Valentino pov
Ya Tuhan, mimpi apa aku sekarang? Lilianne ada dihadapanku menatapku dengan wajah memerah, mata sayu dan tubuh lemas berkeringat tidak karuan.
Aku menelan salivaku. "Bu, ibu percaya saya kan?"
Kami belum terlalu mengenal terutama dia tidak tau siapa aku. Hanya aku yang selama ini memperhatikannya. Hanya aku yang selama ini tertarik padanya.
Apa yang harus aku lakukan?
Saat dia bilang bahwa penjahat itu memberinya minuman dengan paksa, dilihat dari reaksinya aku yakin mereka memberi obat perangsang dan setahuku satu-satunya cara untuk menghilangkan pengaruh obat itu adalah.... astaga!!
Aku terhenyak saat dia mengangguk.
"T..tolong saya No. Saya ga betah rasanya p..panas..." suaranya parau membuatku galau. Aku ingin menolongnya tapi aku tidak tau apakah dia akan setuju dengan apa yang akan aku perbuat.
Aku membawanya ke kamarku. Dia sekilas melihat sekeliling dan kembali menatapku.
"Gimana caranya ilangin pengaruh minuman itu No? saya..." dia mengibaskan kerahnya, seolah ada api di dalam tubuhnya. Bajunya semakin basah membuatku semakin bingung.
"Tapi Bu, caranya mmm... caranya itu..." Aku solah tidak menemukan kalimat yang tepat.
"Apa No? Cepet kasih tau saya!!" Matanya berkilat emosi.
"Caranya..belum tentu ibu suka dan mau lakuinnya.."
Dia bingung menatapku sambil terus menjilat bibirnya.
"Setau saya satu-satunya cara untuk ilangin itu ibu harus.. mm..." Gimana bilangnya ya? Duh dia tau ga ya?
"Apa seperti yang pernah saya liat di film-film No?" Dia mengerang sambil melotot dan sedetik aku merasa kalau matanya sangat indah.
Aku mengangguk pelan. "Tapi bu, gimana kalau saya hubungi suami ibu? Biar dia yang..."
Dia menggeleng keras. Apa maksudnya? Dia tidak mau memberitahu suaminya atau apa? Aku mengusap kasar wajahku.
Tangannya gemetar saat terulur padaku. "Kamu aja tolong bantu saya, No."
"Tapi Bu..."
"Please....."
Ucapannya seperti siraman es ke kepalaku. Aku menyambut tangannya pelan dan mengangguk.
"Saya harus gimana No?" Tangannya merambat ke lenganku dan aku merasakan sengatan listrik di seluruh tubuhku. Aku menarik tubuhnya dan d**a kami bersentuhan.
Darahku berdesir saat wajahnya hanya berjarak sejengkal dari wajahku. Aku melihat guratan kematangan umurnya dan itu menambah kecantikannya.
Dia tidak memejamkan matanya saat aku terus mendekat dan mengecup bibirnya perlahan. Tubuhnya gemetar entah menahan apa atau berusaha menolak tapi aku melanjutkan menciumnya lebih berani saat tangannya naik dan melingkar di leherku.
Ah, andai ini mimpi rasanya aku tidak ingin bangun. Mimpi apa aku bisa mencium dan merasakan bibir wanita itu? Tanganku bergerak memeluk pinggangnya dan mendekatkan tubuh kami berdua. Aku mendengarnya mendesah membuat gairahku bangkit.
Ciumannya berubah menuntut dan lidah kami saling membelai menambah ketegangan tubuhku. Aku mengiringnya mendekati ranjang.
Tangan Lilianne mengusap dadaku dan aku meremas bokongnya, menempelkan kejantananku ke perutnya. Dia mendesah dan suaranya terasa menyenangkan ditelingaku.
Aku melepaskan bibir kami. Napasnya memburu, mataku turun menatap dadanya yang naik turun.
"Lilianne..." aku menyebutkan namanya dan dia memejamkan mata. Saat matanya terbuka aku seolah terlempar ke dalam mimpiku beberapa waktu lalu. Dimana aku bercinta dengannya dan aku tidak akan percaya bahwa mimpiku akan menjadi nyata.
Tangan Lilianne bergerak membuka kemejaku. Jarinya gugup tapi aku membiarkan dia melakukan apa yang dia mau. Saat kemejaku terjatuh matanya membulat terpana dan aku membiarkannya mengagumi tubuhku. Dia mengecup dadaku dan aku memejamkan mata meresapi perlakuannya. Dia berkeliling mengecup bahu kemudian punggungku dan kembali menghadapku.
Jari lentiknya menuntun tanganku untuk menarik blousenya dan aku melihat p******a cantik terbalut bra indah berenda berwarna coklat tua.
Aku mengepalkan tanganku berusaha menahan diri untuk tidak menyentuh d**a indah yang membusung itu dan membiarkannya membuka gesper celanaku dan menurunkannya.
Aku membalik tubuhnya, memeluknya dari belakang. Menghirup wangi tubuh wanita yang beberapa minggu selalu menghantui malamku. Lilianne menoleh dan menyatukan kembali bibir kami saat tanganku bergerak menurunkan celana kerjanya dan membiarkannya jatuh ke lantai.
Tanganku mengelus perutnya dan merambat naik meraba putingnya yang mengeras dibalik bra.
"Ah.." Lilianne mendesah membuat gerakanku semakin berani. Aku merasakan tangannya menyelinap ke belakang punggung melepaskan kait branya dan aku dapat langsung menggenggam p******a sempurna wanita itu.
Lilianne berbalik menghadapku dan milikku menegang panas saat d**a polos kami bersentuhan. Tanpa aku duga dengan berani Lilianne mengelus kejantananku dari balik celana dan aku mengerang frustasi.
Aku menunduk dan menurunkan celananya. Aku merasa takjub melihat milik Lilianne yang tertutup bulu tipis sangat cantik. Rasanya aku ingin tenggelam didalamnya tapi wanita itu menarik daguku lalu memutar tubuh kami lalu mendorongku ke ranjang.
Matanya terlihat liar, aku tidak tau apakah dia akan mengingat ini semua tapi aku akan mematrinya dalam ingatanku.
Lilianne menarik turun boxerku dan tercengang melihat kejantananku mengacung angkuh. Dia menelan salivanya dan menaiki tubuhku, duduk mengangkang di atas perutku.
"Aku... mmm... udah lama ga..." dia menggeleng dan aku sedikit bingung dengan perkataannya. Apa maksudnya? Sudah lama ga 'di atas' gitu? Aku ingin bertanya tapi tubuhnya menggeliat membuatku tidak tahan.
Lilianne memekik saat aku mengangkat tubuhnya dan merubah posisi kami. Tanganku mengurungnya di bawah. Aku menegakkan tubuhku dan membuka pahanya lebar.
Cantik.. miliknya sangat indah dan seketika aku merasa cemburu pada suami yang memiliki Lilianne sepenuhnya.
Aku menyentuh kewanitaan Lilianne yang sudah sangat basah dan sedikit mengambil cairan lengket itu dan mengusapkannya pada miliku.
Wajah wanita itu berkabut gairah dan aku sudah tidak bisa menghentikan semua ini. Wanita ini, wanita dalam mimpiku. Terbaring telanjang dibawahku dengan rambut berantakan, wajah sayu dan p******a cantik. Tubuhnya siap menerimaku. Aku mengarahkan kejantananku dan mendesis saat milik kami bersentuhan.
"Maaf..." aku memejamkan mata bersiap menenggelamkan milikku.
Lilianne tersentak saat aku langsung menghujamnya dalam satu tarikan napas dan aku terengah merasakan betapa sempit dan sempurna miliknya menerimaku.
Lilianne memejamkan mata saat tubuh kami bersatu dan aku terpesona menatapnya. Dia meremas sprei saat aku menarik kejantananku dan melenguh ketika aku menghujamnya lagi perlahan.
"Ah.. Tino...". Lilianne membuka matanya dan aku tidak sanggup hanya memandangnya, aku menurunkan bibirku melumat bibirnya saat aku mulai menggerakan pinggulku keluar masuk ke dalam Lilianne.
Aku sudah tidak perjaka dan sudah beberapa kali bercinta tapi belum pernah aku merasa selepas ini.
Lilianne menggaruk punggungku, dan aku menghujam semakin dalam. Entah mengapa rasanya seolah kami tidak asing satu sama lain. Aku terus bergerak sambil mengulum payudaranya. Suara desahan kami bersahutan menggema diruangan itu membuatku tidak mau berhenti.
Aku kembali menjauhkan tubuhku, menopang dengan kedua lenganku disamping payudaranya yang bergoyang indah seiring hujamanku dan Lilianne menatapku sambil membuka mulutnya tersengal.
Aku berhenti dan dia mengerang. "Kenapa...?"
Aku menariknya bangkit duduk di atasku dan menyatukan kembali tubuh kami dengan dia duduk di atasku. Aku memeluk tubuhnya sambil menggerakan pinggangnya.
Lilianne mendongak memejamkan mata menikmati percintaan kami dan aku mencumbui lehernya. Wangi tubuhnya semakin membuatku menginginkannya dan aku mengerang menahan diri saat Lilianne meraih orgasmenya dan aku menyusul tidak lama kemudian menyusupkan kepalaku di antara kedua payudaranya saat aku menembakkan beberapa kali benihku ke dalam rahimnya.
Napas kami berdua beradu dan kami terdiam masih saling berpelukan dengan tubuh masih menyatu. Aku merasakan saat Lilianne mengecup pelan dahiku.
"It's amazing..." dia berbisik membuatku tersenyum senang. Aku menarik tubuhnya telungkup di atas tubuhku. Kami mengatur napas selama beberapa menit dalam diam.
Tanpa sadar aku mengelus punggungnya. "Masih panas?"
Dia menggerakan tubuhnya bangkit duduk. Mengangguk pelan dengan senyum malu-malu.
"Aku milikmu malam ini. Do as you please..." bisikku parau.
Senyum indahnya tercetak dan dia menunduk saat kembali menyatukan bibir kami dan membelai lidahku.
Dan detik itu aku bersumpah, aku akan membuatnya menjadi wanitaku. Satu-satunya untukku. Apapun caranya. Walau harus membuatnya berpisah dari suaminya. Dia akan jadi milikku.
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*TBC*_*_*_*_*_*_*_*_*