2. Si Cerewet

3253 Words
Noah POV. Panasnya!! Poll banget padahal sudah berada di bawah tenda karena aku sedang melakukan kegiatan rutin bulanan di yayasan anak jalanan dan panti asuhan milih keluargaku. Mama dari tadi bahkan sudah sibuk kipas kipas saking cuaca panas sekali. Bagusnya papa ikut jadi aku tidak harus mengurus mama yang kadang masih bertingkah seperti anak kecil saat dirinya tidak merasa nyaman. Dan bagus juga adikku yang bungsu tidak ikut karena menginap di rumah eyangku dari pihak mama, bersama sepupu perempuanku yang lain. Jadi aku tidak perlu juga merasa repot mengurus adik bungsu perempuanku yang sama manjanya seperti mamaku. Kenalkan, aku Darayan Noah Sumarin Tedja, usiaku masih muda, baru 22 tahun, dan aku masih kuliah tingkat akhir jurusan aritektur di sebuah universitas negeri ternama. Sumarin itu nama keluarga mama, dan Tedja nama keluarga papaku. Aku tiga bersaudara. Adik keduaku lelaki Aiden, berusia 4 atau 5 tahun di bawahku, dan dia baru masuk kuliah jurusan manageman bisnis. Dia tidak tertarik mengambil jurusan arsitektur sepertiku atau papa. Dia lebih tertarik mengambil jurusan itu karena akan focus mengurus bisnis papa dalam bidang sport center, karena kecintaan Aiden pada olah raga juga. Lalu si bontot adik perempuanku. Namanya Putri, kami biasa memanggilnya Puput. Lebih jauh lagi beda umurnya denganku, sekitar 7 atau 8 tahun, jadi masih kelar 1 SMA. Manjanya pool karena anak bontot dan satu satunya perempuan. Puput itu pusat perhatian semua keluargaku. Okey nanti kita cerita soal aku sambil berjalan saja ya? Terlalu banyak soalnya kalo aku ceritakan sekarang, mengingat aku sedang melakukan kegiatan atas nama kemanusiaan. Ceritanya begitu, padahal ada tujuan lain dari keikut sertaanku dalam kegiatan rutin bulanan yang di pimpin langsung oleh mamaku di bantu papaku. Juga para donatur yayasan yang sebagai besar dari keluarga mamaku, maklum keluarga mamaku termasuk keluarga orang kaya, atau konglomerat, kalo semuanya punya kerajaan bisnis masing masing. Dari mulai abang lelaki mamaku satu satunya, yang punya usaha kontruksi bangunan, design interior, jaringan hotel sampai coffee shop. Jangan di tanya eyangku. Siapa tidak kenal eyangku, PRASETYA SUMARIN, walaupun sekarang sudah total pensiun karena semakin tua, tetap aja semua orang di negeri ini tau, kalo eyangku itu konglomerat, sampai punya anak anak, baik kandung atau angkat yang kesemuanya sukses dalam bidang bisnis yang mereka geluti. Setidaknya eyang kung punya dua anak kandung, dan 3 orang anak angkat, putra putri dari almarhum abang eyang uti. Ada mama Sella, mami Misel, dan papa Reno. Jangan heran, dalam keluarga kami tidak mengenal om tante, tapi papa mama, ayah bunda, mami papi, lalu di ikuti namanya, walaupun bukan orang tua kandung. Kenapa begitu?, karena semenjak opa Narez meninggal, para orang tua tidak mau ada anak yang merasa yatim atau piatu sekali pun orang tua meninggal. Semua jadi anak dari orang tua lain. Aku suka sih jadi membuat keluarga jadi semakin dekat dan saling sayang trus satu sama lain. Hal baik yang selalu di ajarkan kedua eyangku dan juga opa Narez saat masih ada. Well, lupa kasih tau, alasan lain sampai aku mau ikutan acara untuk amal dan kemanusiaan ini. Tentu saja karena ada Naya, gadis yang diam diam aku kagumi, karena aku takut juga kalo aku bilang, aku jatuh cinta pada Naya. Kanaya Natalegawa, gadis temanku dari kecil, dari SD bahkan sampai akhirnya kami berdua duduk di bangku kuliah. Naya itu…apa ya? Aku bingung juga kenapa aku suka dengan sosok gadis pendiam yang kadang berubah galak kalo di ganggu oleh lelaki yang tidak dia suka atau tidak buat dia nyaman. Jujur aku suka tipe gadis yang seperti Naya ini. Pendiam, tidak banyak gaya, kalem banget deh. Jadi terkesan elegance gimana gitu. Berkelas. Dan aku sangat tidak suka dengan tipe gadis gadis cerewet apalagi berisik sekali. Mungkin karena mama dan Puput adikku begitu kali ya ? Jadi aku cukup kewalahan kalo menghadapi tipe gadis yang berisik dan cerewet. Apalagi kalo tingkahnya centil gitu, yang pada siapa aja tertawa, seperti tidak punya etitude perempuan baik baik. Menurutku ya?, terserah kalo kalian tidak setuju. Itu urusan kalian dengan diri kalian sendiri. Lalu tentu saja karena Naya itu cantik kerena kesederhanaannya, dan kedewasaan sikapnya. Tenang banget jadi cewek cewek. Tidak pernah tertawa yang berlebihan, tidak pernah berteriak teriak, dan jauh sekali dari kesan cewek cewek kekinian, dari sisi fashion atau make up. Wajahnya hampir flawless, dan gaya pakaiannya hampir tertutup walaupun terkadang dia pakai dress selutut, tapi tentu saja bukan model dress ketat apa lagi terbuka. Kalo pergi ke kampus selalu pakai kemeja dan celana jeans juga flat shoes atau sepatu kets dan bukan sepatu sepatu hak tinggi atau model sepatu bots ala ala korea yang banyak di sukai gadis gadis fashionista yang wara wari di mall atau medsos. Gadis gadis seperti itu, menurutku tidak punya jati diri sendiri, dan cenderung mengekor gaya artis ternama atau selebritis supaya kelihatan hits atau eksis. Buat kepalaku pening, kalo sudah melihat gadis gadis model begini berkumpul dengan pemandangan udel yang ngintip ngintip dari balik kaos ketat sebatas pusar yang semakin banyak di pakai gadis gadis tipe ini di mana saja. Bagian bawahannya sebenarnya bagus, kalo mereka pakai celana celana kulot gombrong, tapi bagian atasnya outdoor, kalo mama Zia bilang, itu istri papa Eno, anak angkat eyangku. Pokoknya aku suka sekali pada Naya. Walaupun aku tidak pernah berani terang terangan bilang itu sekalipun kami sering sama sama, karena kan satu kampus dan satu jurusan, kami punya minat yang sama. Dari sekolah sebenarnya kami sekelas dengan satu orang temanku yang akhirnya jadi pacar sepupuku. Namanya Biyan, sayang dia harus kuliah di Amrik. Padahal bersama Naya, kami pernah merencanakan kuliah bareng. Biyan terlalu penurut, dan tidak berani membantah orang tua. Padahal gara gara itu, dia harus LDRan dengan salah satu sepupu kembarku, anak dari abang kandung mamaku. Nantilah aku cerita, karena keluargaku. Aku sekarang harus menegur Naya untuk menghentikan kegiatannya mendata siapa siapa saja orang yang hari ini dapat pelayananan kesehatan, baik umum atau kesehatan gigi. “Nay udahan yuk, udah sore, kita absen asar dulu, trus gue antar elo pulang” jedaku pada Naya yang serius sekali pada laptop miliknya yang tetap terbuka. Yang lain saja sudah beres beres. Acaranya sudah selesai dari jam 2 tadi, semenjak di mulai dari jam 9 pagi. Rehat jam 12 siang untuk sholat dan makan, di lanjut sisa antriannya lalu selesai jam 2 tadi. Tapi ya butuh waktu untuk beres beres sih. “Wait No, om Rey butuh data ini, mumpung gue masih sempat” jawabnya tanpa menatapku. Aku menghela nafas pelan. Sudah mau jam 4 sore. Mamaku pun sudah pulang dengan papaku. Aku terpaksa bertahan ya karena ingat Naya belum selesai dengan urusannya. Padahal aku cape sekali mengatur anak anak yang mengantri untuk di periksa gigi dan mendapat odol dan sikat gigi gratis dari teman mama dan papaku, yang putrinya ada di sini, tapi kemana ya Bella? Namanya Bella, mahasiswi kedokteran gigi yang sudah magang di rumah sakit milik keluargaku juga, sekalipun dia masih kuliah. Mungkin sudah pulang, karena tadi aku lihat dia udah beres beres dan masuk masjid di lingkungan yayasan saat azan Asar terdengar, sekitar jam 3 lebih tadi. “Yap selesai, waktunya absen trus go home” kata Naya menjeda diamku. Paling riangnya Naya ya hanya segitu itu, lalu dia akan diam lagi membereskan barang barang bawaannya berupa tas laptop dan tas ransel model cewek. Rambutnya di kepang jadi kelihatan rapi walaupun wajahnya berkeringat, tapi tetap cantik, karena tanpa make up. Coba kalo pakai make up, apa gak meleleh alas bedak yang di pakai mirip dempul mobil, selalu buat aku malas tuh kalo lihat muka cewek cewek full make up terus keringetan. Hadeh, illfeel aslinya. “Yuk No, gue cape banget” ajaknya padaku. Aku mengangguk. Aku pun jadi lelaki yangt tenang kalo dekat Naya, karena dia diam saja juga. Paling senyum menanggapi sapaan petugas panti yang mengenalnya atau dadah dadah ke arah anak anak yang masih bertahan untuk membantu bersih bersih. Sampai kami tiba di masjid lalu berpisah untuk absen asar masing masing. Setelah selesai, aku chat Naya untuk bilang kalo aku menunggunya di depan masjid. “Ayo pulang” ajaknya bersuara. Jalan beriringan lagi kami, dan tetap tanpa kata. Kalo orang lain mungkin bosan ya?, kalo aku malah suka, karena terasa sekali tenang. Sampai kami di loby yayasan. “Lah bokap elo jemput?” tanyaku melihat papanya mendekat setelah menyadari kehadiran kami saat mengobrol dengan satpam yayasan. “Gue bilang sih minta di jemput jam 4, tepat waktu juga bokap gue, kayanya takut gue ngambek” jawabnya santai sekali lalu mencium tangan papanya lalu memeluknya. Rasanya aku mau protes kalo aku bersedia mengantarnya pulang, tapi bisa apa aku, selain mendekat untuk menyapa papanya Naya. “Kirain om gak jemput” komenku setelah menegur om Saga papa Naya, CEO Generel World perusahan kontruksi bangunan milik abang kandung mamaku tadi, ayah Nino namanya. Dia tertawa sambil melirik Naya yang memeluk pinggangnya posesif dan dia merangkul bahu Naya. “Om telat datang jemput aja gak berani No, putri om tukang ngambek kalo kecapean” ledeknya pada Naya. Aku tertawa mengikuti Naya. “Pah…jangan bongkar aib putri papa sendiri. Gak baik itu” protes Naya. Om Saga tertawa lalu sebuah ciuman mendarat di kepala Naya. Aku tersenyum menatapnya dan happy melihatnya. Dulu aku soalnya tau benar gimana sedihnya Naya waktu papa mamanya sempat cerai lalu menikah dengan orang lain sebelum akhirnya menikah lagi, setelah pasangan masing masing meninggal. Papa tiri Naya karena kecelakaan pesawat, kalo mama tirinya karena sakit kanker, dan mama tiri Naya itu sempat jadi kepala yayasan menggantikan mamaku yang baper karena eyang buyut meninggal waktu aku kecil dulu. “Sudahkan, waktunya pulang” jeda om Saga. Naya mengangguk. “Gue balik dulu ya No, asalamualaikum” pamit Naya padaku. “Walaikumsalam” jawabku lalu mengawasi gimana ayah dan anak itu kelihatan akur dan dekat sekali satu sama lain sambil bergerak menuju parkiran mobil. Aku menghela nafas setelahnya. Hilang lagi kesempatanku berduaan Naya, tapi bisa apa aku. Hanya bisa menerima semua. Yang penting aku tau, dia akan selamat sampai rumah lagi dengan papanya. Lalu baru mau aku beranjak mengambil kunci di meja resepsionis supaya aku tidak lupa dengan kunci mobilku, aku malah menemukan Bella yang berjalan lambat menuju loby sambil focus pada handphonenya. Belum pulang ternyata Bella. Semoga di jemput papinya seperti tadi dia di antar ke yayasan. Jadi aku santai saja meminta kunci mobilku lalu bergerak ke loby luar yayasan. Ternyata Bella masih di situ. Aku awasi sebentar dia yang masih focus pada handphone dengan tas selampeng dan jas dokter putih yang dia sampirkan di lengan tangan kanannya. Cantik Bella juga, kalo dia setenang sekarang. Apalagi kalo dia sedang pakai jas dokternya dan melakukan pekerjaan sebagai asisten dokter gigi baik di acara tadi atau di rumah sakit keluargaku tempat dia magang. Tapi kalo dia sedang tidak dengan kegiatan kedokterannya, ampun deh, bawel sekali, mulutnya tidak bisa diam. Apa aja dia bicarakan, belum dia yang suka meledekku dan bersikap menye menye. Iya kalo melakukan hal itu sama aku doang, tapi cowok cowok teman kami yang lain juga. Dandanannya pun kekinian sekali, mengikuti trend sama seperti bestienya yang juga anak seorang designer baju ternama yang aku juga kenal baik, karena jadi bestie sepupu kembarku, anak ayah Nino. Ampun pasar aja kalah kalo mereka berempat berkumpul. Dan harus jujur aku akui, kalo Bella cukup pantas mengikuti trend fashion seperti sepupu kembarku tadi, mungkin karena di bawah arahan anak designer baju tadi itu kali ya. Pantas aja gitu yang mereka pakai, walaupun tampilan mereka berempat kekinian sekali. Soalnya mungkin juga kali ya, mereka tidak memakai make up berlebih. Cukup hanya bedak dan lip teen atau lip bam sih, pokoknya bukan lipstick, aku lupa namanya, mama suka biarkan Puput pakai juga supaya bibirnya tidak kering. Adeku tuh susah sekali makan dan minum, jadi bibirnya suka kering seperti orang puasa. Itu yang buat Puput adikku gampang sekali sakit. Ya karena susah makan banget. Bagian mulutnya yang berisik yang kadang tidak bisa aku telorir aja. Sisanya aku bisa terima karena dia pintar, sopan dan solehah banget kalo absennya disiplin juga seperti sepupu perempuanku. Dan sekarang aku harus terjebak di keadaan yang tidak mungkin untukku mengabaikan Bella, aku tidak melihat papinya ada seperti om Saga tadi. Trus dia akan pulang dengan siapa?, kalo sudah sore begini? Aku mendekat juga jadinya. “Elo belum pulang?” tanyaku. Baru dia mengangkat wajahnya menatapku. “Nunggu taksi online” jawabnya lalu menatap handphonenya lagi. Tumben banget pendiam banget. Biasanya berisik. Mungkin cape kali. “Bokap elo. Irash?” tanyaku pada papi dan adik lelakinya. Dia menghela nafas. “Bokap gue masih temanin nyokap gue, trus ade gue sibuk kali, kalo gue telpon gak di angkat, apa masih molor” jawabnya masih tidak menatapku. Aku gantian menghela nafas. “Ayo gue antar pulang, batalin aja taksi onlinenya” perintahku. “Ogah, udah dekat, kasihan” tolaknya. Ini yang buat aku kadang kesal terus pada Bella, sudah banget di bilangin. Udah sore gini, menjelang magrib pula, kalo ada orang yang lebih bisa dia percaya untuk mengantarnya pulang kenapa dia malah mau naik taksi online?. Kadang kadang batu banget di bilangin dan di khawatirin. “BANG!!” jeritnya saat aku merebut handphonenya lalu membatalkan pesanan taksi onlinenya. Bodo amat dia cemberut menatapku, aku sudah terbiasa menghadapi wajahnya yang cemberut atau ngambek gak jelas, karena kalah berdebat denganku. Lagian semenjak kuliah memang Bella cenderung lebih tenang, apa karena semakin dewasa atau karena pisah dengan genk kuartet mulut lancip yang kuliah mengambil jurusan seni music dan seni lukis untuk sepupu kembarku, lalu seni design pakaian untuk satu bestienya tadi yang anak designer terkenal. Jauh dari genknya buat Bella jadi lebih tenang menurutku. “Ayo ikut gue ke parkiran, manja amat mesti gue jemput elo kesini” ajakku memaksa. “Dih siapa yang mau di antar elo sih bang, elo yang mau, ngapa bilang gue manja” protesnya cemberut. Buat emosi yang kaya gini tuh. Sampai aku mesti tarik tangannya untuk ikut aku ke parkiran. Mesti banget juga seperti Puput kalo ngambek karena aku suruh pulang dari acara mainnya di rumah temannya, pasti langkah kakinya di buat berat sebagai aksi protesnya padaku. Nah Bella begitu, kalo aku tidak takut jas dokternya jatuh lalu kotor, pasti aku tarik lebih kencang supaya lebih cepat masuk mobilku lalu aku antar pulang. “Masuk!!” perintahku begitu sampai di mobilku dengan susah payah. “ABANG NYEBELIN!!!” semprotnya tapi menurut masuk mobilku lalu membanting pintunya. Kalo aku minta ganti pintu mobilku, akan lebih ngamuk gak ya? Jadi aku tertawa sendiri sebelum aku menyusulnya masuk mobil. Masih bertahan cemberut dong, sampai belum pakai sabuk pengaman. “Pakai gak sabuk pengamannya, elo mau gue di tilang polisi ya?” omelku bercanda sebenarnya. Suka aja melihat dia lebih kesal lagi menatapku yang menatapnya menunggu menjalankan perintahku. “APAAN LAGI TUAN MUDA TEDJA?” jeritnya dengan nada mengejek. Sontak aku tertawa lalu dia memutar matanya. “Enough Incesss Bella Tayang Tayang” jawabku membalasnya sebelum aku menyalahkan mesin mobilku lalu membawanya berlalu dari gedung yayasan menuju rumahnya. Anteng sekali, tumben, hanya menatap kaca luar jendela mobil, dan mengabaikanku. Jadi aneh kalo Bella begini. Kalo Naya yang begini baru biasa. “Gak mungkinkan dokter gigi walaupun baru calon trus sakit gigi?” ejekku menjeda diamnya. Jalanan macet buat suntuk kalo diam diaman juga. “Gak lucu bang, garing” komennya malas setelah menatapku sekilas lalu menatap keluar jendela mobil lagi. Aku tertawa. “Gue gak niat ngelawak, elo yang lebih jago ngalawak” jawabku. Tapi dia diam saja. “Ngapa sih Bel, tumben banget?” tanyaku tanpa becanda kali ini. “Cape!!” jawabnya jutek dan tanpa menoleh. Aku menghela nafas. “Gue berusaha baik loh sama elo, gue antarin elo pulang, tapi kenapa elo jutekin gue?” keluhku. Baru dia menoleh menatapku dengan wajah galak yang sebenarnya tidak pantas. Imut banget muka Bella tuh, macam anak kecil, beda dengan Naya. Dan karena jalanan macet jadi aku bisa balas tatapannya. “Yang mau antar gue, elo kan? Dan gue gak minta. Trus elo pikir gak kesal tangan gue di tarik kenceng banget, udah tau gue lagi cape, jalan dari loby ke parkiran doang aja, kaya orang kebelet boker. Malu kali sama titel tuan muda, tapi kelakuan kaya tukang sagon” jawabnya. Astaga…ngakak dong aku. Dan dia memutar matanya lagi dengan malas lalu mengabaikanku, jadi aku hentikan tawaku, sekaligus jalanan lancar lagi. “Lagi elo bandel trus, jadi mesti banget gue ngomel trus sama elo. Yang nurut apa jadi cewek” bantahku sambil menyetir. Tetap diam saja dong. Jadi malas akunya mengajaknya ngomong lagi. Ternyata bisa suntuk juga seorang Bella yang aku kenal ceria trus. Sampai suara dering handphonenya menjeda diam kami. Mau tidak mau aku jadi nguping. “Bisa? Sekarang? Kebetulan gue laper, tapi elo bawa laptopkan?” katanya pada lawan bicaranya. Aku bertahan diam mendengarkan diam diam. “Okey gue kesana, tunggu ya, bye” tutupnya lalu mengantungkan handphonenya lagi. “Siapa?” tanyaku. “Kepo lo bang” jawabnya lalu beres beres tas selempangnya yang sebelumnya dia pangku. “Elo mau kemana?, rumah elo masih jauh” tanyaku lagi sambil bertahan menyetir mobil. “Berhenti halte depan bang, gue janjian sama teman gue, makasih tumpangannya” jawabnya sambil menunjuk halte tak jauh dari kami. Tentu aku tolak. “GAK!!! Elo belum izin mami papi elo” tolakku. Dia menggeram. “Bukan urusan abang, lagian mami sama papi tinggal gue telpon. Gak usah lebay deh kaya elo gak kenal handphone” tolaknya. “Gue bilang gak ya gak” jawabku bersikeras. Dia diam menatapku kesal. “Udah sore Bel, trus elo bilang tadi cape, mending pulang trus elo istirahat, ketemu teman elonya besok aja” lanjutku. “Ya udah sih gak usah ngomel, gampang urusan gue mah, gue bisa langsung pergi lagi kalo elo udah antar gue ke rumah” jawabnya lalu melengos menghindari tatapanku. Aku langsung menggeram kesal lalu menghentikan mobil serampangan sampai dia menjerit. “BANG!!” jeritnya protes. Aku langsung menatapnya galak, segalak tatapannya padaku. “Tadi apa elo bilang?, bakalan tetap jalan setelah gue antar elo pulang?” tanyaku memastikan. “Lah serah guelah” jawabnya. “Dan gak akan gue biarin, gak akan gue antar elo pulang” jawabku. “Bagus, gue jadi bisa turun di sini” ancamnya sambil berusaha membuka pintu mobilku. Tapi tangannya kalah cepat dengan tanganku mengunci semua pintu mobil, untung aku pakai mobil papa yang cukup mewah, jadi punya smart lock door nya berfungsi baik dan hanya bisa aku buka dari pintu samping dari sisiku. “Mau elo apa sih bang? Nyebelin banget” omelnya galak. “Gue antar elo ketemu teman elo, atau gue tongkrongin elo di rumah elo setelah gue antar pulang sampai bokap nyokap elo pulang” jawabku final. Gak ngerti banget di khawatirin jadi anak perempuan. “Lebih nyebelin lagi jadi laki” keluhnya lalu menghempaskan punggungnya di kursi tempat dia duduk. Aku tertawa dalam hati, memang mesti di galakin baru ngerti. “Cepat pilih incess Bella Tayang Tayang, atau malah mau mobil kita di derek DLLAJL, karena parkir di bahu jalan protocol” kataku mengingatkan. “Bagus” jawabnya. “Dengan elo dan gue yang gak keluar mobil walaupun mobil derek udah bawa mobil ini ke kantor polisi” tambahku. Baru aku denger geraman tertahannya lalu aku menahan tawaku. “FINE!!, kalo memang elo mau banget jadi hamba sahaya gue. Kapan lagi jadiin laki turunan kompeni kaya elo buat jadi b***k inlander kaya gue. BURUAN JALAN, GAK USAH KEBAYAKKAN GAYA” bentaknya di akhir. Aku ngakak dong merasa menang. “As your command Belle…” jawabku lebih ke mengingat gimana eyang buyut Esa berkata pada eyang buyut Fey kesayanganku saat aku kecil. Dan Belle itu panggilan eyang buyut esa pada eyang buyut Fey, yang jadi kesayangannya. Belle ya, bukan BELLA. Beda tentu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD