Pengumuman Kelulusan

1031 Words
Sebelum baca Kasi tanda ? ya dan beri krisan di kolom komentar. Nada notifikasi pesan w******p-ku berbunyi, "Alhamdulillah, semoga pelanggan laundry," gumam Romeesa. Dengan lincah jempolnya memainkan benda pipih miliknya. [Assalamualaikum, Dengan bangga kami informasikan bahwa Ananda Zidan Ramadhan lulus tes dan diharapkan hadir mengikuti tes wawancara pada waktu yang sudah ditentukan. Info jadwal wawancara, silahkan lihat di pengumuman Akun f*******: resmi SMK Teknologi Penerbangan An - nas Mandai Maros. Terima Kasih.] Bahagia rasanya mendapat pesan ini, tak terasa air matanya mengalir. Romeesa tak sabar ingin segera memberi tahu anaknya. Derit pagar berbunyi, Zidan sudah kembali dari mengantarkan paket laundry antar - jemput. "Minum dulu, pasti capek kan?" Romeesa menyuguhkan segelas air putih untuk zidan. "Terima kasih, Ummi. Bismillah," ucap Zidan sebelum meneguk air minum yang disediakan Ummi Romeesa. "Kayaknya bahagia banget?" ujar Zidan melihat Ummi-nya berbinar - binar. "Tau aja, Ummi lagi senang," kedua sudut bibir Romeesa melengkung naik. "Ummi tu kalo lagi senang terlihat jelas, pipi Ummi berubah warna jadi merah," puji Zidan tersenyum bahagia melihat Ummi-nya dengan pipi merona meski tanpa make up. "Alhamdulillah, kamu lulus dan bisa ikut tes berikutnya, tes interview," terang Umminya. "Alhamdulillah, Ya Allah," ujar Zidan mengucap syukur. "Jadwalnya kapan,Ummi?" tambah Zidan lagi. "Dicatat ya tanggal dan waktunya!" pinta Ummi Romeesa memperlihatkan hasil screenshot pengumuman tes peserta yang lulus ke tahap berikutnya. "Siap, Ummi!" sahut Zidan dengan mengangkat tangan kanannya ke depan jidat seperti orang memberi hormat pada saat upacara bendera. " Anak Ummi, sudah seperti taruna beneran," puji Ummi Romeesa, badan Zidan yang tinggi dan tegap persis Ayahnya. " Andai ayahmu ada di sini, pasti senang dan bangga melihatmu," batin Romeesa. "Astagfirullah, kenapa berandai-andai lagi sih," Romeesa menyesali apa yang ada dibenaknya baru saja. "Qadarullah, semua terjadi karna kehendak Allah. Semua yang sudah berlalu berlalulah, tugas kita hanya taat pada perintahnya," gumamnya lagi "Kak Zidan lulus?" tanya Zakia yang baru saja keluar dari kamar. "Iya, Kak Zidan lulus, Alhamdulillah berkat do'a adek aku yang paling comel," ledek Zidan membuat pipi Zakia memerah mirip dengan Umminya. "Kak Rayyan, gimana? lulus juga gak?" tanya Zakia lagi. "Belum tahu," singkat Zidan. *** Aroma wangi dari dapur menggugah selera, Romeesa sedang membuat penganan untuk dibagikan ke tetangga, sebagai wujud rasa syukur anak sulungnya bisa lulus tes tahap pertama. "Zakia, tolong antar ke tetangga depan rumah ya!" pinta Ummi sambil menyodorkan sepiring kue khas Bugis kepada putrinya. "Siap," singkat Zakia "Zidan, tolong antar ini ke tetangga sebelah ya," pinta Ummi Romeesa. "Ke rumah Rayyan, Ummi?" tanya Zidan menyerngitkan kening. Zidan dengan berat hati mengantarkan sepiring kue yang masih hangat di tangannya. Bukan karena malas disuruh sama Umminya, tapi sikap Bu Fauziah yang selalu memandang mereka sebelah mata. Meski jarang berinteraksi dengan tetangganya itu, namun raut wajah Bu Fauziah sangat jelas selalu meremehkan mereka. Langkah Zidan terasa berat, teringat terakhir kali dia mengantarkan kue yang dibuat Umminya untuk diberikan ke Rayyan dan Ibunya, namun tanpa sengaja dia melihat kue itu dibuang ke tempat s****h. Walaupun kecewa dan sedih Zidan tak pernah memberitahu kelakuan Ibunya Rayyan, khawatir Umminya bisa menjadi sedih. Akhirnya langkah Zidan sudah sampai di depan rumah bertingkat Bu Fauziah. Tok - tok - tok! "Assalamu'alaikum, permisi" ucap Zidan. "Ada apa ya?" muka judes Bu Fauziah melihat Zidan. "Ini ada titipan dari Ummi," sahut Zidan menyodorkan sepiring kue ke tangan tetangga sebelah rumahnya. "Oh, terima kasih ya, kayaknya enak nih!" hidungnya kembang kempis mencium wangi penganan yang masih hangat itu. "Kalo gitu saya permisi dulu, Assalamualaikum," pamit Zidan. "Eh tunggu dulu, ngomong - ngomong kamu jadi daftar SMK Penerbangan?" selidik Bu Fauziah. "Iya, Bu. Alhamdulillah jadi, tadi sudah ada pengumuman lulus, bisa lanjut ke tes interview," sahut Zidan. "Oh!" bibir Bu Fauziah membulat, namum matanya menyiratkan ketidaksukaannya. " Eh kamu gak mikir ya, kalo sekolah di situ bisa - bisa memberatkan Ummi kamu, kan kasian, jangan membebani Ummi kamu. Seandainya ayah kamu ada ya, kamu bisa pertimbangan sekolah di situ." sambung Ibunya Rayyan lagi. "Insya Allah, gak memberatkan Bu, jika saya lulus tak ada pembayaran yang harus dibayar," jawab Zidan dengan sekuat tenaga mengumpulkan kembali semangatnya yang berantakan akibat ucapan wanita di hadapannya barusan. "Kok bisa? ada orang dalam ya?" "Gak ada orang dalam, Saya daftar lewat jalur Hafiz," santun Zidan. "Oh, lewat jalur Hafiz?" bibir Bu Ziah membulat dengan oh yang panjang. "Hafiz?" kening Bu Fauziah mengkerut. "Hafiz apa ya?" sambungnya. "Hafiz atau Penghafal Al-Quran," jawab Zidan tersenyum. "Wah kalo begitu Rayyan harusnya bisa daftar lewat jalur itu juga, Rayyan pasti hafal Juz amma!" Bu Fauziah bersemangat. "Syaratnya minimal tiga juz," sambung Zidan. "Oh gitu! Nak Zidan sudah hafal berapa Juz?" tanya Bu Fauziah penasaran. "Alhamdulillah, sudah hampir lima juz," balaa Zidan agak malu - malu. "Kamu belajar dimana? dengar - dengar Pondok penghafal kan biayanya tidak sedikit? Apa gak kasian sama Ummimu?" sindiran halus Bu Fauziah membuat Zidan kembali berpikir, semangatnya jadi luntur. "Saya belajar sendiri, gak mondok kok, jadi gak akan membebani Ummi," Bu Fauziah mangut - mangut, terbersit dalam hatinya perasaan salut pada lelaki berpakaian berwarna agak pudar di depannya. "Saya pamit dulu ya, Bu." Izin Zidan. "Lain kali gak usah repot - repot bawa kue segala, rumah aja masih ngontrak. Sok - sok an bagi - bagi makanan," ledek Bu Fauziah membuat muka Zidan menjadi merah menahan emosi, netranya menghangat. " Gak harus tunggu kaya untuk bersedekah, karena umur pun tak menunggu tua untuk mati," tegas Zidan, mengutip kata-kata yang pernah didengar saat ikut kajian. Membuat Bu Fauziah tak bisa berkata - kata, namum raut wajahnya menahan emosi karena sedikit tersinggung perkataan Zidan barusan. "Wangi banget! kayaknya enak banget nih," Rayyan tiba-tiba datang dan mengambil satu kue yang ada di tangan Ibu-nya. "Eh, tunggu dulu!" jawab Ibunya, namum Rayyan sudah terlanjur mencomot kue itu ke dalam mulutnya. "Saya balik dulu, Assalamualaikum," pamit Zidan, tanpa menunggu jawaban dari Ibu dan anak yang sedang beradu. *** Smartphone Bu Fauziah tak lepas dari tangannya, setiap ada notifikasi yang masuk pasti segera dilihat. Malam menjelang, detak jam terasa begitu lama dan yang ditunggu tak kunjung datang. Sudah hampir tengah malam Bu Fauziah makin gelisah menunggu pengumuman lulus yang akan dikirim ke nomor w******p orang tua masing-masing jika lulus. Akhirnya dia tertidur dengan handphone yang masih di tangannya. Sementara Rayyan asyik bermain game bersama teman-temannya di teras atas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD