"Non, ayo bangun non!" Bi Inah mengetuk pintu kamar ku.
"Iya, bi!" Balas ku.
Aku berjalan gontai menuju kamar mandi. Mata ku masih separuh tertutup.
"Hai ma, hai pa!" Sapa ku saat sudah selesai berpakaian.
"Hai, sayang!" Balas mama dan papa.
"Ayo sarapan nak!" Ajak mama. Aku mengangguk, berjalan menuju meja makan.
"Ma, Zella mau nanya sesuatu." Ucap ku serius.
"Mau nanya apa, sayang?". Tanya mama balik.
"Apa mama kenal Miss Della?" Tanya ku menyelidik.
"Hahaha, tentu saja." Jawab mama tertawa.
"Guru kamu itu adik kelas mama." Jawab mama tersenyum.
"Oh, begitu ya." Jawabku mengangguk.
"Terus, waktu itu mama dan papa bicarakan apa?" Tanya ku pura-pura tidak tahu.
"Eh, itu mama dan papa membicarakan tentang perusahaan." Jawab mama, mencoba menutupi kebohongan nya.
"Oh, begitu." Jawabku tetap mengangguk.
"Eh, ayo cepat, bentar lagi berangkat." Mama mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku mengangguk melanjutkan makan.
"Hati-hati ya sayang!" Mama melambaikan tangan. Aku tersenyum, balas melambaikan tangan.
"Ayo, nak!" Aku mengangguk.
"Kenapa kamu nanya kan hal seperti itu?" Tanya papa curiga.
"Karena Zella penasaran." Jawabku sekenanya.
"Apa papa menyembunyikan sesuatu dari Zella?" Papa terdiam.
"Benar kan? Papa menyembunyikan sesuatu dari Zella." Aku terus mendesak papa.
Papa hanya menunduk, meminta maaf.
"Papa kenapa meminta maaf kepada Zella?" Tanyaku bingung.
"Kamu mungkin akan tau nanti dari mama mu." Gumam papa, walau aku masih mendengar nya.
Apa aku harus bertanya dengan mama? Pikir ku.
"Nah, udah sampai, ayo turun!" Aku mengangguk, mencium tangan papa.
"Sampai jumpa lagi papa!" Aku melambaikan tangan. Papa tersenyum. Hati-hati di jalan, nak!" Papa balas melambaikan tangan.
"Hai, Zella!" Sapa Ghina di depan gerbang sekolah.
"Hai!" Balas ku.
"Nanti sore aku ke rumah kamu, ya?" Aku mengangguk.
"Ya, boleh saja." Jawabku.
"Aku merasa sangat damai hari ini." Gumam Ghina. Aku menoleh menatap mata Ghina.
"Kenapa?" Tanya nya. Aku menggeleng. " Bukan apa-apa." Jawab ku.
"Kalau begitu, kenapa menatap ku kayak gitu?" Tanya nya was-was.
"Hey, kamu kenapa was-was gitu?"
Tanya ku balik.
"Karena wajah kamu kalau seperti itu menyeramkan, seperti ada yang kamu pergoki." Jawabnya. Aku tertawa, merangkul pundak nya. Dia balas merangkul ku.
"Ayo, ke kelas!" Aku berjalan sambil merangkul pundak Ghina.
"Hai Zella, hai Ghina!" Sapa teman sekelas ku.
"Hai." Balas ku dan Ghina.
Aku dan berjalan menuju kursi kami.
"Eh, lihat tuh!" Bisik salah satu teman ku.
"Waah, tampan banget sih, kayak artis Korea atau anime yang paling tampan. Ah, entahlah." Timpal temannya yang lain. "Aku ikut menatap yang di tunjuk.
Hah!? Mereka membicarakan vino dan Rayn?!
"Hai, Vino!" Sapa salah satu teman ku.
Vino hanya menoleh sekilas, dan berjalan tidak peduli.
Aku menatapnya marah, apa seperti itu meladeni orang?!
"Hei, jangan Sok dingin kamu!" Bentak Ghina marah.
"Kenapa?" Tanya nya tidak peduli.
"Kan kasihan dia kamu cuekin." Jawab Ghina marah.
"Kenapa kamu harus marah?" Tanya Vino tidak peduli.
"Tentu saja aku marah, tidak sopan membiarkan teman menyapa sendiri." Vino mendengus kesal. Dia paling benci di omeli seperti ini.
"Terus apa masalahnya dengan kamu?" Tanya nya datar.
Ghina menggeram, aku menarik nya kembali ke kursi kami.
"Zell, itu namanya tidak sopan." Aku mengelus punggung nya.
"Sabar Ghin." Aku menenangkan nya.
"Dia itu ingin di pukul apa?!" Tanya Ghina geram.
"Sudahlah." Jawabku tersenyum.
"Eh, udah bel masuk tuh." Seru salah satu teman sekelas ku. Bel masuk sekolah berbunyi.
"Apa kabar anak-anak?" Sapa Bu Selva tersenyum.
"Baik, Bu!" Jawab kami serempak.
Bu Selva guru bahasa ku yang baik, dan banyak disukai Oleh para murid, terkhusus nya para murid perempuan.
"Kita akan memulai pelajaran."
Kami terus menyimak dengan antusias.
"Hah, aku bosan." Gumam Ghina.
"Tahan, sebentar lagi selesai." Bisik ku.
"Huh, aku gak sabar mau ke kantin." Keluh Ghina dengan berbisik.
"Baik, anak-anak kalian boleh istirahat!" Seru Bu Selva sedikit berteriak, untuk mengalahkan suara bel.
Para murid bersorak gembira.
Ghina yang tadinya mengeluh, menjadi ceria.
Bu Selva tetap berada di kelas, karena sehabis istirahat, kami tetap belajar bahasa.
"Ayo, Zella!" Aku mendongak menatap nya.
"Kamu semangat banget, ya?" Aku menggodanya.
Tentu saja, aku udah lapar, perut ku keroncongan." Jawab Ghina, bergaya imut.
"Hahaha, badut kita kelaparan." Ledek ku. Wajah Ghina menekuk.
"Dasar, jahat!" Aku tertawa.
"Ayo, kita ke kantin!" Ajak ku berdiri.
"Ayo!!" Serunya semangat, berlari meninggalkan ku.
"Hey, Ghina tunggu!" Teriak ku menyusulnya.
"Kamu mau pesan apa?" Tanya ku.
"Kamu yang traktir?" Tanya nya berharap aku mentraktir nya.
"Hahaha, ya udah." Wajahnya ceria.
"Beneran?! Kamu mau traktir aku?!" Tanya nya semangat. Aku mengangguk.
"Makasih, Zella!" Dia memeluk ku.
"Udah-udah, kamu mau pesan apa?" Tanya ku melepas pelukannya.
"Terserah kamu aja!" Jawabnya tersenyum.
"Baik, aku pesan dulu, ya!" Dia mengangguk.
"Sudah selesai?" Tanya Ghina.
"Iya, nih." Aku memberikan nya makanan dan minuman nya.
"Ayo, makan!" Dia langsung menyerbu makanan nya. Aku tertawa melihat tingkah lakunya. Aku juga ikut menyantap makanan ku.
"Yaah, udah bel aja." Keluh Ghina.
"Yuk masuk!"ajak ku. Ghina mengangguk, menyusul ku.
Aku dan Ghina tidak di hadang oleh orang-orang pengganggu itu.
"Anak-anak, ayo kita lanjutkan pelajaran nya!" Kami kembali belajar bahasa.
Aku menoleh ke arah meja Rayn.
Hah?! Dia seenaknya tidur?! Bu Selva sedang menjelaskan pelajaran, dia malah tidur?! Ini katanya genius?!
Untungnya tidak ada yang tahu kalau dia tidur.
"Zell, kenapa?" Tanya Ghina mengagetkanku.
"Kamu bikin kaget saja." Tanyaku kesal.
"Hahaha, habis nya kamu dari tadi menghadap kebelakang terus sih." Jawabnya nyengir.
"Ya, jangan sampai ngejuti nya kayak gitu."omel ku.
"Iya, maaf." Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ghina, Zella, perhatikan pelajaran." Aku dan Ghina cepat-cepat memperhatikan papan tulis. Teman-teman pada menatap ku dan Ghina.
"Anak-anak, kita lanjut pelajaran nya." Bu Selva berseru.
Hah, malunya! Aku menunduk.
Pelajaran bahasa selesai, sekarang pelajaran fisika.
"Yaah, kenapa harus ada pelajaran fisika?!" Keluh salah satu teman ku.
"Sudahlah Sya, kita tidak bisa apa-apa." Salah satu teman ku mengelus punggung nya.
"Tapi kan Sel, guru fisika kita itu killer tau!" Sasya masih tetap mengeluh. Selly hanya bisa mengelus punggung teman sebangku nya itu.
"Sudah-sudah, Miss Della tuh!" Kami mendengar suara tapak kaki seseorang. Kami cepat-cepat memperbaiki posisi duduk.
"Selamat pagi, anak-anak!" Ini bukan suara Miss Della, ini suara Bu Cinta!
Dimana Miss Della?
"Maaf saya tidak bisa memberi tahu kalian sebelumnya." Kami menatap bingung Bu Cinta.
"Miss Della sedang ada pelatihan, jadi untuk sementara waktu, saya yang akan menggantikan nya." Bu Cinta menjawab pertanyaan di wajah kami.
Wajah seluruh teman sekelas ku ceria, hanya beberapa yang tidak peduli.
"Bu, saya izin ke kamar mandi." Aku mengangkat tangan.
"Silahkan." Balas Bu Cinta mempersilahkan.
Aku berjalan menuju kamar mandi.
Aku di kamar mandi terus memikirkan tentang Miss Della yang tiba-tiba aneh.
Saat aku mencuci tangan, aku menatap ke cermin besar yang ada di atas wastafel.
Eh, itu apa? Aku menoleh ke belakang.
Bukankah tadi ada sosok bayangan?
Aku kembali menatap cermin.
"Aaa!!" Aku cepat-cepat menutup mulut. Ternyata aku tidak salah lihat, memang benar-benar ada sosok itu di cermin! Tapi yang lebih mengejutkannya, sosok itu laki-laki tua?
Aku teru mundur, dia tersenyum ke arahku. Jantung ku berdetak sangat kencang. Sosok yang ada di dalam cermin itu seperti menyeringai ke arah ku. Aku berlari secepat mungkin meninggalkan kamar mandi.
Itu tadi apa? Kenapa dia muncul di hadapan ku? Aku terus berlari menuju kelas.
"Zella, kamu kenapa?" Tanya Ghina, saat aku sudah sampai di kelas.
Aku menggeleng tidak menjawab. Perasaanku saat ini campur aduk. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan seorang pun.
"Oke, anak-anak kita tutup pelajaran kita hari ini, jangan lupa kerja kan pr kalian. Pekan depan di kumpul!" Kami mengangguk.
"Oke, kalian boleh pulang!" Bu Cinta meninggalkan kelas.
Selama pelajaran pikiran ku kosong, aku lebih banyak melamun. Yang membuat lamunanku buyar, ketika Bu Cinta berseru.
"Kamu kenapa?" Tanya Ghina cemas.
"Aku tidak apa-apa, Ghin." Jawabku menyeka peluh di jidat ku.
"Tapi, dari tadi kamu melamun terus, dan wajah kamu juga pucat." Omel nya.
"Zella!" Panggil seseorang.
Haduh, kenapa saat aku sedang ada masalah, anak ini datang?
"Ya?" Balas ku malas.
"Apa tadi kamu bertemu seseorang di kamar mandi?" Tanya Rayn, suara nya sedikit bergetar. Aku terdiam sejenak.
"Darimana kamu tau?" Tanya ku menyelidik.
"Kamu tidak memasang cctv di kamar mandi perempuan kan?" Lanjut ku.
"Enak saja!" Dia tersinggung.
"Aku memang memasang alat pendeteksi di sekolah ini, tapi gak sampai ke kamar mandi perempuan juga." Jawabnya.
"Dan alat utama pendeteksi ku yang ku pegang bergetar hebat, tandanya ada yang gak beres di sekolah ini." Lanjutnya.
"Dan aku juga curiga dengan Miss Della, biasanya kan dia gak pernah absen." Aku dan Ghina saling pandang, kami juga sedikit curiga dengan Miss Della, tapi kata-kata Rayn bisa di percaya?
"Sudahlah, lebih baik kamu pulang." Aku dan Ghina menatap nya tidak percaya.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" Tanya nya merasa aneh.
"Tumben peduli dengan kami?" Tanya Ghina.
"Emangnya aku gak boleh peduli sama orang?" Tanya nya balik.
"Boleh sih." Jawab Ghina.
"Terus kenapa kamu nanya nya kayak gitu?" Tanya Rayn lagi.
"Habisnya kamu orangnya kan gak pedulian. Hehehe." Jawab Ghina nyengir.
"Sudahlah kalian pulang sana!" Dia mengusir kami?
"Oh ya, kamu gak pulang dengan teman-teman kamu?" Tanya ku, teringat sesuatu.
"Enggak, aku udah bilang ke mereka." Jawabnya santai.
"Sudah, sana pulang!" Aku mengangguk, menarik tangan Ghina.
"Kami pulang, ya!" Pamit ku.
Dia hanya mengangguk.
***
"Eh, non Zella udah pulang?" Aku mengangguk.
"Dimana mama?" Tanyaku tanpa basa-basi lagi.
"Lagi di ruangan nya." Jawab mbak Jia. Aku berlari menuju ruangan mama di bawah tanah.
Aku menuruni tangga menuju ruangan mama.
"Eh, Zella ngapain disini?" Tanya mama sedikit kaget melihat ku.
"Mama, mama jangan berbohong lagi dengan Zella." Aku langsung ke inti percakapan.
"Apa maksud kamu, nak?" Tanya mama pura-pura tidak mengerti.
"Mama menyembunyikan sesuatu kan dari Zella selama ini?!" Tanyaku, tidak bisa menahan emosi. Mama menunduk, seperti merasa bersalah.
"Hah, ayo ikut mama!" Mama menarik tanganku.
Aku tidak tahu kalau ada ruangan lagi di ruangan kerja mama.
"Ayo, masuk!" Mama berjalan mendahului ku. Aku menyusul nya.
Ternyata ruangan rahasia mama sangat cantik dan luas. Aku sampai tidak bisa berkedip melihat nya.
"Tunggu disini!" Aku mengangguk, duduk di sofa yang sangat keren.
Aku melihat mama yang sibuk mencari sesuatu.
Aku terus menunggu mama, hingga mama jalan ke sofa yang ku duduki.
"Itu apa, ma?" Tanyaku bingung, melihat bungkusan yang sangat indah, tapi sudah hampir tertutup debu.
"Mama ingin menunjukkan sesuatu ke kamu." Mama duduk di samping ku. Aku melihat mama membuka bungkusan itu.
"Ini untuk apa, ma?" Tanyaku bingung. Isinya ternyata hanya buku tua?
"Ini adalah benda pusaka, kamu harus menjaganya dengan baik." Mama memberikan buku itu kepada ku.
Aku menerimanya dengan tangan bergetar.
"Benda ini ada empat, yang hanya di ketahui pemegang dan apa bentuk bendanya hanya dua, dan pemegangnya berbeda-beda. Yang kamu pegang ini adalah salah satunya, benda ini bernama benda abadi ." Mama menjelaskan panjang lebar. Aku menelan ludah.
Dan kamu pasti bertanya-tanya, dimana guru kamu, bukan?" Aku terdiam, darimana mama bisa tahu aku terus bertanya-tanya di dalam hati tentang Miss Della?
"Sudahlah, itu tidak penting, nak, ayo ikut mama!" Ajak mama lagi. Aku mengikuti nya. Eh, ternyata mama membawa ku ke dapur? Kenapa?
"Hai, Bi Inah apa kamu bisa ikut dengan kami?" Aku menoleh, menatap mama bingung.
"Oh, boleh nyonya." Jawab Bi Inah membungkuk.
"Mama, tapi kita ingin bertemu dengan Miss Della!" Protes ku, dengan cara berbisik. Mama tidak menyanggupi protes ku. Entah kenapa mama mengajakku kembali ke tempat semula, yang membedakannya adalah tadi tidak ada Bi Inah, sekarang ada Bi Inah. Aku mengeluh dalam hati.
"Zella, dengarkan mama baik-baik." Mama menggenggam pundak ku pelan.
"Orang yang mama bawa ini bukan Bi Inah, tapi orang yang kamu cari." Aku tertegun mendengar pernyataan mama.
"Kalau kamu tidak percaya, sebentar." Mama menarik tangan Bi Inah menuju ke hadapan ku.
"Kamu lihat!" Mama menggenggam tangan Bi Inah, seketika wajah Bi Inah berubah menjadi orang yang ku kenal.
"Miss Della?!" Seru ku tidak percaya.
"Kenapa bisa?!" Tanyaku masih tetap tidak percaya.
"Dimana Bi Inah?" Tanyaku seperti orang kehilangan akal sehat.
"Zella, tenang dulu!" Mama menggenggam tangan ku. Ini seperti kekuatan ku, yaitu teknik penenang.
"Kenapa? Kenapa semua orang membohongi Zella?" Air mataku mengalir deras.
"Zella, maaf kan mama, nak." Mama mengusap air mataku.
" Kenapa mama dan Miss Della merahasiakan ini dari Zella? Kenapa?!" Seru ku membentak. Air mataku semakin mengalir deras.
"Maafkan saya, nona Zella." Miss Della menatapku merasa bersalah.
"Kamu ingin bertemu dengan Bi Inah?" Tanya Miss Della mencoba menghibur ku. Aku mengangguk, menghapus air mataku.
"Sebentar." Miss Della melambaikan tangan nya lembut, dengan irama tertentu. Lingkaran hitam berkabut muncul, semakin lama semakin besar.
"Ayo, masuk!" Ajak Miss Della. Aku menggeleng, di sana sangat gelap, aku tidak berani masuk.
"Ayo nak, mama ada disini." Mama memegang tanganku, menarik ku masuk ke dalam lubang besar itu. Kami seperti di hisap masuk ke mulut lubang.
"Aaa!!" Aku menutup mataku.
"Tenang nak, ini tidak berbahaya." Mama menenangkan ku.
Ting!
Eh, aku tidak mati? Aku menatap sekeliling, ini dimana?
"Ma, kita ada dimana?" Tanyaku berbisik.
"Tempat Bi Inah tinggal." Yang jawab bukan mama, melainkan Miss Della!
"Ayo!" Ajak Miss Della, aku dan mama menyusulnya.
Miss Della mendorong pintu pelan.
Aku terdiam, tidak berkedip melihat seseorang yang tengah terbaring di ranjang. Selang infus, alat bantu oksigen, semuanya terpasang di tubuh seseorang itu.
"Ayo, nak!" Ajak mama menepuk pundak ku pelan. Aku mengangguk, menyusul.
"Nyonya, ada yang ingin menemui anda." Bisik Miss Della. Perempuan yang sedang terbaring di ranjang itu membuka mata. Aku menatapnya, wajahnya tidak seperti orang yang ku kenal, wajahnya terlihat lebih muda, dan cantik.
" Non Zella?" Ucapnya lirih. Aku diam. Dia menggenggam tangan ku lembut. Aku tetap diam.
"Maaf kan saya, non." Bi Inah memohon kepada ku.
"Saya tidak bermaksud untuk membohongi nona." Bi Inah menggenggam tangan ku lebih erat, air matanya mengalir.
"Siapa sebenarnya kamu?" Tanyaku pelan.
"Hiks, nama saya Narra, saya mata-mata dari planet lain." Jawabnya menyesal.
"Kenapa kamu berbohong dengan ku?" Tanyaku menatapnya, air mataku mengalir.
"Saya tidak bisa memberitahukan ini kepada nona." Jawabnya.
"Dan, dimana Bi Inah?" Tanyaku masih bersabar.
"Bi Inah sudah meninggal." Yang jawab bukan wanita ini, tapi Miss Della.
"Seseorang yang menyerap energi dari korbannya, atau menyerupai wajah dan bentuk tubuhnya, maka korban nya akan kehilangan energinya, atau mati." Jelas Miss Della.
"Kenapa Miss Della tidak pernah memberitahukan saya tentang ini?" Tanyaku menatap Miss Della.
"Karena belum waktunya." Jawab Miss Della.
"Dan kamu darimana?" Tanyaku beralih ke wanita ini.
"Saya berasal dari tempat leluhur nona dan nyonya Della." Aku menatap Miss Della. Miss Della balas menatapku bingung.
"Kenapa?" Tanya Miss Della.
"Eh, enggak, itu." Jawab ku patah-patah.
"Apa maksudnya tanah leluhur, Miss?" Tanyaku.
"Kita bukan dari sini." Jawab mama.
Aku menoleh ke mama.
"Maksud mama?" Tanyaku masih tidak mengerti.
"Kita bukan dari planet ini, nak." Aku tertegun mendengar nya.
"Nona, saya ingin memberikan informasi yang sangat penting untuk nona." Aku menoleh menatap orang yang bernama Narra itu.
"Nona, sebentar lagi akan datang seseorang yang sangat kuat untuk mencari nona." Aku menatapnya.
"Maksud kamu?", Tanyaku tidak mengerti.
"Pekan depan akan datang seseorang yang bernama Barra, dia ingin menangkap nona." Aku diam, aku sudah tidak percaya lagi dengan nya.
"Saya mohon, tolong percaya dengan saya!" Wanita itu memohon kepada ku.
"Bagaimana bisa saya mempercayai kamu lagi." Ucap ku datar.
"Nak, dia tidak berbohong, nak." Mama menyentuh ku.
"Bagaimana Zella bisa percaya dengan ucapan Mama dan yang lain?!" Air mataku kembali tumpah.
"Nak, mama tidak berbohong, tolong lah, mama mohon, percayalah dengan mama." Aku diam, air mataku mengalir terus.
"Baiklah, kalau kamu tidak ingin percaya dengan mama, tidak apa, mungkin ini adalah hukuman untuk mama karena sudah membohongi kamu." Aku diam, menimbang-nimbang.
"Baiklah untuk kali ini Zella akan mempercayai mama." Aku memeluk mama, mam balas memeluk ku. Aku melepaskan pelukanku dari mama. Aku menoleh menatap wanita yang menyamar sebagai Bi Inah.
"Untuk bibi, saya tidak akan menganggap bibi musuh, saya akan terus menganggap bibi, sebagai Bi Inah." Aku berlari memeluk Bi Inah, Bi Inah balas memeluk ku dengan erat, air matanya mengalir deras. Sepertinya dia sangat menyesal karena telah membohongiku.
"Oh ya, Bi Inah tetap tinggal disini?" Tanyaku menatap Miss Della.
"Untuk sementara waktu, iya. Bi Inah harus memulihkan kondisi tubuh nya." Jawab Miss Della.
"Oke, ayo kita kembali!" Aku dan mama mengangguk. Aku melambaikan tangan ke arah Bi Inah. Bi Inah balas melambaikan tangan, tersenyum.
Akhirnya aku tahu kalau mama, Miss Della dan Bi Inah berbohong kepada ku. Tapi, mereka sendiri yang membongkar rahasia nya.
Dan aku sepertinya bisa mempercayai Rayn, tebakannya benar, mungkin aku bisa berkerja sama dengan mereka.