Bab 8

1303 Words
Desa Engklo adalah bagian dari Engadin yang merupakan lembah pegunungan yang terletak di Kanton Grigioni, Swiss bagian tenggara. Lembah ini berdekatan dengan Südtirol, Val Poschiavo, Val Bregaglia, dan Austria. Di Engadin mengalir Sungai Inn. Dari sinilah asal nama Engadin, yang berarti "kebun Inn". Untusan penduduk desa itu tersenyum senang, dan Monalisa juga turut bahagia. Dia sudah mengatur semua jadwal pembagian waktu dan pengantaran, semua penduduk desa yang berjumlah 150 kepala keluarga ini selalu tepat waktu. Aku harus tidur lebih cepat karena hari yang baik di awali dengan tubuh yang sehat. Ayah, ibu… do’akan agar aku tidak melakukan kesalahan dan semua ini berjalan dengan sangat lancar. Monalisa memejamkan matanya, dia berharap ada sebuah senyum yang akan menghampiri dirinya di dalam mimpi nanti. Hardin, apa kau sudah tidur? Selamat malam Hardin semoga kau baik-baik saja! Aku mencintai dirimu. Datanglah di mimpiku malam ini, karena aku merindukan dirimu. “Monalisa, Monalisa, ayo bangun ini aku, Hardin.” “Hardin, apa kau sudah makan? Kenapa ke sekolah pagi sekali.” “Kau tertidur di sekolah karena datang pagi-pagi? Kenapa selalu begini ketika ujian? Aku buru-buru menyusulmu karena takut kau sendirian.” Cup, Hardin mencium mata kiri dan mata Kanan Monalisa bergantian. Dia mengusap rambut kekasih hati yang sudah 5 tahun dia pacari. Ya mereka memulai cinta ini sejak duduk di kelas 7 hingga saat ini duduk di kelas 11. “Hardin jangan menciumku kalau di sekolah.” Dia tersenyum, “Tapi baterai ini kosong, jadi aku perlu melakukannya di bibirmu.” “Kau ada-ada saja!” “Monalisa, kau tidak akan pernah meninggalkan aku, bukan?! aku tidak akan bisa hidup tanpamu. Aku pasti mati jika kau tak ada di sisiku! Mereka semua sibuk dengan diri mereka sendiri, aku hanya memiliki dirimu. Aku akan mati Monalisa.” “Hardin, tidak Hardin.” “Monalisa, aku akan mati!” “Tidak Hardin jangan melakukan ini padaku.” Hah… hah… hah… aku bermimpi buruk! Monalisa menatap jam sudah menunjukkan pukul 05 pagi. Dia tak lagi sibuk seperti dulu karena memiliki pekerja sekitar 20 orang yang sudah bertanggungjawab untuk semuanya. Aku akan bersiap, semoga hari ini baik-baik saja. Dengan mobilnya Monalisa seperti biasa dengan pakaian yang sangat sopan menuju Hotel YELLOE sebagai utusan penduduk desa. “Selamat pagi, saya utusan dari Desa Engklo. Saya sudah ada janji dengan pemilik sekaligus direktur utama Hotel ini. Apa saya bisa menemui beliau sekarang?!” “Nona, anda sudah di tunggu. Jadi silahkan masuk saja karena sebentar lagi Bos kami akan turun menemui anda.” “Baiklah, terimakasih.” Turun? Apa Bos tinggal di Hotel ini? Tapi wajar saja karena hotel ini baru saja di buka sekitar satu bulan. Mungkin masih banyak pekerjaan yang belum beliau selesaikan. Suara pintu terbuka, Monalisa merapikan kemeja putih yang dia gunakan. Gadis itu berbalik dan, “Selamat pa-” kalimat itu terhenti di ujung lidah Monalisa saat melihat siapa pria yang ada di hadapannya. “Hardin.” Pria itu langsung mengangkat wajahnya. Hardin yang kini berdiri di depan Monalisa turut membatu, tapi dengan cepat dia mengalihkan diri. “Selamat pagi, silahkan duduk.” Monalisa tidak bisa bernapas, matanya masih menatap Hardin dengan seksama. Jantungnya berdegub kencang dan sesekali dia menelan saliva yang semakin di telan semakin menumpuk saja. “Hardin.” “Hah,” pria ini menghela napasnya. “Nona, apa anda utusan dari penduduk Desa? Saya ingin tahu apa yang mereka katakan pada anda.” “Hah…?!” Monalisa menjadi bodoh dan linglung, dia menelan saliva lagi, bahkan tarikan napasnya terdengar sangat jelas di telinga Hardin. “Ini… ini…” dia sangat gugup, Monalisa yakin ini bukan mimpi. Hardin mengambil berkas yang ada di tangan Monalisa. “Jadi mereka setuju? Kalau begitu saya akan tanda tangan di sini dan kontrak kita beres. Semoga satu tahun ke depan kita semua menjadi lebih baik.” Mata Monalisa bergerak kesana kemari, dia bingung harus mengatakan apa saat ini. Ini adalah Hardin yang dia rindukan, dan mimpikan sepanjang malam. Tapi entah kenapa dia menjadi batu sekarang. Hardin… wangimu masih sama. Tapi kenapa kau dan aku terlihat sangat berbeda. Hardin, itu benar-benar kamu, bukan? Tapi kenapa kau bertingkah seolah tidak mengenal diriku? Hardin… “Nona, kami akan menghubungi lagi nanti! Jadi saya permisi dulu.” Hardin berdiri dari hadapan Monalisa dan bersiap untuk pergi darinya. Wajah dingin Hardin membuat Monalisa takut, dia tak berani hanya untuk sekedar menyapa. Apalagi untuk meminta maaf, Monalisa sangat tidak berani. “B, Bos.” lagi-lagi Monalisa tergagap tak bisa bicara. Dia menjadi bodoh dan linglung. Hardin masih menatap Monalisa dengan pandangan dingin, entah apa yang pria ini pikirkan sekarang. “Hah… saya permisi Nona.” Oh tidak Hardin, aku harus bicara padamu. Hardin, apa yang harus aku lakukan, aku harus minta maaf padamu. Dengan bodohnya Monalisa mengikuti langkah Hardin yang kini kian besar dan cepat. Dia masuk ke dalam lift dan tanpa sadar Monalisa pun ikut masuk ke dalamnya Hardin tidak berekspresi sama sekali, dia hanya terus melangkah ke tempat yang dia inginkan sedangkan Monalisa mengikuti bagai tikus yang lapar. Monalisa lagi-lagi menelan saliva saat tubuhnya tepat berada di belakang Hardin. Dia tak menyadari apapun, sedangkan Hardin dia sedang menekan kode akses kamar yang dia tempati. Hardin kembali melangkah dan Monalisa mengikuti lagi langkah itu, sungguh dia menjadi bodoh dan tak tahu apapun. Monalisa sangat parah dan linglung. Mungkin ketika Monalisa sadar akan kelakuannya saat ini, dia akan menghantukkan kening di dinding sampai pingsan. Hardin kembali menghentikan langkahnya, dan Monalisa juga stop. Dia masih mengatur napas dan terawang-awang. Hardin menghela napasnya panjang melihat seseorang yang mengikuti dirinya sejak tadi. Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Hardin? Apa dia akan marah besar? Bagaimana ini? Ya Tuhan dia tampan sekali sedangkan aku seperti ini. Aku harus minta maaf, aku hanya akan melakukan itu! Aku akan minta maaf dan pergi. Monalisa yang masih menunduk dan galau memukul kepalanya sendiri berkali-kali. Dia tak sadar jika Hardin sudah membuka pakaiannya dan kini bertelanjang d**a. Hardin melirik sedikit ke arah Monalisa tapi gadis itu tidak bergeming sama sekali. Hardin yang sudah memegang ikat pinggangnya kini semakin masam dan kesal. Tanpa segan dia membuka celana di depan Monalisa yang tepat berada di belakangnya. Celana itu jatuh tepat di bawah kaki Monalisa. Deg, deg, deg… jantungnya berdebar dengan hebat. Dia mencoba mengangkat kepalanya dan “A….” Monalisa mencoba berlari ke luar dari kamar tersebut, dia membuka pintu kamar Hardin tak kunjung bisa. “A…” Monalisa kembali berteriak saat Hardin kini menatap wajahnya tanpa malu. Pria ini menggunakan celana boxer super pendek dan itu membuat Monalisa ingin pingsan. Dia tak pernah melakukan hal gila seperti ini, Monalisa tahu ini salahnya karena terus mengikuti langkah Hardin, tapi kenapa dia tak melarang. Monalisa ingin menangis rasanya. Hardin tak bicara sama sekali tapi Monalisa mendengar langkah kakinya menjauh, tak lama dia mendengar suara air yang mengalir yang cukup deras. Dia mandi? Bukankah ini masih pagi? Apa dia menemuiku tadi belum mandi pagi? Ah tidak-tidak, itu bukan urusanku sama sekali. Terserah dia mau apa? Aku hanya perlu keluar dari sini sekarang. Benar-benar memalukan. Kenapa pertemuan pertama kami begini? Monalisa menutup wajahnya, dia berjalan pelan kembali menuju pintu. Dia mencoba membukanya berulang kali tak kunjung bisa. Tubuh Monalisa akhirnya lemah, dia bersandar pada pintu. Dia malu sekali dan rasanya ingin mati saat ini juga. Entah kenapa ini terjadi dengan mendadak. Suara pintu kamar mandi terbuka, kamar hotel milik Hardin memang sangat luas tapi tak ada sekat sama sekali. Hanya ada lorong kecil di ujung pintu dan Monalisa berusaha menyembunyikan dirinya di sana. Hardin yang sangat seksi berjalan ke arah lemari pakaian dan mengambil pakaiannya tanpa menoleh ke arah Monalisa. Tuhan, bantu aku. Keluarkan aku dari sini, aku mohon. Hardin menghela napas lagi, kini dia mengambil laptop dan mengerjakan sesuatu di meja kerjanya. Sedangkan Monalisa masih duduk di pintu, dia lelah sekali dan sangat gugup. Terserah Hardin mau bagaimana yang jelas Monalisa saat ini tidak bisa menunjukkan wajahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD