Tergila-gila

3108 Words
    Setelah perjanjian lisan diantara Riri dan kembar Dawson disepakati, beberapa hari ini Riri berusaha mencari tahu apa yang harus dilakukan sebagai seorang istri. Sebenarnya ia ingat perkataan ibunya dulu sewaktu beliau masih ada.     "Sebagai seorang istri, kita tercipta dari tulang rusuk suami yang berada di samping, tepat di d**a mereka. Tugas kita adalah berada di sisinya. Tapi jangan sampai kita memaksakan agar kita harus terus timbul di sisi suami kita. Ada saatnya kita cukup berada di belakang, tapi memberikan semua yang diperlukan suami kita. Mengarahkannya bila akan ke luar dari jalur. Memeluknya ketika ia lelah. Menyokongnya ketika ia terjatuh. Dan menjadi rumah untuk pulang dan beristirahat baginya."       Dulu dan sekarang, Riri masih belum terlalu mengerti mengenai apa yang ibunya katakan. Tapi yang bisa ia tangkap adalah, Riri harus menghibur suaminya jika mereka sedang sedih.     Riri berterimakasih ketika Fany selesai mengepangkan rambut panjangnya. Riri tersenyum melihat bayangan dirinya di cermin. Ini memang sulit, diusianya yang masih terbilang muda ia sudah menikah bahkan memiliki empat suami sekaligus. Tapi ia yakin ini jalan yang telah ditakdirkan Tuhan, dan tugasnya hanya menjalaninya saja.     "Mari Nona, sepertinya guru Nona telah berada di bawah." Riri mengangguk.     "Fany, bolehkah aku memanggilmu Mama? Dan kaubisa memanggil aku Riri," tanya Riri ketika mereka baru saja menaiki lift.     "Em saya rasa tidak bisa Nona, Tuan pasti a-"     "Aku sudah bilang pada mereka dan mereka mengijinkannya." Potong Riri. Dan Fany hanya mengangguk, untuk pertama kalinya ada yang memanggilnya seperti ini.     "Mama." Riri beringsut kedalam pelukan Fany, dan Fany membalas pelukan itu dengan hangat.     Lift berhenti di lantai dua, di mana ruang belajar yang bersatu dengan perpustakaan berada. Fany menggandeng tangan Riri memasuki perpustakaan. Terlihat disana sudah ada seorang pemuda berkacamata yang tampak menawan, tapi suami kembarku tampak lebih tampan, puji Riri dalam hatinya. Riri bersemu. Dan tertangkap oleh pemuda itu, dan disalah artikan olehnya.     "Maaf terlalu lama menunggu kami tuan Aleef. Perkenalkan ini Riri, dia yang akan menjadi murid les anda." Tunjuk Fany pada Riri yang memakai gaum hijau daun selutut disampingnya.     Aleef mengangguk dan tersenyum pada Riri. "Hai Riri, kau bisa memanggilku dengan Aleef saja. Mari kita menjadi teman belajar." Aleef mengulurkan tangannya. Riri menyambutnya dengan ragu, dan tersenyum canggung. Kembali ia bertemu dengan orang asing yang fasih berbahasa Indonesia.     "Baiklah saya tinggalkan dulu. Satu jam lagi, saya akan mengantarkan cemilan untuk kalian. Selamat belajar Riri." Fany mengusap lembut puncak kepala Riri. Riri mengangguk.     "Iya Ma."     "Baik karena aku adalah guru bahasa maka kini kita belajar bahasa kali ini. Kau memilih bahasa Inggris atau Belanda dulu? Tuan Hendrik berpesan agar aku mengajarkan dua bahasa utama itu padamu," ucap Aleef ketika Riri telah duduk di hadapannya. Riri tampak santai. Ini memang bukan les privat pertama Riri, karena sebelumnya Riri telah mengikuti les musik dan les matematika.     "Em Belanda mungkin." Karena jika bahasa inggris Riri sudah tahu sedikit-sedikit. Tapi untuk bahasa Belanda, ia sama sekali tidak memiliki gambaran. Untuk sekarang ia memilih belajar bahasa itu dulu, karena ia butuh ini untuk berkomunikasi dengan para pelayannya.   ***       Waktu sudah menunjukan jam 7 malam, dan sekarang sudah waktunya suami-suami Riri pulang. Riri telah berpakaian rapih, ia baru saja selesai mandi. Rambutnya bahkan masih meneteskan air. Kali ini Riri mengenakan gaun tidur yang sopan berwarna merah tua. Riri duduk di sofa ruang tamu, dekat dengan pintu utama. Para pelayan telah berbaris rapih bersiap menyambut tuannya.     Bunyi deru mesin mobil menandakan suami Riri yang telah tiba. Riri beranjak berdiri berjalan kehadapan pintu utama yang mulai terbuka, memunculkan siluet suami-suaminya yang tampak gagah. Mereka melangkah dengan penuh daya tarik menuju Riri. Setibanya mereka di hadapan Riri, Riri segera mengulurkan tangannya pada Farrell. Kembar Dawson tampak bingung dibuatnya.     "Riri sayang, minta apa?" tanya Bri yang berdiri disamping Farrell, sedangkan Farrell hanya diam tangan kirinya membawa tas laptop dan tangan kanannya dimasukan ke dalam celana kainnya.     "Minta tangan kak El," jawab Riri polos, lalu dengan mengerutkan kening Farrell meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan Riri yang mungil. Lalu tanpa ragu, Riri mencium punggung tangan Farrell. Membuat Farrell tampak menegang. Riri melakukannya pada setiap punggung tangan kanan suaminya.     "Selamat datang. Itu yang selalu dilakuin istri kalo nyambut suami pas pulang kerja. Riri tau soalnya Ibu dulu suka gitu sama Bapa," ucap Riri mendongak menatap setiap wajah suaminya.     "Ayok makan. Apa mau mandi dulu?" Riri menggandeng tangan Farrell yang tergantung di sebelah tubuhnya.     "Kami mandi dulu," jawab Hugo yang telah sadar dari keterkejutannya.     "Oh ya udah. Di kamar, Riri udah siapin baju ganti buat kalian. Riri tunggu di ruang makan ya."     Riri menaiki tangga menuju lantai tiga, di mana ruang makan keluarga terletak. Meninggalkan suami-suaminya yang mulai memerah dengan d**a yang berdetak heboh tak terkendali. Perlakuan Riri sangat manis! ***         "Maaf menunggu lama?" Sebuah elusan di puncak kepalanya menyadarkan Riri yang sudah menatap lapar makanan yang telah ditata rapih memenuhi meja makan luas itu. Wangi sabun dan sampo silih berganti mengetuk penciuman Riri ketika suami-suaminya bergantian mencium pipi tembam miliknya.     Riri menggeleng. "Enggak lama kok," jawab Riri. Kembar Dawson tersenyum. Setelah perjanjian itu, sikap Riri memang secara bertahap mulai berubah. Dan mulai bersikap sebagai istri dan menganggap sepenuhnya mereka sebagai suaminya. Yah walaupun untuk urusan di atas ranjang, kembar Dawson belum berani mereka bicarakan lagi dengan Riri.     "Selamat makan." Farrell membuka acara makan malam mereka. Riri menyuapkan sesendok penuh nasi dan lauk kedalam mulutnya. Memang setelah Riri berada disini, chef mansion kembar Dawson sudah tak pernah menyuguhkan makanan ala tatakrama Eropa yang biasa terbagi akan makanan pembuka, utama, dan penutup.     Chef memilih menghidangkan makanan dengan cara prasmanan, khas makan bersama di Indonesia. Satu atau dua karbohidrat dengan beberapa pilihan lauk. Sedangkan makanan penutup akan disuguhkan nanti ketika mereka telah selesai makan berat. Riri tampak sangat semangat makan. Tak menyadari suami-suaminya yang sudah menatap berminat pada pipi Riri yang tampak penuh dengan makanan.     Riri mengangkat kepalanya dan tersedak, Riri terbatuk-batuk keras ketika sadar ia menjadi perhatian.     "Hati-hati." Farrell menyodorkan segelas air pada Riri, dan langsung diteguk olehnya.     "Makasih Kak El."     "Lanjutkan." Perintah Farrell. Riri mengangguk ragu. "Kakak gak makan?" tanya Riri ketika suami-suaminya tidak melanjutkan makannya.     "Kami tidak bernafsu dengan makanan ini," jawab Fathan.     "Kenapa?" tanya Riri mengerutkan keningnya. Makanan di piringnya telah habis tak bersisa.     "Karena kami memilih makanan yang akan disajikan olehmu,” jawab Hugo. Riri semakin tak mengerti.     "Tapi Riri gak masak."     "Memang siapa yang menyuruhmu memasak?" tanya Bri yang malah bingung karena ucapan Riri.     "Kan tadi katanya makanan yang disuguhin Riri. Riri kan gak masak."     Seketika kekehan keras terdengar. Bahkan Hendrik dan Fany yang sedari tadi terdiam, tersenyum tipis. Keduanya pamit undur diri, ketika sadar apa yang akan terjadi.     "Kamu sudah tidak berdarah kan?" tanya Hugo lagi. Riri menggeleng. Beberapa hari yang lalu terakhir Riri mengalami menstruasi.     "Jadi saatnya kaumelaksanakan kewajibanmu," lanjut Farrell. Sudah satu minggu lebih mereka berpuasa, tak menyentuh Riri lebih dari ciuman dan remasan ketika Riri sudah terlelap.     "Maksudnya? Kewajiban apa?" tanya Riri bingung. Ayolah Riri sudah suntuk dengan bahasa Belanda seharian ini, jangan mengeruhkan otaknya lagi.     "Kewajiban ranjang," jawab Farrel singkat. Riri memiringkan kepalanya mencoba berpikir. Dan matanya membulat ketika ia mengerti. Sontak suami-suaminya menertawakan tingkahnya itu.     "Kau benar-benar ya." Bri mencium pipi Riri gemas.     "Riri sudah selesai makan?" tanya Fathan, dijawab anggukan yang terasa linglung oleh Riri.     "Ayo ke kamar," ajak Bri menggandeng lengan Riri.     Setibanya di kamar Riri langsung direbahkan di ranjang. Fathan mulai membelai rambutnya, Bri membelai lengan kanannya dan Hugo meremas betis Riri yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang jarang. Sedangkan Farrell mulai menciumi wajah Riri dan melumat bibir Riri dengan bernafsu. Kembali kejadian beberapa hari yang lalu terulang. Tapi kini Riri menyerahkan dirinya dengan sepenuh hati pada para suaminya, karena ia sadar ini kewajibannya.   ***       Kini kamar luas itu masih diisi oleh kembar Dawson dan istri mungil mereka. Kembar Dawson kecuali Farrell masih terlelap dalam mimpi bersama Riri. Farrell dengan wajah datar masih berbaring miring menatap wajah Riri yang masih nyenyak tertidur terlentang. Salah satu tangan Farrell tertekuk, kepalan tangannya itu menahan kepalanya. Dan tangan satunya mulai menggerayangi Riri.     Jari telunjuk besarnya menusuk pipi tembam Riri. Setelah mengikuti arah telunjuk Farrell, tampak pipi itu kembali seperti semula dengan cepat. Tampak lembut dan empuk. Farrell tampak sangat menyukai kegiatannya.     Penasaran, Farrell mendekat dan mencium pipi Riri. Menggigit besar pipi tembam Riri, tapi pemilik pipi itu tampak anteng-anteng saja. Lalu Farrell menyedot pipi Riri dengan gemas, lalu melepasnya kembali. Menyebabkan pipi Riri tampak memerah, lalu perlahan-lahan kembali pada warna semula.     Kembar Dawson yang lainnya mulai terbangun satu persatu dan memperhatikan tingkah Farrell. Dari awal kedatangan Riri dikehiduoan mereka, Farrell lah yang tampak sangat tak peduli pada Riri. Tapi percayalah cinta yang Farrell miliki lebih dari yang mereka miliki. Karena Farrell adalah pemimpin mereka. Otomatis porsi Farrell dalam hal apa pun akan lebih besar.     Riri mengerang ketika lagi-lagi Farrell menyedot gemas pipi Riri. Riri mulai merengek ketika merasakan kecupan dan hisapan di lehernya, disusul jari-jari tangannya yang terasa basah dan hangat dihisap lembut, aneh. Lalu usapan-usapan selembut beledu di kakinya.     Dengan kesal Riri mengucek matanya dengan tangannya yang bebas. Riri hampir memekik ketika tubuh telanjangnya telah dikelilingi oleh para suaminya yang sama telanjangnya dengan dirinya. Riri memerah malu.     "Kami libur hari ini," ujar Farrell yang berhenti menyedot pipi Riri.     "Jadi hari ini. Kami akan kembali menagih kewajibanmu," lanjut Bri yang mulai memainkan p****g Riri, menyebabkan Riri mendesis sakit dan aneh.     "Diranjang," sahut Hugo sembari membelai betis Riri.     "Seharian!!!" Pekik Fathan senang dan mulai menghisap satu persatu jemari Riri.     Riri pasrah saja ketika tubuhnya kembali menjadi santapan pagi suami-suaminya. Riri memekik ketika suami-suaminya menyerangnya secara bersamaan. Disusul erangan dan desahan yang bersahutan kembali terdengar memenuhi kamar luas itu.     ***       Sudah dua bulan lebih Riri menjalani harinya dengan status yang telah Riri terima, sebagai istri kembar Dawson yang terkenal. Tapi Riri harus berpuas diri, dengan hanya bisa menjadi istri mereka di dalam kediaman kembar Dawson saja. Secara Riri tidak diperbolehkan sama sekali untuk ke luar rumah apalagi kini dengan status baru yang dimilikinya.     Riri jenuh dengan aktifitas yang hanya itu-itu saja. Satu hari diisi les musik. Hari berikutnya les matematika. Selanjutnya les bahasa, les etika, les sastra. Selebihnya Riri menghabiskan waktu untuk berkeliling Padang rumput yang berada di sekeliling mansion.     Riri menguap lebar. Dalam dua bulan ini Riri selalu saja kekurangan tidur, karena suami-suaminya sama sekali tidak menginzinkan Riri beristirahat ketika malam. Mereka akan menggerayangi dan membuatnya berkeringat semalaman.     Kecuali jika Riri sedang datang bulan, kembar Dawson tidak akan berani menyentuh Riri. Bahkan mereka akan menjaga jarak sejauh mungkin dengan Riri. Karena pernah suatu malam, Riri digerayangi oleh kembar Dawson, dan ketika mereka akan masuk ke dalam acara utama. Kembar Dawson harus beranjak berendam air dingin di tengah malam, karena Riri tidak bisa melayani mereka. Riri datang bulan.     Sekali lagi Riri menguap dengan pipi bersemu ketika mengingat kegiatan mereka tadi malam, yang sangat panas. Setelah Riri selesai datang bulan. Suami-suaminya tampak sangat senang dan langsung menyerang Riri habis-habisan. Aleef yang menangkap pemandangan pipi Riri yang bersemu tersenyum. Aleef kira, Riri bersemu karena dirinya yang memang dari tadi menatap Riri. Ia kira Riri tertarik padanya.     Aleef berdehem membuat Riri tersadar dari lamunan nya. "Riri aku akan ke toilet dulu. Selesaikan tugas dariku ya." Aleef beranjak meninggalkan Riri yang kembali fokus dengan bukunya.     Riri menorehkan bolpoin yang ia pegang. Mencoba menterjemahkan tulisan yang diberikan oleh Aleef kedalam bahasa Belanda. Riri sekarang sudah mulai bisa berbahasa Belanda dengan lancar, karena Riri tidak hanya belajar teori saja, ia juga langsung praktek dengan pelayannya yang juga bisa bahasa Belanda.     Riri berusaha menyelesaikan tugasnya secepat mungkin, karena kantuk yang ia rasakan sudah tak tertahankan. Mata riri mulai menutup, dan ia merebahkan kepalanya di atas meja. Riri mulai tidur. Suasana perpustakaan yang hening menambah kenyamanan Riri untuk terus masuk ke dalam mimpinya.     Aleef selesai dengan urusannya di toilet. Ia tersenyum ketika melihat Riri yang sudah tertidur. Wajah Riri tampak sangat lucu, sebelah pipi tembamnya tertekan karena menjadi alas tidurnya, menyebabkan bibirnya mengerucut lucu.     Aleef mendekat mengamati wajah yang mulai membayangi hari-harinya. Yang Aleef tahu, Riri adalah gadis manis yang ceria. Dan Riri hanyalah seorang anak pelayan di sini, anak dari Fany yang mendapatkan kemurahan hati dari tuan Dawson agar bisa mendapatkan pendidikan yang eksklusif. Aleef rasa ia ingin memiliki Riri.   ***       Hugo dan Fathan tampak baru sampai di gedung firma hukum milik Bri. Mereka menjadi pusat perhatian ketika memasuki gedung itu. Tapi mereka tak peduli, yang mereka pedulikan adalah mereka segera bertemu dengan Bri.     "Ada apa Bri?" tanya Fathan segera, ketika ia baru saja duduk di sofa ruangan kerja  Bri.     "Ini tentang pesan dari Mom," jawab Bri.     "Pesan apa?" tanya Hugo khawatir.     "Pesan mengenai Riri," jelas Bri.     "Riri? Kenapa? Ada apa?" tanya Fathan bertambah khawatir.     "Dan di mana Farrell sekarang? Ini hal penting, kenapa ia terlambat?!" pekik Hugo.     "Kupikir lebih baik Farrell jangan sampai tahu dulu, karena aku yakin kedepannya Farrell akan bertindak dan mengacaukan segalanya." Jelas Bri. "Dan sekarang lebih baik kita konsentrasi dengan hal yang akan kita bicarakan." Bri langsung menjelaskan pesan dari kedua orangtuanya.   ***       Farrell turun dari mobilnya, ia membenarkan jasnya sembari berjalan memasuki mansion. Farrell masih tampak menawan dengan setelan jas hitamnya, walaupun gurat-gurat lelah telah terlihat di wajahnya rupawannya.     "Di mana Riri?" tanya Farrell pada Fany yang baru saja ke luar dari sisi lain mansion. Farrell melonggarkan simpul dasi yang terasa mencekik lehernya. Fani membungkuk memberi hormat, lalu menjawab. "Nona masih di perpustakaan, ini masih jam les bahasanya Tuan."     "Bawa tasku ke ruang kerja. Aku akan melihat Riri terlebih dahulu." Farrell melirik pada Hendrik yang berada di belakangnya. Farrell menapaki anak tangga menuju perpustakaan yang berada di lantai dua. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Farrell mendorong pintu perpustakaan dengan perlahan. Ia melangkah dengan pelan, tidak ingin menimbulkan suara yang tak dibutuhkan.     Tak membutuhkan waktu lama hingga ia mendapatkan yang ia cari. Rahang Farrell langsung mengeras, ketika mendapati sesuatu yang tak sesuai harapannya. Pria asing yang sama sekali tak ingin Farrell kenal, sedang berusaha mencium Riri yang tampak terlelap. Dengan amarah yang membludak. Farrell melangkah dan meraih keras kerah kemeja pria asing, yang ternyata Aleef, guru bahasa Riri.     Farrell memukul keras rahang Aleef hingga terdengar suara hantaman yang keras. Aleef tersungkur ke lantai.     "Tu-tuan Dawson?!" Aleef memekik pelan.     "Sialan! Beraninya kau?!" Farrell kembali meraih kerah Aleef dan menyarangkan pukulan-pukulan telak di wajah tampan Aleef. Setelah Farrell melihat Aleef yang tak sadarkan diri, ia melepaskan kerah Aleef. Mengelap lengannya yang berlumuran darah Aleef ke kemeja biru muda Aleef. Ia berdecih.     Farrell berbalik, dan menghela napas lega ketika Riri masih tertidur dengan lelapnya. Farrell menggendong Riri berniat membawanya ke kamar mereka. Farrell sekali lagi melirik tubuh Aleef dan melangkahinya.         Farrell mendengus ketika selimut yang ia balutkan pada tubuh Riri, ditendang oleh Riri hingga jatuh ke lantai. Mungkin karena cuaca yang memang agak panas kali ini. Farrell ke luar kamar dan memilih masuk kedalam ruang kerjanya yang berada di lantai tiga mansion. Ada beberapa pekerjaan yang memang ia tinggalkan karena ia memilih segera pulang, ketika ia merasakan sesuatu akan terjadi pada Riri. Dan benar saja, jika ia tak pulang mungkin Riri telah disentuh pria b******n itu.     "Pecat pria tadi!" Farrell menatap tajam pada Hendrik yang menyuguhkan secangkir kopi hitam padanya.     "Baik Tuan. Ada lagi?" tanya Hendrik .     "Berikan beberapa patah tulang di kaki dan tangannya. Dan kedepannya jangan pekerjakan guru laki-laki lagi. Pekerjakan guru wanita yang sopan, dan berumur," perintah Farrell yang diangguki Hendrik.     Farrell kembali berkutat dengan pekerjaannya yang memang sudah menunggu. Kacamata baca kini bertengger dihidung tinggi miliknya. Larut dengan pekerjaannya, Farrell baru sadar jika waktu telah beranjak malam. Dan sudah memasuki waktu makan malam. Farrell beranjak menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Farrell masuk ke kamar, sudah ada saudara kembarnya yang lainnya yang ternyata sudah berganti dengan pakaian rumahan.     "Kalian sudah pulang?" tanya Farrell     "Iya baru saja kami selesai mandi," jawab Hugo.     "Sejak kapan Riri tidur?" tanya Fathan.     "Ini sudah waktunya makan malam, kita harus membangunkannya," sambung Bri.     "Kalian turunlah terlebih dahulu. Aku akan mandi dan membangunkan Riri nanti!" perintah Farrell sembari memasuki kamar mandi.     Ketiga pria dewasa itu mengangguk, bergantian mencium pipi Riri yang terlihat semakin tembam saja. Selesai dengan mandinya, Farrell sudah siap dengan kaos hitam polos dan celana bahan selututnya.     "Riri bangunlah. Ayo sudah waktunya makan malam." Farrell menepuki pipi Riri pelan. Riri malah bergumam tak jelas, mengecap bibirnya beberapa kali.     "Riri! Hei bangun!" Farrell mulai gemas sendiri, ketika Riri telah merenggangkan tangannya dan malah terlelap kembali. Farrell menarik tangan Riri, membuat Riri terduduk.     "Bangun Riri." Farrell menepuki pipi Riri lagi. Dan berhasil, Riri membuka matanya sedikit.     "Kenapa?" Riri bertanya serak.     "Bangun. Makan malam Riri," jawab Farrell.     "Tapi Riri ngantuk. Mau tidur aja," gumam Riri akan kembali berbaring, tapi langsung ditahan Farrell. Tingkah Farrell membuat Riri kesal. Farrell dengan gemas menggigit besar pipi Riri, menyedot pipi tembam Riri dengan gemas. Riri kesal. Ia benar-benar ingin tidur. Riri mulai merengek dan menangis.     "Hiks Riri ngantuk. Riri mau tidur," Riri merengek.     "Cup cup. Kita turun ya. Kauharus makan," Farrell mulai membujuk.     Riri merentangkan tangannya meminta digendong oleh Farrell. Farrell meraih Riri kedalam gendongannya. Riri dengan senang langsung melingkarkan tangannya di leher Farrell, sedangkan kedua kakinya ia lilitkan di perut Farrell. Riri mulai masuk ke dalam mimpinya ketika tubuhnya terombang-ambing.     "Riri bangun dulu. Kita makan." Farrell menepuk pelan punggung Riri. Ia sudah duduk di ruang makan.     "Riri sayang bangun." Bri membantu Farrell. Riri bergumam lalu menoleh, Farrell merubah posisi duduk Riri menjadi menyamping di pangkuannya.     "Selamat makan." Farrell berucap, membuka acara makan malam kali ini.     "Makan." Farrell menyodorkan sesendok nasi dan lauk ke depan bibir Riri yang masih terkatup. Riri membuka bibirnya dan mulai melumat makanan itu. Mata Riri masih terbuka dan tertutup dengan perlahan. Ia masih sangat ngantuk sekarang. Farrell berusaha agar Riri menghabiskan makan malamnya.     "Sudah kenyang. Riri mau tidur." Riri berbalik dan kembali memeluk leher Farrell.     "Riri sayang, tidur dengan kak Athan dulu ya, El belum makan." Fathan membujuk Riri agar mau tidur di pangkuannya terlebih dahulu, karena sejak tadi Farrel memang belum makan sesuap pun.     Tapi Riri sama sekali tidak menoleh atau menjawab. Maka Fathan dengan gerakan perlahan mulai mengambil alih Riri. Riri hanya bergumam ketika tubuhnya telah berpindah pada pangkuan Fathan.     "Makan Farrell," Bri berujar sambil menyesap anggur merahnya.     "Sepertinya malam ini kita tidak akan mendapatkan jatah," seloroh Hugo.     "Ya ini juga salah kita. Terlalu memaksakan tubuh Riri. Riri masih pemula," tambah Fathan.     "Ya sudah, malam ini lebih baik kita istirahat saja," Farrell berujar setelah memakan makan malamnya. Kembar Dawson mengangguk setuju. Lalu beranjak menuju kamar mereka.     Fathan merebahkan tubuh Riri di tengah kasur super luas itu, lalu merebahkan dirinya sendiri disisi kiri Riri. Farrell menyusul di sebelah kanan Riri. Bri dan Hugo masing-masing merebahkan diri di samping Fathan dan Hugo.     Sekuat tenaga kembar Dawson menekan hasrat mereka yang memang sangat mudah memuncak ketika berada berdekatan dengan Riri. Istri kecil mereka benar-benar hebat bukan? Hanya melihat Riri berkedip saja sudah membuat libido mereka melonjak naik dengan cepat. Ah sepertinya mereka sudah benar-benar gila. Ya, tergila-gila oleh Riri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD