Chapter 1: His Anger

1874 Words
Wanita berambut panjang sepunggung warna kecoklatan, menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskan setelahnya. Tangannya memegang pembatas teras kamar. Dia merasakan sejuknya udara pagi. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Sedikit demi sedikit, tetesan itu menjadi derai air mata yang menyakitkan. Bagaimana tidak menyakitkan kalau setiap harinya dia harus menghadapi pria yang hatinya sedingin es. Dia terperangkap dalam ruang lingkup yang sama dan hanya melihat suaminya tanpa pernah keluar dari mansion bak istana. Sejak tiga tahun belakang, dia tidak lagi tinggal di London. Suaminya mengajaknya tinggal di sebuah pulau pribadi yang dia tidak tahu terletak di bagian mana. Tidak boleh ada kontak dengan orang luar, dan hal itu menyiksanya. Entah apa maksud suaminya melarang hal itu, tetapi semua terdengar gila untuknya. Dia—Juliana Hemsworth atau lebih dikenal sebagai Juliana Walton sekarang karena dia telah menikah dengan Ezra Walton, salah satu pewaris Walton Inc. Perusahaan yang namanya sudah terkenal dan malang melintang di seluruh penjuru dunia sekaligus menjadi salah satu pemegang saham dalam kerjasama dengan keluarga Ackles. Wanita cantik bermata hijau, sekaligus dagu terbelah, tentu memiliki daya tarik tersendiri dengan tubuh tinggi nan rampingnya. Bagi sebagian orang berpikir menikah dengan Ezra Walton adalah sebuah anugerah. Di samping pria itu kaya raya, pria itu juga memiliki wajah rupawan dan berjuta-juta pesona yang membuat semua wanita tergila-gila padanya. Tetapi sekali lagi, tidak bagi wanita yang akrab disapa Julie. Dia tidak pernah memiliki keinginan untuk menikah dengan Ezra. Menikah dengan pria itu adalah sebuah kesialan dan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dia berharap bisa bercerai secepatnya, namun pria itu tak pernah menginginkan perpisahan. Seburuk dia menginjak lumpur yang dalam, begitulah perumpamaan akan hidupnya sekarang. Hidupnya tak seindah bayangan orang-orang. Tidak seperti hidup dalam cerita dongeng yang indah. Semua yang terlihat bahagia ketika Julie menunjukkan pada semua orang hanya sekadar kamuflase. Tak ayal setiap malam Julie menangisi hidupnya. u*****n demi u*****n penyesalan terus terlontar dari mulutnya. Perlahan-lahan tekanan batin yang mendera menggerogoti bobot tubuhnya yang semakin lama menurun drastis. Percintaan yang indah hanya bisa Julie jadikan angan-angan yang tak pernah terlaksana. Dirinya hanya sebatas mainan. Ya, mainan yang tak pernah tersentuh suaminya. Tak ada yang tahu kalau dirinya tidak tidur bersama Ezra, entah pria itu tidak tertarik padanya atau tidak tertarik pada wanita lain, yang pasti sudah lima tahun menikah, mereka tak pernah melakukan hubungan suami - istri. Selama lima tahun Julie menahan rasa kesepian dan kehampaan yang mendera. Dia tidak pernah menemukan kebahagiaan di dalamnya. Seharusnya dulu dia menolak ketika Ezra mengajak dan memaksanya menikah, namun apa daya ... dia tidak bisa. Dia takut akan ancaman Ezra. Ancaman tersebut membuatnya begitu lemah sehingga menerima, menjadi satu-satunya jalan terbaik. Oh tuhan ... kapan semua ini berakhir? tanyanya dalam hati penuh rasa sedih. Andai saja tembok dan semua benda di sana bisa berbicara, maka mereka akan berkata jujur bahwa kehidupan Julie hanya sebatas fantasi pahit yang tak pernah jadi kenyataan indah. Mendadak pikirannya terbayang oleh sosok pria tampan yang memiliki segudang cara untuk membahagiakannya. Kennedy Ackles atau biasa dikenal dengan Ken, mantan tunangannya dulu. Aku merindukanmu, Ken ... batin Julie yang perlahan-lahan menimbulkan sakit tersendiri pada hatinya. Julie tidak pernah bisa melupakan Ken. Andai saja Ezra tidak memaksa, mungkin sekarang dia sudah menikah dan hidup bahagia bersama Ken. Semua kebahagiaan yang dia bangun bersama Ken harus kandas begitu saja. Hatinya merindu. Dadanya sesak. Julie tak berhenti meneteskan air mata. Dia tahu Ken telah menjalin hubungan dengan seorang wanita bernama Lana Davies. Polisi wanita yang memiliki dedikasi tinggi pada pekerjaanya, sama seperti Ken. Hatinya hancur mengetahui kenyataan Ken telah melupakannya. Dia benar-benar merindukan mantan tunangannya. Tiga tahun belakang dia sudah tidak pernah menghubungi Ken. Sekarang, dia ingin berbincang dan berbagi cerita dengan pria itu. Hanya satu pesan tidak akan membuat Lana marah bukan? Dia harap kekasih baru Ken mengerti. Perlahan, tangan Julie mengambil ponsel dari saku celana kemudian ibu jarinya beraksi, mengetik banyak kata dan akhirnya dia mengirim pesan. Julie berharap semua yang terjadi hanya sebatas mimpi sesaat sebelum dia terbangun dari tidurnya. Sayang, semua adalah kenyataan yang menyakitkan. Dia kehilangan segalanya karena Ezra. Iya, karena pria yang tidak akan pernah dia akui sebagai suaminya. Aku membencimu, Ezra ... Derai air mata tidak berhenti. Semua sangat menyakitkan dan menyiksa untuknya.     Ezra Walton sedang menikmati indahnya pagi. Membaca koran yang dia suruh pengawalnya ambil dari pabriknya langsung, sambil menyesap chamomile tea. Bola matanya mengikuti tiap tulisan yang tercetak saat dia membaca. Banyak artikel mengenai bisnis dan saham. “Maaf Tuan mengganggu ketenangan anda, tapi saya baru saja mendapat kabar dari ruang penerima sinyal kalau Nyonya Julie memakai ponselnya untuk mengirim pesan.” Seorang bodyguard bertubuh kekar dan besar nampak membungkukan badannya sedikit dan nada bicaranya cukup pelan namun tetap terdengar tegas. Ezra membanting kasar korannya di atas meja. Niat untuk menikmati pagi harus gagal karena kabar dari pengawal pribadinya. “Di mana Julie sekarang?” tanya Ezra dengan sorot mata tajamnya yang menyalak. “Di kamarnya tuan,” jawab sang pengawal. Ezra bangkit dari duduknya kemudian menghela napas kasar. “Siapkan kapal selam sekarang dan jangan lupa mengevakuasi semua yang ada di sini untuk pergi. Aku akan bersiap dalam lima menit dan suruh Mitchell menunggu di depan kamar Julie sekarang. Ingat, waktumu hanya sepuluh menit mengatur semuanya,” perintah Ezra dengan nada tegas dan sorot mata tidak main-main. Sang bodyguard—Keanu mengangguk mantap dan segera berjalan keluar setelah tuannya memberikan perintah. Ezra mengambil beberapa barang penting kemudian memasukkannya dalam briefcase yang biasa dia pakai. Dengan cepat Ezra berjalan menuju kamar Julie yang berada di lantai atas. Hanya membutuhkan waktu kurang dari lima menit karena menaiki lift, Ezra telah sampai di depan kamar Julie. Di depan pintunya, dia sudah melihat Mitchell–asisten pribadinya berdiri menunggu. “Pegang dan jangan sampai hilang. Jagalah briefcase milikku dengan nyawamu.”  Ezra melemparnya dan dengan sigap Mitchell menangkap sambil mengangguk tanpa membantah. “Tunggu disini, aku hanya sebentar,” suruh Ezra tegas. Sekali lagi Mitchell mengangguk tanpa tersenyum. Tidak ada yang berani melawan Ezra. Membantah dan melawan perintahnya sama saja dengan menghilangkan nyawa. Tegas dan tidak main-main adalah sifat Ezra yang sudah pekerjanya ketahui. Semua yang bekerja di dalam mansion-nya adalah orang-orang terkuat dan paling tahan dengan sikap Ezra. Wajar kalau Mitchell tidak mau melawan karena nyawa taruhannya. Beruntung saja pintu kamar istrinya tidak terkunci sehingga dia dapat masuk dengan mudahnya. Langkah kaki mantap bersama rahang yang mengeras karena menahan marah, memandunya sampai ke depan teras tepat dimana Julie berada. “Kau mengirim pesan kepada siapa?” Tangan Ezra mencengkram lengan Julie, dan sorot mata menyalak seakan membuktikan dia benar-benar marah. Julie terlonjak kaget, namun cengkraman itu menggantinya dengan ringisan kesakitan. “Sakit! Kau membuat lenganku sakit!” keluh Julie setengah berteriak. “Kau berani berteriak padaku? Bicara yang sopan dan lembut, Julie!” Julie berdecak kesal. Matanya mendelik tajam. "Kau gila! Aku lelah bicara sopan padamu!! Aku berharap Ken datang kesini dan membawaku pergi!" “Jadi kau mengirim pesan pada Ken?” Tanpa aba-aba, Ezra merampas ponsel yang sedang Julie pegang. “Kembalikan ponselku, Ezra! Bukan hakmu untuk tahu kepada siapa aku mengirim pesan!” Julie berusaha mengambil, namun Ezra lebih pintar. Ezra menahan tangan Julie untuk merampas ponselnya. Dia membuka pesan singkat dan menemukan nama Ken sebagai penerima pesan dari Julie. Bagusnya Ken belum membalas. Setelahnya Ezra melempar ponsel Julie ke bawah, menjatuhkan ponsel itu sampai hancur akibat ulahnya. Julie yang menyadari ponselnya hancur langsung melayangkan tangan satunya yang bebas, menampar wajah Ezra dengan keras hingga menimbulkan bunyi 'plak'. “Kau gila!!! Kau benar-benar gila!!” teriak Julie dengan air mata yang tanpa sadar mengalir begitu saja. “Sudah aku katakan padamu jangan pernah mengirim pesan pada siapapun. Aku akan membelikan ponsel baru untukmu. Kita pergi dari sini sekarang,” ucap Ezra sambil menarik paksa lengan Julie. Kontan Julie terseret oleh Ezra yang menariknya. Mau tidak mau kakinya mengikuti langkah suaminya yang selalu memaksakan apa yang dia inginkan. “Aku tidak mau ikut denganmu. Lebih baik tinggalkan aku sendirian disini sambil menunggu Ken. Aku ingin menemui Ken,” ucap Julie lirih. Tangisnya semakin pecah. Ezra menoleh pada istrinya sebentar saat mendengar isakan tangis Julie. Tanpa pikir panjang Ezra menarik tubuh Julie dan menggendongnya. Tubuh Julie bertumpu pada bahu Ezra dan wanita itu berontak dengan cara memukul bagian punggungnya namun tidak membuat Ezra menurunkannya “Ezra, turunkan aku! Aku tidak mau pergi denganmu!” teriak Julie sambil terus berontak. Ezra mengabaikan. Walau Julie sudah memukulnya sekuat tenaga tetapi pukulan itu tidak terasa untuknya. Dia membiarkan Julie berontak sampai wanita itu berhenti sendiri karena lelah. Mitchell segera mengikuti sang empunya mansion setelah melihat Ezra keluar kamar bersama Julie. Mereka berjalan secepat mungkin dan akhirnya Julie menyerah. Julie hanya bisa pasrah dan mengikuti kemana Ezra membawanya. Selain tenaganya mulai terkuras, kepalanya mulai sakit karena Ezra menggendong tubuhnya dengan posisi kepala mengarah ke bawah melihat lantai.     Julie memerhatikan sekitar. Dia tahu dirinya sudah berada di dalam kapal selam Ezra. Kapalnya sudah menyelam 200 meter di bawah permukaan laut. Semua yang ada di dalam telah Ezra desain khusus dengan jasa para pembuat kapal selam terbaik di dunia. Termasuk sistem anti peluru kendali. Semua Ezra rancang secanggih mungkin. “Lain kali kalau aku katakan jangan mengirim pesan, tolong kau turuti,” ucap Ezra setelah menurunkan Julie.      “Tiga tahun aku tidak pernah mengirim pesan pada siapapun. Sekarang aku mulai lelah ... aku ingin bertemu Ken. Mengapa kau tidak membiarkan aku menetap disana?” Suara Julie lebih pelan dan lirih dari sebelumnya. Setetes air mata Julie lama-lama menjadi air mata yang mengalir banyak. Tangan Julie memukul d**a Ezra bertubi-tubi. Pukulan itu terasa begitu putus asa, terlebih isakan tangis yang turut menyertai. Lagi dan lagi Julie terus memukul sampai akhirnya pukulan itu melemah dan berganti dengan sebuah pelukan yang Ezra berikan. “Aku minta maaf ... Vi–Julie,” Julie hampir marah karena Ezra menyebutkan satu nama yang selalu pria itu agungkan, tetapi amarahnya tertahan karena suaminya buru-buru merubah dengan menyebutkan namanya.  “Setelah ini, kita akan menemui Ken,” bisik Ezra lirih dengan nada yang melembut. Julie tidak menanggapi walau tubuhnya mulai tenang berkat pelukan dari suaminya. Dia masih terus terisak dengan wajah yang tenggelam pada d**a bidang Ezra.  Kau tidak tahu apa yang aku lakukan, Violet ... maksudku, Julie ...     Sepuluh menit setelah kepergian Ezra, mansion yang Ezra tinggalkan telah di kepung oleh sejumlah orang bersenjata api. Sebagian turun menggunakan tali yang menjuntai ke bawah dari helicopter dan sebagian turun dari boat. Semua menembaki mansion dan beberapa melemparkan granat. Setelah merasa yakin, akhirnya mereka menyerbu masuk mansion untuk memastikan satu hal. “All clear!” seru salah seorang pria bertubuh tinggi dan besar layaknya anggota kemiliteran. Di antara semua pria tubuh kekar dan besar, ada seorang pria paruh baya melewati beberapa anak buahnya. Tubuhnya tidak sekekar dan sebesar yang lain. Bersetelan jas rapi, sepatu hitam mengkilat, berikut arloji mewah yang melingkar pada pergelangan tangannya. Dia adalah bos dari semua anak buah yang tampak segan memerhatikannya. “Dia tidak berada di sini. Mereka sudah pergi sedari tadi,” ucapnya dengan rahang mengeras karena kesal tidak menemukan sosok yang dia cari. “Dimitri, sekarang jalankan tugasmu. Cari manusia itu dan bunuh setelah menemukannya. Jangan sampai gagal atau nyawamu taruhannya!” perintah pria bersetelan jas dengan wajah angkuh yang khas. “Yes, Sir!” Pria itu tersenyum miring penuh misteri. Kau ingin bermain-main denganku, Ezra? Tidak akan bisa. Tunggu aku dalam acara pemakamanmu.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD