya berdebar-debar. Tania mundur selangkah. "Tania, menurut kamu diantara kita, siapa yang paling tidak beruntung dengan pernikahan ini?" tanya Leo. Tania sedikit mendelik mendengar pertanyaan Leo tersebut. "Tidak beruntung?" tanya Tania polos dan Leo mengangguk, "tentu saya, Pak!" Leo menggeram sebal. Sial! Kurang ajar! Dia bilang apa? Dia bilang bahwa dia yang paling tidak beruntung dengan pernikahan ini? Dia gak beruntung dengan menikahi Leo Artha Samudra? Bagaimana bisa? "Kamu yakin kamu sedang sehat, Tania?" tanya Leo heran. Matanya memincing melihat ke arah Tania yang langsung memeriksa keningnya dengan punggung tangannya. "Saya sehat, Pak! Saya gak demam," jawab Tania. "Kepala kamu gak terbentur?" tanya Leo lagi. Kali ini kening Tania berkerut heran. "Maksud bapak apa, sih?" tanya Tania tak paham. Leo menegakkan tubuhnya dan bersikap keren di depan Tania, ia pun berdehem, mencoba mengirimkan signal ke Tania bahwa dia pria terkeren di Pt. Surya Grup. "Coba kamu perhatikan saya baik-baik. Kenapa bisa kamu bilang kamu yang dirugikan dengan pernikahan ini? Saya ini--" "Jadi maksud bapak yang dirugikan dengan rencana pernikahan itu anda?" tanya Tania memotong kalimat Leo. "Tentu," kata Leo. Tania menggeleng-gelengkan kepalanya heran. "Tidak bisa, tetap saya yang rugi," kata Tania. "Anda tahu kenapa? Karena saya bahkan belum pernah berpegangan tangan dengan pria lain! Lalu bagaimana saya bisa menikah dengan anda yang sudah ...." Tania tak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia buru-buru sadar bahwa ia telah melewati batas, bahkan dia dengan sengaja mendeklarasikan dirinya sebagai jomblo akut tak laku-laku di depan Leo. Aduh, Tania! Bego banget, sih! Tania kesal dengan dirinya sendiri hingga ia tak sadar telah mengucapkan hal tersebut ke Leo yang menatapnya tak percaya. "Jadi selama dua puluh lima tahun kamu jomblo?" tanya Leo dengan menahan tawa. "Masa kanak-kanak tidak masuk hitungan jomblo, pak," kata Tania. Leo akhirnya tak bisa menahan tawanya lagi, ia tertawa keras mendengar pernyataan dari Tania itu. Kesal karena ditertawakan, Tania berlalu dari hadapan Leo. "Tania! Tunggu! Jadi kapan kita nikah?" tanya Leo seraya mengejarnya. Untung saja lantai itu adalah lantai khusus untuk CEO Leo Artha Samudra dan sekretarisnya Tania Belia Sandra, jadi tak ada yang tahu kelakuan absurd bos muda itu dan kelakuan nyentrik sekretarisnya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD