Bab 47 [ Noriyuki Oubi POV ]

1844 Words
Ayah --——————                                                  Kau akan menyesal kalau kau tidak menjawab telepon dariku, Noriyuki. Perjodohan ini sangat menguntungkan untuk keluarga kita, atau setidaknya, berterima kasihlah pada Komisaris Marumaki karena sudah bersedia membantu kesulitan ekonomi keluarga kita. Jadilah anak yang bisa kubanggakan. - - - -                                            Aku memijit keningku saat aku kembali melihat pesan yang ayahku berikan. Ini memang bukan pertama kalinya, hanya saja aku merasa kalau apa yang sedang ayahku lakukan ini sangat menyebalkan untukku. Jadi, kuabaikan semua pesan-pesan itu dan melemparkan ponselku ke atas ranjang. Seandainya hari ini aku tidak ada jadwal kuliah, mungkin aku akan pergi ke rumah dan menemui ayahku yang t***l itu, memarahinya atau bahkan memutuskan hubungan ayah dan anak kami. Meski sebenarnya kurasa itu tidak berguna, karena sejak aku memutuskan untuk tinggal sendirian di Tokyo, kurasa aku juga sudah tidak pernah berpikir memiliki orang tua. Sudah hampir dua tahun aku menyewa sebuah apartemen kecil di kota besar. Harganya mungkin tidak terlalu membuatku merogoh uang terlalu dalam, lagi pula aku juga dapat makan dari tempatku bekerja, bahkan terkadang aku membawa pulang beberapa makanan yang tidak habis dijual sementara masa kadaluarsanya sudah hampir berakhir. Kuliahku mungkin mendapat beasiswa penuh tapi, kehidupan sehari-hariku tentu saja aku yang menanggung. Dan bekerja di kafe milik Arata Kenichi, adalah pilihan terbaik daripada aku harus mendapatkan biaya hidup cuma-cuma dari keluarganya. Ya, aku sempat mendapat tawaran untuk disekolahkan gratis, secara keseluruhan dan mereka mengatakan kalau aku hanya harus mendapat nilai bagus dan bersenang-senang. Tapi kurasa tidak. Yang seperti itu mungkin sangat menggiurkan. Bisa dapat biaya hidup, sekolah, dan semua keperluanku ditanggung secara sukarela oleh orang lain hanya karena keluargaku kesulitan finansial. Ah, kalau kusebut karena keluargaku kesulitan finansial rasanya itu tidak tepat. Mungkin beberapa tahun ke belakang keluarga kami sedikit punya masalah hanya saja semuanya sudah terkendali setelah ayahku dapat suntikan dana dari komisaris Marumaki.  Ayah kandung Kuroda Shouhei. “Makan apa aku ...? gumamku saat melihat isi lemari es. Hanya saja di sana tidak ada apapun kecuali beberapa butir telur. Baiklah, kurasa aku hanya akan sarapan ini sekarang, lagi pula aku juga belum pergi berbelanja selama seminggu ini. Jadi, aku mengambil sisa telur-telur itu, menggorengnya dan memakannya tanpa tambahan apapun. Setelah selesai makan, aku langsung mengambil ransel dan berjalan ke luar. Hanya saja, perhatianku kembali teralih pada tempat tidurku, di mana ponselku masih ada di sana. Aku ingin meninggalkan ponsel itu di sana, hanya saja bagaimana kalau dosen atau teman-temanku menelepon dan menanyakan sesuatu yang penting? Ya, karena semua pesan yang diberikan ayahku adalah hal yang sangat tidak penting. Dan seperti biasa, aku pergi ke kampus paginya, mengikuti beberapa pelajaran dan pergi untuk bekerja. Tiba di kafe, aku melihat Arata Kenichi sudah ada di sana, berdiri di belakang meja kasir sambil menghitung beberapa lembar uang yang sudah dia dapatkan karena membuka kafe lebih pagi dari biasanya. “Tumben?” tanyaku setelah masuk. “Ah, Nora. Bagaimana kuliahmu?” “Sudah selesai.” “Kau sudah makan siang?” “Aku sudah makan tadi pagi.” “Hei, remaja sepertimu harus banyak makan, karena kalau tidak nanti kau malah akan jadi cebol saat dewasa.” “Maaf ya, tinggiku sudah 180cm sekarang, dan jika tidak bertambah lagi, kurasa tidak masalah.” “Hooo~ tapi, lihat.” Arata berdiri di depanku dan mensejajarkan dirinya denganku, “Mmn ... masih kurang tiga jengkal lagi. Kau harus banyak makan agar kau bisa setinggi aku, sana.” Arata menepuk punggungku dan menggiringku ke dapur lalu lagi-lagi aku disuruh makan oleh koki di sana. “Aku sedang tidak ingin makan, kenapa kain menyuruhku makan terus?” “Karena kalau kau tidak makan, mungkin kami akan langsung dipecat oleh Arata-san.” “Kenapa mereka harus memecat kalian? Memangnya orang itu bisa masak sesuatu untuk tamu di sini?” “Haha ... sudahlah, ayo isi perutmu sebelum bekerja, tadi Arata-san sudah menyuruh kami membuat makanan untukmu, sana makan dulu.” “Ish,” aku mendengus sebal mendengarnya, “kalian ini benar-benar dibuat seperti orang bodoh olehnya.” “Yang penting kami digaji, hahaha ....” Aku menyungging seulas senyum sebal, hanya saja aku tidak benar-benar sebal dengan pernyataan itu, karena bagaimanapun, pernyataan itu memang benar. Apapun yang dilakukan Arata, terserah. Yang penting kami dapat bayaran kami dengan layak. Aku mengambil makanan yang sudah disiapkan untukku, sebenarnya itu makanan bersama, tapi karena hanya tersisa satu piring, maka kurasa pantas kalau itu kusebut 'disiapkan untukku'. "Nora," panggil salah satu karyawan. "Hm?" "Kau sudah masih ingin terus melanjutkan kuliahmu?" "Tentu saja, aku butuh gelar itu untuk bekerja di tempat yang lebih layak." "Apa, Arata-san tidak membayarmu layak?" "Sangat layak, tapi aku seperti diasuh olehnya." "Wah, kau benar-benar luar biasa. Kalau begitu teruskan!" Ujar salah satu yang lain menyemangatiku. Kemudian semuanya tertawa. Setelah menghabiskan makananku, aku kembali ke depan, menggantikan Arata duduk di belakang kasir, hanya saja tiba-tiba ponselku berdering, kau tidak mau, aku membukanya lebih dulu sebelum mulai bekerja. Sial rasanya saat aku membaca pesan dari Kuroda Shouhei. [ Aku ingin bertemu denganmu. ] Tunggu, kenapa dia ingin bertemu denganku? Apa aku berbuat salah padanya? Hanya saja, aku mengiyakan apa yang dia mau, setidaknya aku bisa tahu apa yang ingin dia tanyakan padaku setelah kami bertemu. "Ada apa?" Tanya Arata saat melihatku sangat serius setelah membalas pesan singkat itu. "Bisa kau pergi bandara setelah ini?" "Apa?" "Ada seseorang yang ingin menemuiku tapi, aku tidak bisa menjemputnya menggunakan taksi, terlalu mahal. Jadi, bisakah menolongku?" Kulihat Arata memutar bola matanya sebal, meski setelah itu dia mengiyakan apa yang kuminta. Setelah itu dia meminta nomer telepon orang yang ingin kujemput di bandara, betapa terkejutnya dia saat nomer telepon yang kusebut, ternyata ada di kontak ponselnya. "Kuroda?" Dia memastikan dan aku mengangguk. "Apa yang ingin kalian bicarakan?" Aku menggidikkan bahu. "Entahlah, sebaiknya jemput saja dia dan kau bisa tanyakan padanya nanti." "Aaiih~ dia itu menganggapku musuh, bagaimana bisa aku menjemput orang yang bahkan membenciku." "Kalau begitu jangan bicara dengannya sepanjang jalan. "Ah, Nora, kau kejam sekali." Gerutunya. Tapi, meskipun dia menggerutu, Arata tetap membantuku menjemput Kuroda Shouhei. Hanya saja, alasan kenapa dia ingin menemuiku, kurasa ada hubungannya dengan telepon dan isi pesan ayahku selama ini. Jadi, selama Arata pergi ke bandara, selama itu juga aku bekerja menggantikannya. Padahal, mungkin baru kemarin kami bertemu di penginapan itu. Aku melihatnya memeluk Omega -nya, Omega yang juga disukai Arata sejak sangat lama, hanya saja Omega itu sedang mengandung dan kandungan itu sudah tidak bisa disembunyikan lagi. Kurasa, aku beruntung karena waktu itu, Arata tidak melihatnya. Karena jika Arata melihat, bukan tidak mungkin pria menyedihkan itu akan putus asa dan bunuh diri. Ah, kurasa yang terakhir tidak akan pernah terjadi. Selama lebih dari satu setengah jam aku menunggu sambil melayani pelanggan, akhirnya Arata datang bersama Kuroda Shouhei bersamanya, setelah masuk, Arata langsung membawa Kuroda naik ke lantai atas di mana ada satu meja kosong dan hanya satu-satunya di sana. Tentu saja, karena tempat itu selalu dipakai oleh Arata untuk melamun dan menghabiskan banyak cangkir kopi sambil menulis hak tidak berarti di laptop miliknya, dan aku tidak percaya kalau dia membawa Kuroda Shouhei ke tempat kesukaannya sekarang. Saat Arata membawa naik Kuroda, aku pergi ke dapur terbuka untuk meminta secangkir kopi pada barista, sebelum kubawa naik kopi itu. “Jadi kau yang namanya Noriyuki Oubi?” tanya Kuroda setelah aku menaruh cangkir kopi itu di hadapannya. “Benar.” Aku mengangguk sambil kembali membungkuk. Kuroda Shouhei, anak dari kepala kepolisian Kansai. Anak tertua dari anak perempuan yang dijodohkan ayah denganku. "Kau pasti sudah tahu alasanku datang kemari?" "Tentu." "Jadi, keputusanmu? Karena jujur, aku tidak terlalu suka dengan hal seperti ini. Bukan hanya rentan usia kalian yang sangat jauh tapi, juga tentang hal-hal lain yang mungkin harusnya belum kalian lakukan di usia seperti ini, terutama kau." Ah, kurasa bukan hanya aku yang menolak perjodohan konyol ini. Jujur saja, aku belum pernah melihat wajah Marumaki Hirano, hanya saja, jika mendengar cerita Arata dan penjelasan ayah, kurasa usia dua saudara ini tidak berbeda jauh, tapi sangat jauh dari usiaku. Tentu saja aku menolak. Bukan karena aku tidak bisa menjalin hubungan dengan orang yang lebih tua dariku tapi, karena aku memang masih ingin melakukan banyak hal daripada terjebak dalam sebuah pernikahan. Dan kurasa, itu juga yang dipikirkan oleh Marumaki Hirano. "Kupikir kau berniat melanjutkan perjodohan ini demi adikmu, Kuroda-san." Aku seperti sedang mencoba memancing di air keruh. Dan beruntung, Kuroda Shouhei menangkap umpanku dengan mudah. "Kau berpikir apa, bocah?" "Aku hanya menebak, kalau kau melakukan banyak hal untuk menyenangkan hati adik kesayanganmu itu." "Melakukan banyak hal bukan berarti aku mengiyakan apa yang ayahku berikan padanya. Perjodohan, huh, konyol dan kolot sekali pemikiran itu." Hardiknya sambil tersenyum. Ah, sekarang aku tahu bagaimana bencinya Kuroda Shouhei pada ayahnya "Lalu apa yang harus kulakukan?" Tanyaku langsung pada intinya. "Kau hanya harus mengatakan bahwa kau menolak perjodohan ini." "Kalau mereka tetap berpikir untuk melanjutkan semua ini karena alasan bisnis dan perasaan malu?" "Akan kutarik Hiro dan kubuang dia ke luar negeri." "Hanya itu? Kurasa itu tidak akan berdampak baik pada karirmu. Bukankah, istrimu sedang mengandung? Kurasa itu akan membutuhkan biaya tidak sedikit, terlebih, kudengar anak sulungmu sudah mulai sekolah tahun ini?" "Apa kau sedang mengkhawatirkanku?" "Tentu saja tidak, aku dan kau tidak saling kenal sebelum ini dan kurasa, apapun yang kau lakukan bukan urusanmu." "Tidak denganku tapi, semuanya berhubungan dengan Sousuke, bukan?" Aku menaikkan sebelah alisku. Tunggu, kenapa tiba-tiba dia membahas omega -nya? "Di penginapan, kupikir kau melihatku tapi, ternyata kau memelototi omegaku. Apa karena kau tahu dia omega yang disukai pemilik kafe ini?" Huh, apa-apaan itu? Terdengar sangat lucu di telingaku. Hanya saja tidak sopan rasanya jika aku tertawa sekarang. "Bagaimana kalau kesampingkan masalah itu dan kita bahas masalah tentang perjodohan ini?" Aku menyela. "Baiklah, dan intinya, aku menolak perjodohan konyol ini. Kau?" "Jujur aku masih kuliah dan masih ingin melanjutkan pendidikanku, tapi perjodohan ini sungguh membuatku tidak bisa berpikir dengan baik jadi, kuharap kau bisa berbuat sesuatu dengan ini." Kulihat Kuroda Shouhei mengangguk. "Apa kau punya kertas dan bolpoin? Aku ingin kau menulis sesuatu." "Tentu saja." Jawabku. Aku langsung turun ke lantai bawah, mengambil apa yang dia inginkan lalu kembali naik dan duduk di hadapannya seperti semula. Setelah itu dia memintaku menulis pertanyaan penolakan, kutandatangani dan kuserahkan padanya. "Apa ini cukup?" Tanyaku, tapi dia menggeleng. "Akan kuhubungi kau lagi dan saat itu, kuharap kau bisa datang ke Kansai untuk itu." "Jika itu bisa menghentikan perjodohan ini, kurasa aku tidak masalah kalau harus pergi ke Kansai." Jawabku pasti. Kupikir, Kuroda Shouhei akan mengatakan lebih banyak hal tapi, dia malah melipat kertas yang dia dapat dariku kemudian memasukkannya ke dalam saku jas sebelum beranjak dari sana. "Terima kasih karena sudah meluangkan waktu untukku. Sampai jumpa nanti." Ujarnya kemudian pergi. Aku ingin mengantar pria itu, hanya saja tidak kulakukan karena kalau aku mengejarnya, harga diri pria itu pasti akan langsung turun, karena orang seperti Kuroda Shouhei, adalah pria yang sangat menjunjung tinggi harga diri. Selain itu juga hubungannya dengan Arata tidak terlalu baik setelah dia tahu kalau Arata masih berharap memiliki Omega itu untuk dirinya. "Sudah selesai?" Tanya Arata setelah aku turun membawa cangkir kopi yang masih utuh. Arata melirik cangkir itu dan mendecih setelahnya. "Ch, itu harganya sangat mahal, kenapa dia tidak menyentuhnya sama sekali padahal sudah diberi gratis?" "Akan kubayar, dia tamuku." "Ah, kenapa harus kau yang bayar? Uangnya lebih banyak dari yang kau terima dariku. Jadi, berhenti berpikir untuk menggantinya." Mendengar itu, aku hanya melirik Arata tanpa berkomentar apapun. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD