Trashhhh
Sebuah serangan sihir yang berasal dari seorang laki-laki berambut putih pendek baru saja melesat untuk menyerang laki-laki yang beberapa meter di hadapannya.
Trashh
Serangan itu tidak berhasil mengenai musuhnya melainkan meledak ditengah-tengah mereka hingga mereka berdua terpental ke belakang. Laki-laki berambut putih itu sudah banyak kehabisan tenaga, lawannya bukanlah satu orang saja, melainkan 5 orang dengan 4 orang ya sudah kalah telak.
"Beritahu aku dimana dia?!" Ucap musuhnya yang masih berdiri tegap, mereka sama-sama sudah berumur, musuhnya juga sudah memiliki beberapa rambut yang berwarna putih. Ia memakai baju berwarna hitam kelam dari kepala hingga ujung kakinya.
"Kau tidak akan pernah tahu meskipun kau membunuh ku"
Jawaban itu sama sekali tidak memuaskan bagi laki-laki itu, hingga akhirnya dengan kemarahan, pria berpakaian hitam itu langsung melancarkan sihirnya kembali untuk benar-benar menghabisi pria berambut putih.
Trashhhh
Pria berambut putih itu tidak bisa menghindari serangan, sihir itu mengenai tubuhnya hingga membuatnya terpental jauh. Tadinya Ia bisa berdiri meskipun harus berusaha sekuat tenaga dan tertatih, Tapi kini ia hanya terbaring sambil memuntahkan darah dari mulutnya.
"Kaum kalian tidak akan menemukannya, kalian seharusnya tidak mencarinya!" Ucap sambil batuk darah
"Kami akan menemukannya"
Dari kondisinya saja sudah terlihat kalau pria berambut putih itu tidak akan selamat lagi, Dia segera ditinggalkan oleh musuhnya ditengah lapangan rumput yang sudah porak poranda dikarenakan pertarungan hebat mereka.
Uhuk uhuk
"Aku harus mencari pewaris ku" ucap pria berambut putih itu, ia memejamkan matanya perlahan kemudian dirinya berubah menjadi cahaya berwarna putih yang terbang dari sana.
Ketika kaum mereka berada di ambang kematian, tenaga terakhir mereka mampu membuat mereka untuk menjadi cahaya yang membawa kekuatan mereka untuk diberikan kepada kaum mereka yang lain.
Di dunia ini tidak semua hal bisa diketahui oleh semua orang, terlebih lagi Manusia biasa. Ada beberapa hal dan kehidupan yang dirahasiakan secara sengaja untuk membuat batas antara makhluk istimewa dan makhluk biasa. Tindakan ini tentunya untuk menjaga keamanan dan perdamaian mereka meskipun hidup dibumi yang sama.
Cahaya putih itu sudah mengitari perkotaan yang sedang di turunin hujan untuk mencari sosok yang layak. Golongan kaum yang sama dengannya tentunya tidak sebanyak manusia biasa, ia kesulitan untuk mencari sebelum dirinya benar-benar kehabisan tenaga. Jika ia tidak menemukan dan memberikan sihirnya kepada orang lain maka ia akan segera lenyap tanpa peninggalan, tidak masalah jika dia tidak memberikan kekuatan terakhirnya kepada orang lain, tapi karena dia memiliki kekuatan yang langka maka ia harus mencari orang lain untuk menerimanya. Karena suatu hari kekuatan ini akan sangat berguna.
Akhirnya ia melihat seorang perempuan yang terbaring sekarat dan hampir tewas di celah 2 buah bangunan. Tubuh perempuan itu terlihat memprihatinkan dengan darah yang merembes di sekelilingnya
"Dia? Siapa dia? Kenapa energinya tidak bisa aku kenali namun bisa menerima kekuatan ku?" Batin pria itu, ia melihat cahaya di tubuh salah satu perempuan yang terbaring yang itu, karena tidak ada pilihan lain, meskipun dirinya tidak tahu apakah perempuan itu layak untuk menerima sedikit dari kekuatannya, akhirnya ia menembus tubuh yang lemah itu hingga akhirnya ia benar-benar hilang.
______________?
Waktu sudah berputar 24 jam, setelah dilarikan ke rumah sakit Aeris tidak sadarkan diri hingga malam berikutnya. Kini dirinya sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit yang masih beraktivitas mengatasi semua pasiennya. Suara orang yang berbincang-bincang dan langkah yang berlalu-lalang terdengar di koridor yang ada di depan pintu kamarnya.
Selang infus menempel pada tubuhnya, setelah lama tertidur kini Aeris menunjukkan tanda kalau dirinya akan segera terbangun. Bola matanya nampak bergerak meskipun kelopaknya masih tertutup, perlahan-lahan matanya mengerjap berkali-kali untuk menyesuaikan pengelihatannya dengan cahaya lampu.
"Eungghhh....." Ucapnya menggeliat seperti orang yang baru saja bangun dari tidurnya.
Pandangan Aeris langsung mengitari setiap sudut ruangan tempatnya berada, ia juga langsung memperhatikan tubuhnya yang sudah berganti pakaian dan infus yang menempel di tangannya. Dirinya sempat kebingungan sebentar sampai ia mengingat apa yang terjadi padanya terakhir kali sebelum masuk ke dalam rumah sakit. Matanya langsung melotot sambil meraba dirinya sendiri.
"Apa yang terjadi? Gue baik-baik aja kan?" Ucapnya, ingatan ketika dirinya dihajar habis-habisan oleh kelompok pemuda itu masih terekam jelas. Bahkan hanya dengan mengingat nya saja membuat dirinya merasa ngilu
"Tapi.... Kenapa tubuh gue gak remuk?"
Aeris memang memeriksa tubuhnya dan menekan lengan dan juga badannya, ia sangat yakin kalau tubuhnya akan terasa sangat sakit dan dipenuhi oleh lebam.
"Perasaan tubuh gue ditendang habis-habisan semalam" herannya, di kamarnya dia hanya sendiri dan tidak ada siapapun yang menjaganya ataupun menunggu kesadarannya. Dia tidak memiliki keluarga yang akan langsung datang menemuinya di saat seperti ini.
Di sudut kamarnya terdapat sebuah cermin yang lumayan besar, dirinya langsung turun dari tempat tidur dan mendekati cermin. Pakaian rumah sakit yang menempel di tubuhnya langsung ia singkap untuk melihat bagian perutnya.
"Gak ada luka" ucapnya, ia tertegun beberapa saat sampai suara pintu yang dibuka terdengar
"Kau sudah sadar?" Ucap dokter laki-laki yang heran ketika melihat pasien yang sudah berdiri
"Dok, Sejak kapan aku berada disini?"
"Semalam, apa kau sudah merasa baikan?"
"Semalam?!!" Beo Aeris dengan nada yang tinggi, dirinya terkejut karena ia mengira kalau ia sudah dirawat berbulan-bulan sehingga lukanya hilang.
"Dok, jangan bercanda, nggak mungkin aku baru semalam di rumah sakit dan semua luka di badan aku hilang"
"Luka apa? Apa kau memiliki luka yang belum kami obati?"
"Luka di seluruh tubuhku, seharusnya ada lebam dan memar di mana-mana"
Dokter itu langsung mengerutkan dahinya heran, apa yang dia saksikan tidak serupa dengan apa yang sebenarnya terjadi kepada Aeris
"Apa yang terjadi padamu sampai kau bilang kalau tubuhmu lebam dan memar? Ketika sampai di sini kau hanya mengalami pendarahan dari telinga dan juga hidung. kepala mu terbentur membuatmu dan membuatmu mengalami gegar otak. Tapi hebatnya kau bisa selamat, kau beruntung tim penyelamat datang ke lokasi mu dengan cepat setelah kau menelpon" ucap sang dokter santai
"Datang dengan cepat? Justru mereka benar-benar terlambat, Aku bahkan nyaris'-"
Kalimatnya langsung terpotong ketika mengingat dia tidak sendiri malam itu, ada satu perempuan yang lagi bersama dengan dirinya
"Dok, malam itu Aku nggak sendirian, dimana perempuan satu lagi?"
Ekspresi dokter itu langsung berubah menjadi serius ketika mendengar pertanyaannya, dari raut wajahnya dapat terlihat jelas kalau jawaban yang akan dikatakannya tidak akan enak didengar
"Dok? Gimana cewek itu? Aku menelpon pertolongan untuk membantu dia bukan untuk membantu ku"
"Dia.... Terlambat"
Deg
"Terlambat apa dok?!"
"Terlambat untuk diselamatkan"
Kaki Aeris yang berpijak langsung terasa lemas, seketika hingga ia bersimpuh di lantai, meskipun badannya terlihat baik-baik saja ternyata ketahanan tubuhnya masih lemah. Matanya menatap kosong kepada sang dokter dengan berharap kalau apa yang dikatakan dokter itu hanyalah kebohongan
"Kapan, kapan dia meninggal?" Ucap Aeris lagi
"Tadi siang, luka di tubuhnya cukup banyak, dirinya dihajar habis-habisan dan membuat organ dalamnya mengalami kerusakan parah. Banyak pendarahan di dalam tubuhnya, Jika saja pertolongan datang dengan cepat mungkin dia akan selamat, apa dia teman mu? Satu rumah sakit ini turut berduka cita untuknya, apa yang dialaminya benar-benar mengenaskan" terang sang dokter yang masih berusaha menenangkan Aeris yang tampak shock, tentunya Ia datang untuk memeriksa perkembangan Aeris tadinya
Pikiran Aeris rasanya semakin berat bahkan ia seolah mendengar dengungan yang keras di kepalanya. Ia langsung memegang kepalanya dengan kedua tangan sambil menjambak rambutnya untuk menghilangkan rasa pening itu.
"Kenapa? Kau baik-baik saja?" Ucap sang dokter panik
"Apa yang sebenarnya terjadi pada perempuan itu" ucap Aeris asal, dia hanya bertanya kepada dirinya sendiri namun dokter itu bisa mendengar pertanyaannya
"Polisi sedang menyelidiki apa yang terjadi padanya, tapi dari tubuhnya kita bisa mengetahui kalau dia mengalami kejahatan seksual dan kekerasan fisik yang parah. Polisi nantinya akan mewawancarai mu untuk keterangan lebih lanjut. Tapi sebelum itu kondisimu harus pulih terlebih dahulu"
Kini Aeris dibantu untuk naik kembali ke tempat tidurnya, sang dokter melakukan beberapa pemeriksaan padanya dan segera meninggalkan ruangan itu.
Setelah dokter itu keluar Aeris kembali turun dari tempat tidurnya untuk membuka jendela, ketika tirai rumah sakit itu dibuka pemandangan kota yang lumayan indah langsung terlihat. Diantara gelapnya langit malam, lampu-lampu gedung pencakar langit menghiasi seperti bintang-bintang. Dari jendela ini Aeris tahu kalau letak kamarnya berada di lantai yang lumayan tinggi.
"Dia sama sekali nggak selamat, kalau gue nggak ragu-ragu untuk mendekat langsung waktu pertama kali dengar suara kesakitannya, Apa mungkin dia masih hidup. Atau kalau..."
Kini dirinya hanya bisa berandai-andai, meskipun perempuan yang terbunuh itu tidak dikenalnya, tetap saja ia merasa bersalah. Meskipun dirinya tidak mendekat hari itu mungkin dia akan tetap merasa bersalah jika tidak mengikut campur kan dirinya dan justru mendengar berita mengerikan ini dari media.
"Mereka.... Masih muda, sepertinya mereka masih seusia gue dan masih menempuh pendidikan. Apa mungkin mereka para pembully?" Batinnya lagi. Meskipun malam itu dirinya hanya bisa menatap remang pada ke 3 perempuan dan 4 laki-laki itu, Aeris tentunya masih melihat perawakan mereka dan sedikit bentuk wajah mereka.
Kini Aeris semakin bosan karena tidak memiliki kegiatan apapun di rumah sakit, lagipula dia tidak merasa kalau dirinya harus berlama-lama dirawat, sangat aneh memang ketika tubuhnya justru terasa baik-baik saja, tidak ada luka yang serius namun ia hanya sedikit lemah seperti orang demam.
"Ini rumah sakit mana yah?" Gumamnya segera berjalan keluar kamar untuk melihat orang-orang yang ada di rumah sakit
Ketika dirinya baru saja keluar, pasien yang sama-sama memakai pakaian rumah sakit langsung terlihat olehnya. Ekspresi Aeris seperti orang yang kebingungan dan berjalan di koridor sendirian, ia membawa infusnya sendiri sambil jalan-jalan.
Entah apa yang merasuki pikirannya, ia mendekati meja tempat beberapa pegawai rumah sakit bekerja.
"Permisi sus, boleh aku bertanya sesuatu?" Ucap Aeris
"Tentu, ada apa? Apakah kau membutuhkan sesuatu di ruangan mu?" ucap suster rumah sakit yang melihat kalau orang yang mendekatinya ini merupakan pasien
"Aku mendengar gosip para pasien di rumah sakit ini mengenai korban pelecehan yang terjadi kemarin malam. Apakah korbannya sudah meninggal?"
"Ya, dia meninggal tadi siang dan sudah diurus oleh keluarganya"
"Keluarganya datang?"
"Ayah dan ibunya sudah datang ke rumah sakit sebelum dirinya meninggal, dia tidak pernah sadar sampai benar-benar meninggal dunia"
"Sudah dimakamkan?" Ucap Aeris lagi, ia sangat ingin mengetahui identitas perempuan yang hendak ia tolong malam itu
"Belum, besok kedua orang tuanya akan membawa jasadnya pulang, tubuhnya masih di autopsi di rumah sakit ini"
"Dimana orang tuanya?"
"Di ruang bela sungkawa yang ada di rumah sakit ini, orang yang hendak berkabung datang kesana, tapi... Kenapa kau bertanya? Jangan jangan.... Kau yang ikut bersamanya malam itu?"
Suster yang bekerja di bagian administrasi tentunya tidak langsung mengenali Aeris, karena dia sama sekali tidak pernah mengurus pengobatan pasien.
Aeris tidak menjawab apapun dan hanya memberikan senyuman, ia langsung segera pergi dari sana untuk mencari ruangan belasungkawa yang dimaksud. Dirinya sangat jarang masuk kedalam rumah sakit Jadi dia harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada di sana untuk menuju ruangan bela sungkawa. Selang beberapa lama akhirnya ia sampai di ruangan yang mirip aula kecil yang sudah dihias oleh beberapa papan bunga.
Suasana di dalamnya lumayan ramai, dia tidak tahu apakah orang ini hanya datang dikarenakan rasa penasaran terhadap korban yang menjadi tapi pemberitaan yang sedang hangat, atau mereka orang-orang yang dekat dengan perempuan itu. Aeris memberanikan diri untuk masuk ke dalam, sampai ia melihat sepasang suami istri yang sudah lumayan berumur menjadi orang yang paling dicari. Setiap orang yang datang akan menghampiri mereka untuk menyampaikan turut berdukacita.
"Dia orang tuanya? Hufttt... Setidaknya perempuan itu memiliki orang tua yang menangisi kepergiannya" ucap Aeris
Matanya melirik nama dari papan bunga yang ada di sekitar, tentunya nama perempuan yang di rangkai di sana merupakan perempuan yang menjadi korban bersama Aires malam itu.
"Licia?" Ucap Aeris membaca papan bunga itu, dia langsung menanamkan nama ibu di dalam benaknya untuk mengingat nama perempuan yang bersama dirinya semalam
Ketika asyik memperhatikan sekitarnya ternyata perhatian beberapa orang di ruangan itu sudah menuju pada Aeris yang berdiri santai sambil menyilangkan tangannya di d**a. Kedua orang tua Licia juga sudah melihat padanya dan mengenal Aeris.
"Ekhem" dehemnya canggung sambil berjalan mendekati kedua orang tua Licia
"Kamu... Aeris kan?" Ucap ibu Licia
"Iya Bu aku Aeris, aku turut berduka cita untuk Licia" ucap Aeris tulus, dia bisa melihat raut kesedihan dari kedua orang tua yang ada di depannya
"Apa kau teman dekatnya? Apa kau tahu siapa yang melakukan ini kepadanya? Kau malam itu bersamanya jadi Apa yang sebenarnya terjadi, Kenapa kalian bisa berakhir di sana?"
Pertanyaan bertubi-tubi tentunya langsung keluar dari mulut sang ibu, Aeris satu-satunya orang yang bersama licia malam itu, para polisi juga menunggu dirinya sadar untuk melakukan wawancara.
"Aku sama sekali tidak mengenalnya, Bahkan aku juga baru tahu namanya dari papan bunga ini. Malam itu aku hanya berjalan pulang menuju ke apartemenku sampai aku mendengar suara teriakan nya dari tempat kami ditemukan. Aku kira mereka hanya perempuan semua dan aku berhasil mengalahkan ketiga perempuan yang.... Yang melukai Licia, sampai empat laki-laki teman mereka datang kembali dan menghajarku"
Ekspresi Aeris terlihat sangat pasrah ketika menceritakan pengalamannya, meskipun dirinya sendiri merinding ketika menceritakan kembali, orang-orang yang mendengar penuturannya langsung menutup mulut mereka karena terkejut. Informasi yang diberikan Aeris Ini baru pertama kalinya di dengar mereka.
Orang tua Licia benar-benar terpukul ketika mendengar cerita ini, ibunya langsung memeluk sang suami untuk menutup tangisannya.
"Bagaimanapun juga kau sudah berusaha menolong Putri ku, terima kasih"ucap sang ayah kepada Aeris
"Jika boleh tahu, apakah Licia seorang pelajar?" Ucap Aeris menanyakan rasa penasarannya
"Dia mahasiswa semester 6 di universitas Vamwetch"
Mendengar nama universitas yang sama dengannya membuat Aeris terhenyak sebentar sampai mengerjapkan matanya untuk kembali sadar.
"Vamwetch? Aku juga kuliah disana" gumamnya
Perbincangan mereka hanya sampai disitu, Aeris segera pergi meninggalkan ruangan bela sungkawa itu dan ingin mengajukan dirinya untuk segera pulang karena merasa diri baik-baik saja. Dirinya berjalan di koridor untuk menuju tempat administrasi rumah sakit, tapi ketika ia berjalan sambil menarik tiang infusnya seseorang menghentikan langkahnya dari belakang.
Sebuah tangan menahan tiang infusnya sehingga dia tidak bisa beranjak, Aeris langsung melihat orang tersebut yang merupakan seorang laki-laki yang masih muda dan terlihat beberapa tahun lebih tua dibanding dirinya.
"Permisi?" Heran Aeris
"Apa yang terjadi sama Lo semalam"
"Kenapa lo harus tahu itu? Lo baru mendengar gosip yang berada di rumah sakit ini? Maaf gue gak bisa jawab"
"Ekhem, sorry kenalin gue Lawson"
Laki-laki mengulurkan tangannya kepada Aeris yang menatap kesal kepadanya, Aeris sebenarnya orang yang sangat tidak peduli dengan sekitarnya dan menutup diri dari apapun. Baginya hidup tenang tanpa banyak dikenal oleh orang jauh lebih mudah. Dirinya tidak senang ketika ada seseorang yang mendekatinya seperti ini, entah apapun maksud Lawson memperkenalkan dirinya padahal mereka sama sekali tidak memiliki hubungan apapun.
Aeris tidak menerima jabatan tangan Lawson dan justru menarik tiang infusnya menjauh.
"Gue sibuk"
Lawson yang menerima perlakuan itu hanya memasukkan tangannya yang diabaikan ke dalam kantong celana, ia menatap kepergian Aeris dengan ekspresi datar.
"Sepertinya gue salah orang" ucapnya dan segera pergi dari sana dengan cepat, tidak ada yang menyadari kalau ia melesat dengan sekejap mata. CCTV yang ada di rumah sakit sampai mengalami sedikit gangguan ketika ia menghilang