Dua hati Yang Patah Hati

1814 Words
“Nadhief besok jadi ikut ke bali?” “Nenek jadi liburan ke bali, katanya mau ke paris?” tanya balik Nadhief yang akan memulai sarapan. Nenek kemala memberikan nasi goreng dengan telur dadar pada cucunya, kemudian ikut duduk di meja makan. Pagi yang sangat cerah ini, Nenek kemala berencana mengajak Nadhief mencari kado untuk gadis manis yang sebentar lagi akan menikah. “Gak jadi liburannya, soalnya ada acara yang lebih penting.” “Acara apa, Nek?” “Pernikahan Nala, bukannya Nenek sudah taruh undangan buat kamu di meja belajar. Pasti belum dibaca?” tanya Nenek Kemala. Nadhief yang akan memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya, langsung menjatuhkan sendok ke lantai. Mendengar apa yang neneknya katakan tiba-tiba saja tubuhnya menjadi kaku, suaranya tercekat dia tidak mampu mengatakan sesuatu dalam beberapa detik. “Sayang, kenapa?” Nenek Kemala mengambil sendok yang jatuh di lantai, dengan wajah panik dia mendekati cucunya. “Nadhief ...” panggil Nenek Kemala. “Ah ... iya, Nek,” jawab Nadhief saat kesadarannya kembali. “Kamu tidak apa-apa, Nak?” Nadhief menggeleng, dia mengatakan pada Neneknya baru saja ingat jika ada kuis pagi ini. Jadi, dia harus segera berangkat ke kampus agar tidak telat masuk kelas. Meminta Nenek Kemala untuk menaruh sarapannya ke dalam bekal makan. Sesampainya di kampus Nadhief langsung menuju ke perpustakaan. Karena, hari ini dia tidak memiliki jadwal kuliah. Kuis yang dikatakan pada Nenek Kemala hanya alasan saja, agar dia bisa menenangkan pikiran dan hatinya. “Ace Nadindra Al-fathan?” ucap Nadhief saat membaca undangan pernikahan Nala. “Sejak awal aku sudah menduga jika Dokter Ace memiliki perasaan pada Nala. Namun, aku tidak menyangka secepat ini dia berhasil mendapatkan gadis yang menjadi cinta pertamaku,” ujarnya dengan tertawa. Nadhief sedang menertawakan nasibnya. Nadhief menangkupkan kedua tangannya ke atas meja, lalu menaruh kepalanya di atas tangannya. Hari ini dia baru mengetahui jika kesempatan untuk mendapatkan Nala sudah tidak ada lagi, gadis yang menjadi alasan untuk dia menjadi dokter sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Dunia Nadhief seakan berhenti berputar. Otak cerdasnya tidak mampu di ajak berpikir, bagaimana caranya dia menjalani hidup setelah hari ini? Malika “Kak, besok datang ‘kan ke acaranya Nala?” Nadhief membaca pesan yang dikirimkan oleh Malika, dia langsung mengambil ponsel yang ada di atas meja. Nadhief “Iya, kamu berangkat kapan?” Tidak perlu menunggu lama, Malika langsung mengirim balasan. Malika “Lika, sudah di bali dari kemarin, Kak. Om Ganteng ingin memberikan kejutan pada Nala. Jadi, Nala tidak tahu jika besok dia akan menikah.” Saingan Nadhief untuk mendapatkan gadis yang dicintainya bukan sembarang orang. Pewaris rumah sakit besar, sekaligus dokter spesialis yang sangat terkenal di yogyakarta. Pertemuannya dengan Ace di depan rumah Nala waktu itu. Dia sudah merasa jika Nala juga memiliki rasa pada Ace. Namun, hati Nadhief masih menyangkalnya. Dia yakin akan mendapatkan Nala setelah lulus kuliah kedokterannya. Nadhief “Besok, saat di bali. Malika mau jadi pasangan kondangan Kakak?” Malika “Boleh.” Setelah berhasil menenangkan hati dan pikiran dengan membaca banyak buku ekonomi bisnis yang menjadi jurusan kedua yang dia ambil selain kedokteran. Nadhief pulang ke rumah untuk menjemput Neneknya yang mengajak untuk pergi mencari kado untuk Nala. Nadhief memang menjadi mahasiswa 2 jurusan yang berbeda, kedokteran adalah keinginan kedua orang tuanya. Jika, Ekonomi adalah pilihan yang diambil sesuai apa yang dia sukai. Tidak banyak yang tahu jika menjadi mahasiswa Ekonomi, hanya gadis manis yang selalu memberinya semangat yang tahu. Otak pintar yang dia miliki, memudahkannya mencerna dengan baik 2 mata kuliah yang sama sekali tidak ada hubungannya. Nadhief tidak merasa kesusahan untuk membagi waktu. Karena di jurusan Ekonomi dia mengambil kelas malam, itulah yang menyebabkan dia sangat sulit sekali ditemui meskipun di hari libur. “Mau cari apa, Nek? Sejak tadi kita hanya keliling mall.” “Nenek juga belum tahu, Nak. Bingung mau kasih kado apa buat si cantik Nala.” “Pilih saja Tas atau sepatu bisa juga baju, Nek. Biasanya para wanita suka itu.” “Tidak ... tidak! kalau semua itu Nala sudah punya. Harus yang spesial, karena besok ‘kan hari spesial buat dia,” jawab Nenek Kemala dengan semangat. Saat melihat toko perhiasan yang sangat besar yang ada di lantai 3 mall dekat rumahnya. Nenek Kemala langsung mengajak Nadhief untuk masuk kedalamnya. Beliau sudah tahu kado apa yang akan diberikan pada gadis yang sering memberinya makanan setiap hari minggu. “Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” sapa pelayan toko dengan sangat ramah. “Saya mau mencari satu set perhiasan untuk kado pernikahan,” jawab Nenek Kemala. Pelayan toko langsung mencarikan set perhiasan yang biasa dibuat kado. Ada 4 yang di taruh di atas etalase kaca semuanya cantik-cantik membuat Nenek Kemala kebingungan untuk memilih. “Nak, menurutmu yang cocok buat Nala yang mana?” “Tidak ada!” Nenek kemala langsung melihat ke arah cucunya, perhiasan secantik itu dia bilang tidak ada yang cocok dengan Nala. “Jangan bercanda Nadhief, Nenek sedang serius!” Nadhief menghela nafas, sebentar lagi perdebatannya dengan sang nenek akan segera dimulai. Dia merasa perhiasan yang dipilihkan oleh pelayan toko tidak ada yang cocok dengan karakter Nala yang sederhana. Ke 4 perhiasan itu sangat glamour penuh dengan berlian pasti Nala tidak akan menyukainya. Dia berjalan melihat perhiasan yang ada di dalam etalase, mencari yang dianggapnya cocok dengan kepribadian Nala. Nenek kemala mengikuti cucunya dari belakang, dia sebenarnya lebih percaya dengan pilihan Nadhief karena sejak kecil dia sudah sangat dekat sekali dengan tetangga depan rumahnya. “Boleh lihat gelang yang ini, Mbak?” tunjuk Nadhief pada gelang bermata satu. Pelayan toko tersenyum pada Nadhief, saat mengambilkan gelang yang ditunjuk. Gelang emas putih memiliki mata satu berwarna biru di tengahnya. Sangat simple namun terlihat elegan. “Sepertinya ini lebih cocok untuk Nala,” ucap Nadhief pada Neneknya. Nenek kemala mengambil gelang yang Nadhief bawa, beliau langsung tersenyum lalu mengangguk. Benar yang dia pikirkan cucunya lebih pandai memilih kado yang pas untuk Nala. “Yang ini ada satu set, Mbak?” tanya Nenek Kemala. “Ada, Ibu. Sebentar akan saya ambilkan.” Mereka berdua menunggu dengan berbincang mengenai apa saja yang akan dibawa untuk ke bali malam ini. Karena, acara pernikahan Nala hanya satu hari saja. Nadhief berkata pada Neneknya tidak perlu membawa banyak pakaian dan barang, lebih baik bawa seadanya saja. jika butuh sesuatu lebih baik beli langsung waktu sudah di bali. “Ini ada anting, kalung, gelang dan cincin. Satu set terakhir yang ada, setelah ini sudah tidak akan diproduksi lagi. Karena setiap bulan series perhiasan di toko kami akan selalu berubah,” jelas pelayan toko dengan sopan. Nenek kemala langsung membeli satu set perhiasan yang sudah dipilihkan oleh Nadhief, dia mengajak cucunya menuju ke kasir untuk membayar kado yang akan diberikan pada Nala. *** “Kak ...” panggil Malika, dia terlihat sangat cantik sekali memakai dress putih selutut dengan riasan sederhana. Nadhief melambaikan tangan pada Malika, dia baru saja turun dari kamar hotel untuk menuju ke tempat dilaksanakannya akad nikah. “Cantik sekali, anak siapa ini?” Goda Nadhief pada Malika. Malika mengulum senyum, pipinya yang sudah merah kini makin merona. “Anak Mama Arina, jelas cantik lah ...” ucapnya dengan terkikik. Nadhief tertawa dengan kelakuan malu-malu Malika padanya, dia sebenarnya tahu jika gadis yang ada di depannya ini memiliki perasaan lebih padanya. Namun, Nadhief tidak mau membuat Malika si gadis polos menjadi pelampiasan rasa sakit hatinya. Dia tidak mau menjadi laki-laki jahat! “Sudah siap?” tanya Nadhief. “Siap apa, Kak? Yang mau menikah ‘kan Nala bukan Malika.” Nadhief menyentil kening Malika dengan pelan, dia gemas setiap kali bertanya pada gadis di depannya ini. Selalu saja akan ada jawaban yang aneh, seringkali membuatnya tertawa. “Ayuk kita ke luar, sepertinya sudah banyak tamu undangan yang datang,” ajak Nadhief. Dia membantu Malika berjalan, dengan menawarkan lengannya. “Terima Kasih, Kak,” ucap Malika. Mereka berdua berjalan melewati karpet merah yang terbentang panjang menuju ke tempat acara, pernikahan yang Nadhief tahu impian Nala sejak kecil dapat diwujudkan oleh Ace hari ini. Meskipun hatinya hancur, namun dia merasa bahagia karena cinta pertamanya mendapatkan suami yang benar-benar mencintainya. “Kakak mau duduk dimana?” tanya Malika. Nadhief menunjuk meja paling tengah, dia sengaja tidak ingin terlalu terlihat. Agar saat Nala dan Ace resmi menjadi pasangan suami istri, tidak ada yang sempat memperhatikannya ketika bersedih. Itulah yang ada di pikiran Nadhief saat ini. Sebelum Malika duduk, Arumi memanggilnya. Dia mengajaknya untuk menjemput Nala ke dalam kamar, karena sebentar lagi akad nikah akan segera dimulai. Malika meminta izin pada Nadhief lebih dulu, dia berkata akan kembali setelah tugas menjadi bridesmaids selesai. Suara sorakan saat Malika bermain piano dan Nala menyanyikan lagu untuk suaminya, membuat Nadhief tidak merasakan apa-apa. Dia hanya mendengar suara berisik namun hatinya tetap merasa sepi. Namun, saat melihat kelakuan Malika yang sedang protes dengan sahabatnya yang sedang bermesraan membuatnya gemas. Nadhief berdiri, dia memutuskan menghampiri Malika yang belum mau turun dari panggung musik. Nadhief akan mengajak Malika kabur dari tempat acara, saat ini dia akan bersikap egois. “Cepetan turun, Lika. Jangan sampai kamu menangis minta dinikahkan hari ini juga sama Mama Arina,” panggil Nadhief pada Malika. Malika turun dari panggung dengan mencebikkan bibir, dia ini mau menggoda Nala malah justru di jahili balik oleh Nadhief yang sedang berdiri di bawah panggung. “Kak Nadhief mau ajak Malika kemana?” “Ke suatu tempat yang sangat indah sekali, kamu pasti belum pernah pergi ke sana.” Malika yang diajak oleh Nadhief hanya patuh saja, dia tahu jika Nadhief pasti merasa sesak selama acara pernikahan sahabatnya. Dia akan membantu Nadhief untuk melupakan Nala, menggantikan Nama itu dengan namanya. “Wah indahnya ...” seru Malika saat melihat sunset di atas batu karang. “Hmmm ... sudah lama aku tidak merasakan keindahan seperti ini,” gumam Nadhief. Malika memandang ke arah Nadhief yang sedang memejamkan mata, dia menggelengkan kepala. Laki-laki yang ada di sebelahnya mengatakan indah namun dengan mata terpejam. “Kakak baik-baik saja?” Akhirnya Malika berani mengatakan apa yang ingin dia tanyakan sejak kemarin. Dia sempat sedih waktu temannya mengirim foto Nadhief sedang menaruh kepalanya di lengannya. Oleh sebab itu Malika mengirim pesan pada Nadhief, meskipun tidak bisa menghibur setidaknya dia mengetahui kabar laki-laki yang sangat dicintainya. “Memang sangat terlihat sekali ya?” tanya balik Nadhief. Malika mengangguk, dia sekarang dapat melihat kesedihan yang mendalam di mata Nadhief. “Kakak kalau mau menangis boleh kok, sini sandaran sama lengan Malika.” Nadhief menghela nafas panjang, dia tahu jika hati Malika juga terluka saat melihatnya seperti ini. Namun, dia tidak bisa berpindah hati begitu saja sebelum nama ‘Nala’ hilang dari hati dan pikirannya. “Maaf ...” ucap Nadhief, dengan bersandar pada bahu Malika. “Untuk apa, Kak?” “Karena aku selalu membuat kamu sedih.” Malika terkekeh, dia mendongakkan wajahnya ke atas. Menahan tangis yang sebentar lagi akan pecah. “Tidak masalah, Kak. Tidak semua orang akan bersatu dengan orang yang dicintainya, begitupun Malika!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD