1. Pevita Agatha

1153 Words
Jakarta, September 2022 Namanya Pevita Agatha. Gadis berambut panjang yang—kebetulan saat ini—berwarna cokelat kemerahan. Warna asli rambutnya hitam, sedikit bergelombang. Tinggi tubuhnya rata-rata, tidak kurus tapi juga tidak berisi. Dia memiliki kaki jenjang yang indah. Matanya bulat dengan iris mata berwarna cokelat tua. Bulu mata lentik bawaan dari lahir, hidung mancung, dan bibir yang ranum. Terlihat cantik, elegan, cerdas, dan angkuh di saat yang sama. Sepasang permata indahnya yang lelah tampak menatap lekat pada awan hitam yang bergelung di atas langit kota Jakarta. Awan yang seolah mengawasi dan mengikuti arah mobilnya melaju—dalam diam. Bibir merah muda yang senantiasa menyunggingkan senyum manis itu, kini terkatup rapat, pucat. Hanya ada wajah yang dihiasi raut pilu, dan pandangan nanar yang tidak fokus. “...jam sebelas malam, wawancara diusahakan selesai, lalu kita bisa pulang. Pevita, kamu paham?” Pevita menoleh, lantas mengangguk singkat, meski dia tidak mendengar secara menyeluruh apa yang Fiona—manager sekaligus sahabatnya—katakan. Pevita terlalu sibuk dengan pikirannya yang kalut. Fiona yang menyadari ada yang tidak beres dengan gadis di sisinya, seketika mengerutkan alis, menatap Pevita khawatir. “Ada apa? Kamu sakit? Atau—“ “Sebentar lagi kita sampai di puncak musim penghujan, kan?” gumam Pevita, menyela. Fiona seketika geming, menatap wajah Pevita lamat-lamat. “Kamu—kamu butuh konsultasi lagi dengan Bu Hilma?” tanyanya, setelah tahu apa yang mengganggu Pevita sejak tadi. Pevita menipiskan senyum. Menggeleng lemah. “Aku cuma mau minta jatah cuti selama enam bulan,” gumamnya, tepat ketika mobil memasuki kawasan tempat yang akan menjadi tempat pemotretan. Sebuah dermaga di tepi danau. Sudah banyak kru yang datang dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing di sana. “Enam bulan?” Fiona mengernyit seraya menggerakkan jari seolah berhitung—entah apa yang dia hitung, hingga, “setengah tahun? Pevita, kamu waras?!” jeritnya tiba-tiba. Membuat Gilang, asisten yang tengah memarkirkan mobil mereka, terkejut. Untung saja dia tidak tiba-tiba menginjak pedal gas seperti apa yang pernah dilakukannya ketika pertama kali kerja, sehingga menyebabkan kening Fiona nyaris benjol dulu. “Aku memang gila. Kamu tahu sendiri, kan?” balas Pevita, mengangkat bahu acuh. Tatapan sendu dan raut wajah pilu yang sejak tadi terpampang, mendadak lenyap. Tanpa mempedulikan Fiona yang masih mengoceh soal permintaannya, Pevita keluar dari mobil. Memasang selendang bulu angsa yang harganya berkisar puluhan juta, hadiah dari CEO agensinya. “So, di mana ruang makeup-ku?” tanya Pevita pada Fiona yang baru saja membanting pintu dengan kesal. “Kamu nggak bener-bener minta cuti selama setengah tahun, kan, hm?” Pevita menoleh, tersenyum sampai matanya mengkerut manis. “Mungkin... nggak. Aku bakal minta jatah libur setahun full,” ucapnya. Lalu melenggang pergi sambil menjentikkan jari agar Gilang mengikutinya. Sementara, Fiona menjerit frustrasi karena kelakuan Pevita yang selalu seenaknya. Untung saja, dia berbakat dan tambang uang terbaik untuknya dan juga agensi. Jika tidak, mungkin Fiona sudah mengutuknya menjadi batu sejak dulu. *** Pevita mengenakkan gaun menjuntai panjang berwarna putih, dengan hiasan rambut berupa mahkota daun bak seorang Artemis yang cantik jelita. Rambut panjangnya yang diwarnai menjadi cokelat kemerahan sengaja dibuat menjadi keriting. Sangat persis seperti Artemis yang digambarkan dalam mitologi-mitologi Yunani. Gadis itu duduk dengan anggun di sebuah ayunan yang dihias daun yang melilit seluruh bagiannya. Berpose manis, sementara para fotografer dari majalah Dazhed terus memotretnya sambil menggumamkan banyak pujian berkat bakat alaminya di depan kamera. “Tolong benahi lagi riasannya. Latar berikutnya di dermaga sana!” teriak Yashinta—yang biasa dipanggil Yash—kepala editor majalah Dazhed, memberi instruksi pada kru. “You always look amazing, Dear.” “Thank you, Ma'am. Kamu terlalu memuji,” balas Pevita pada wanita berusia 35 tahun berwajah ayu dengan garis tegas di wajahnya. Yash mengulurkan tangan untuk membantu Pevita berjalan, yang tentunya segera disambut oleh gadis itu dengan senang hati. “Kamu memang pantas dipuji, seperti biasa.” “Kamu benar. Tapi sebagian besar orang malah lebih suka mengkritikku.” “Mungkin karena mereka iri. Kamu selalu tampak anggun dan menawan.” “Yah, tentu saja. Atau mungkin, karena aku patut untuk dikritik.” “Oh, Dear. Hentikan itu. Kamu tidak pernah pantas untuk merendah seperti ini. Tunjukkan bahwa kamu adalah Pevita Agatha yang biasa, yang selalu sempurna dengan keangkuhanmu.” “Baiklah. Hanya kamu yang selalu menyukai semua sikap burukku itu, Miss.” Yash tertawa karena pembicaraan mereka. Tak heran, Pevita memang dekat dengan Yash. Mereka sudah bekerja bersama cukup lama. Bahkan ketika Pevita masih menjadi aktris cilik dua dekade lalu. Menurut Yash, Pevita adalah permata yang tidak pernah padam. Meski dirinya sempat berhenti muncul di layar kaca karena beberapa hal pribadi, Yash tetap melihat sinar di dalam diri Pevita. Bahkan Yash adalah salah satu orang yang ikut andil dalam kembalinya Pevita ke dunia entertainment beberapa tahun lalu. “Apa yang harus diperbaiki dari riasan Nona cantik ini? Dia selalu menakjubkan. Kecantikan yang paripurna,” ucap Jonas, lelaki tampan yang saking tampannya, justru jadi terlihat cantik. Badan tinggi melebihi tinggi rata-rata lelaki pribumi pada umumnya, berkulit kuning langsat, dan berambut cokelat keemasan. Orang-orang seringkali bergurau dengan memanggilnya Oppa, sebab fisiknya yang memang seperti keturunan warga Korea. Padahal, tidak sama sekali. Lelaki yang secara khusus menyukai merias wajah cantik Pevita itu tersenyum ketika mengaplikasikan lipstik di bibir Pevita yang ranum. “Kamu juga salah satu orang aneh yang terlalu senang memujiku,” tutur Pevita tertawa. “Ada apa? Bukankah kamu memang pantas dipuji, Sayang? Benar begitu, Yash?” Jonas beralih menatap Yash yang tersenyum kecil menatapnya. “Aku akan semakin angkuh setelah mendengar penuturan penuh pujian manis kalian berdua,” kata Pevita, memutar bola mata dengan malas. “Uhm, skandal kencanmu yang saat ini beredar, itu tidak benar, bukan?” bisik Jonas, memberikan lipstik barusan pada asistennya. “Ah, entahlah. Jangan bahas ini. Kalau Fiona mendengarnya, dia akan mengamuk.” “Kenapa? Bukankah skandal ini membuat popularitas kamu meningkat?” “Masalahnya, Fiona tidak suka namaku kotor karena skandal kencan murahan seperti itu. Dia ingin aku jadi artis yang elegan dan mahal. Kalian mengerti maksudku, kan?” Jonas mendesah pelan. “Baiklah. Dia mencintaimu,” ucap Jonas mengedikkan bahu. “Dia membenciku, Jonas,” decak Pevita sebal. “Tidak. Dia peduli dan sangat mencintaimu.” “Oh, s**t. Aku merinding.” Jonas dan Yash tertawa. “Baiklah. Mari bekerja kembali, Sayang,” ucap Yash, mengedikkan dagu ke arah tempat pemotretan berikutnya. *** “Kamu harus menerima proyek ini, sungguh, Pevita,” ujar Fiona sesaat ketika mereka baru saja memasuki rumah Pevita yang baru dibelinya dua tahun lalu. “Aku tahu,” balas Pevita, meletakkan tas kecilnya sembarang di sofa lantas merobohkan tubuhnya yang lelah karena seharian bekerja. “Aku harap kita bisa ketemu langsung dengan CEO-nya. Dia benar-benar keren, Oh My Ghost!” Fiona menggeram gemas. Sementara Pevita hanya mendesah pelan. “Cukupkan saja dengan memandangi laki-laki itu di sampul majalah bisnis, Nona Fiona Kalista. Dia sudah menikah, istrinya cantik dan masih muda, dan kamu? Kamu sudah terlalu tua dan tidak memikat dibandingkan istrinya itu.” “Sial, umurku baru dua puluh delapan!” gerutu Fiona kesal. Sungguh, Fiona benar-benar harus segera menikah. Pevita khawatir dengan kebiasaannya ganti-ganti pasangan setiap satu trimester sekali. Ah, dia sangat konsisten dengan pekerjaan, tetapi tidak untuk pasangan. “Istrinya Jeffrey Elvano 23 tahun. Lima tahun lebih muda dari Anda, Nona." Dari ekor matanya, Pevita tahu manajernya itu sedang memicing tajam padanya. "Terserah." Fiona mengerang sebal. "Besok, jam tujuh pagi kita pergi ke kantornya, oke?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD