Part 2

2334 Words
Part 2 Di dalam mobil, Silma memegangi tangan Salma padahal Salma merasa risih karena telapak tangan Silma berkeringat. Silma merasa takut untuk turun dari mobil. Pandu mengantar Silma terlebih dahulu karena jalannya searah kemudian mengantar Salma dan berakhir dirinya menuju kantor. Juna naik sepeda karena Pandu menyuruh anaknya itu agar tak manja padanya. Anak cowok harus bisa mandiri. "Gue malu Sal. "raut wajah Silma memerah menatap Salma. " Percaya deh sama gue, gak ada apa-apa kok. Semoga lo dapet temen banyak dan intinya jangan terlalu tertutup. "Salma mencoba menyakinkan kakaknya beberapa kali. Sebenernya Salma merasa khawatir pada kakaknya itu. " Silma, ayo turun keburu kesiangan ayah sama Salma. "Pandu menolehkan kepalanya ke belakang melihat Silma yang masih enggan untuk turun dari mobil. " Iya ayah. "Silma meraih tangan ayahnya dan mencium punggung tangan ayahnya. Silma pun keluar dari mobil ayahnya. Ia menatap mobil ayahnya makin menjauh menghilang dari pandangannya. Kemudian Silma membalikkan badannya dan melihat sekitar sekolah ini yang nampak ramai para murid berdatangan. Ada yang naik motor, sepeda dan diantar entah itu orang tua, sopir atau keluarga yang lain. Kakinya terasa berat untuk memasuki SMA ini. Pakaian seragamnya masih seragam SMP karena menjalani MPLS bertanda masih belum diperbolehkan atau belum resmi memakai baju SMA. SMA ini memang sekolah paling favorit karena banyaknya prestasi dibidang akademik ini juaranya. Silma memutuskan untuk duduk di kursi depan kelas entah kelas berapa. Bukan hanya dirinya saja melainkan banyak murid baru yang sama sepertinya juga duduk berjejeran tapi ia merasa berbeda karena yang lain bergerombol sedangkan dirinya hanya duduk termenung di sini. "Andai saja kalau ada Salma di sini, pasti gue gak ngerasa kesepian. "gumam Silma yang kini mulai meremas rok wirunya. " pengen gabung sama mereka tapi sepertinya gue gak cocok. "Silma selalu menyalahkan dirinya sendiri yang tak pandai bergaul dengan murid lain. " Gini amat nasib gue. "Silma mendongakkan wajahnya menatap ke atas. " Nasib apa? "seseorang menghampiri Silma yang tengah duduk sendirian. Suara itu? Mata Silma membulat kala melihat seorang cowok berdiri di hadapannya sekarang. " Alfa? "Silma terkejut dan baru sadar kalau dirinya dan sosok yang ia sukai sedari SMP satu sekolah lagi. " Sendiran aja? "Lelaki berparas tampan tak lupa gigi gingsulmya yang selalu terlihat kala bibirnya tersenyum manis. " Emm iya. "Silma merasa diabetes melihat senyuman manis Alfa. " Padahal teman sekelas kita juga ada lhoh yang sekolah di sini. "Alfa duduk di samping Silma. Degup jantung Silma berdetak tak karuan karena merasa sedekat ini dengan cowo itu meski dulunya pernah satu kelas tapi ia tak pernah merasa dekat apalagi berbicara empat mata seperti sekarang ini. " Gue emang gak punya temen,"balas Silma jujur. "Oh gitu. "Alfa menghela napasnya pelan lalu melirik teman satu kelasnya saat SMP yang duduk di sampingnya. Silma buru-buru membuang muka ke arah lain lantaran merasa malu kala tertangkap basah oleh Alfa. " Gak usah takut kali, gugup amat. "Alfa terkekeh pelan melihat gelagat Silma yang menurutnya merasa tak nyaman dekat dengannya. " kenapa lo di sini? "tanya Silma spontan. " Lo emang gak suka ya gue di sini? "Tanya Alfa setelah memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. " Bukan, bukan gitu. Tapi--" "Yaudah gue pergi aja. "Alfa beranjak beridri dari duduknya tapi saat Alfa akan melangkah, Silma menahan tangannya. " Engh--bukan itu maksud gue. Gue cuman merasa heran aja."Silma menarik tangannya kala Alfa menatap tangannya. Ia menyuruh Alfa untuk duduk kembali. "Kenapa heran? Kita kan teman. " " Teman? " " Iyalah, lo kok canggung banget. "Alfa kembali duduk dan terkekeh pelan menatap Silma. " Emm gue gak pandai bergaul jadi gimana ya.. Gue gak bisa jelasin. "Merasa terlalu gugup, Silma tak bisa meneruskan perkataannya. " Kita itu teman Sil padahal udah dari SMP lho, canggung banget kalau sikap lo kayak gini. " " Maaf. "Silma menundukkan wajahnya menatap sepatu hitamnya seraya menggigit bibir bagian bawahnya. Alfa tersenyum lebar dan sekarang ia baru sadar jika gadis ini bukan merasa tak nyaman karena dirinya ada di sini melainkan merasa gugup dan malu padanya. " ayo kita ke mading, lihat pengumuman kelas MPLS. Semoga satu kelas ya? Sampai seterusnya deh hehe. "Alfa menjulurkan tangan kanannya di depan Silma. Silma langsung menatap Alfa lalu menatap tangan Alfa. " Udah deh kita itu teman. "Alfa menarik tangan Silma dan mengajaknya berjalan bersama. Silma menundukkan wajahnya sebab banyak siswi yang secara terang-terangan menganggumi sosok Alfa yang kini berjalan bersampingan dengannya. Alfa memang sangat tampan, memiliki gigi gingsul, senyuman yang manis, berkulit putih walau berkaca matanya tak mengurangi ketampanan sosok Alfa. "Maaf dulu gue terlalu cuek sama lo mungkin ini yang buat lo heran kan. "Alfa menoleh menatap Silma. Sadar juga kan eluuuuu-jerit Silma dari dalam hati. " iya gapapa kok, "balas Silma dengan nada gugup. " Gue emang cuek sih tapi gue... Ah gak jadi deh. "Alfa juga merasa malu jika mengutarakan sesuatu yang pasti membuat Silma bingung nantinya. Sekarang mereka berdua tengah berdiri sambil menatap banyaknya murid sedang berebut tempat untuk melihat pengumuman kelas MPLS. " Gue yang lihat aja ya, takutnya lo kenapa-napa lagi. "Salma mengangguk patuh mendengar ucapan Alfa. Alfa berusaha membaca nama per nama untuk mencari namanya dan nama Silma, sebelumnya Sillma memberitahukan nama panjangnya padanya. " Ini nama gue lalu.... "Alfa dengan sekuat tenaganya menahan dirinya sendiri agar tak terdorong ke samping. " Silma... "Alfa tersenyum lebar mengetahui jika dirinya sekelas dengan Silma. Segera ia kembali menuju tempat tadi untuk memberitahukan pada Silma. "Silma kita satu kelas MPLS lhoh."Alfa merangkul Silma tiba-tiba membuat tubuh Silma menegang. " Hey Sil, kok diam. "Alfa mengkerutkan dahinya bingung menatap Silma yang hanya diam saja. " Lo gak suka ya--ups sorry gue gak sengaja. "Alfa melepas tangannya yang merangkul Silma tadi. "Gapapa. Gue seneng juga kok kita sekelas." Silma menganggukan kepalanya seraya tersenyum menatap Alfa. "Yuk kita cari tempat duduk. "Ajak Alfa pada Silma. ... Salma turun dari mobil ayahnya tak lupa gaya songongnya menatap area sekolah ini. Gadis itu berkacak pinggang memantau apakah ada sesuatu yang mengganjal dirinya atau tidak sebab sedari tadi perasaannya tak enak sekali. Salma mengabaikan mobil ayahnya yang sudah menjauh dari tempat ini. " Kok perasaan gue gak enak ya padahal tadi gue kayak biasa aja tuh. "Salma menenteng tasnya di bahunya dan mulai berjalan angkuh masuk ke area SMAnya. " Salma!! "teriak seseorang membuat langkah Salma terhenti. " Wah cindhil! "Salma menoleh kepalanya menatap sosok gadis mungil berlari ke arahnya. (Cindhil : sebuto anaknya tikus dalam bahasa jawa) " Tuh kan kebiasaan nama orang diganti-ganti. "Gadis itu merengut bibirnya kesal. " Lagian nama lo Cindy, ya lo tau sendiri mulut gue suka keblablasan. "Salma menepuk pundak Cindy lalu berjalan beriringan. Cindy, temannnya akrabnya waktu smp. " Oh ya Sal, lo udah denger rumor sekolah ini kan? "tanya Cindy pada Salma. " Rumor apa? "tanya Salma tak mengerti sama sekali. " Lha telat ternyata ya lo,"cibir Cindy pada Salma. Salma mengajak temannya itu untuk duduk di area lapangan basket sekolah yang nantinya digunakan untuk upacara saat acara MPLS akan dimulai. "Emang apa sih? "tanya Salma kepo. "Anak pemilik sekolah di sini itu lho seumuran sama kita, gue udah tau wajahnya. Gila gila ganteng banget cuyyy." Cindy menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Oh. "Salma membalas tak minat ucapan temannya tersebut. " Lha respon lho pelit amat deh. "Cindy mendengus kesal selalu saja Salma berkata seperti itu. " Lagian gak menarik bagi gue, gue yakin dah tuh cowok pasti sombong banget. "Tebak Salma, ini adalah firasatnya sendiri. " nanti deh lo bakal suka sama tuh cowok, heran deh gue sama lo padahal ganteng tau sayangnya gue lupa bawa hp jadi ya gue gak bisa kasih tau lo,"ujar Cindy. "Pacaran bikin sakit hati dan gue gak mau ngerasain dulu. Lo kan udah tau gue bilang itu dari dulu. "Salma tersenyum miring, terlihat murid sekolah ini yang nampak ramai apalagi papan mading yang banyak dikerumuni oleh para murid baru. "Ya bener sih, tapi masak lo ngerasain SMA hambar gitu." "Kalau gue mah waktu bosen tinggal cari masalah kan gampang. "Salma menatap tajam para siswa yang terang-terangan menatapnya. Ia tak suka dengan tatapan para buaya darat area sekitarnya ini. (mudah) " Masih aja gitu. "Cindy terrtawa pelan melihat kelakuan Salma. " Tunggu aja kalau sikap usil gue kambuh, guru pun bisa jadi mangsa gue. " Cindy menggelengkan kepalanya menatap temannya satu itu yang memang sudah sejak SMP, ia hapal betul sikap Salma yang suka cari masalah bahkan jadi langganan masuk BK dan dikenali banyak guru tata tertib. " Gue ke sana dulu ya, gue mau lihat kita di kelas sama atau gak. " " Moga sama elah, gak ada lo gak ada yang jadi suruhan gue,"ucap Salma dengan nada candanya. Cindy hanya mengancungkan jempolnya dan tertawa mendengar ucapan Salma. "Ck! Jadi keinget kemarin lagi kan. "Decak Salma saat melihat beberapa motor sport masuk ke halaman sekolah menuju parkiran sekolah yang letaknya di belakang sekolah. Ia teringat cowok songong kemarin yang menyindirnya dan berani menipunya. " Tuh motor kayak kenal. "Salma memincingkan matanya kala tak sengaja menatap motor yang dibuat duduk cowok kemarin. " Motor dia apa bukan sih, eh bukan deh jadi kemarin itu bukan motornya. Tuh cowok kemarin kenapa ke kantor polisi coba. "Salma memandang kejauhan motor yang ditemuinya kemarin tapi bedanya motor itu dikendarai oleh satpam sebelumnya motor itu terparkir cantik di depan aula sekolah. "Sal!"Cindy melambaikan tangannya menyuruh Salma berjalan ke tempatnya berdiri. Salma mengangguk kepalanya kemudian menghampiri temannya itu. "Kita satu kelas MPLS, moga aja kelas resmi kita juga sekelas!"pekik Cindy senang. "Yaudah kita langsung aja ke kelas naruh tas. "Sekarang mereka berjalan masuk ke dalam kelas yang masih di lantai satu tapi letaknya masih di belakang. Tak butuh waktu lama mereka berdua sampai di kelas yang digunakan hanya seminggu saja semasa MPLS. " Kita duduk di belakang! "Salma langsung menuju bangku belakang sendiri letaknya pun pojok dekat jendela. "Ternyata masih belum ramai jadi bisa duduk di sini. Gue bisa tidur nanti." Condy cekikikan dan kini meletakkan jaket di atas meja digunakan untuk bantal tidur kepalanya. "tidur sesuka lo, gak sia sia kita dateng pagi. " " Ya emang lo selalu dateng pagi Sal, kan lo dianter. " " Gue pengen cepet umur 17 tahun deh. Naik motor sendiri pas berangkat sekolah." "Lo mau naik motor? Inget tilang--waduh "Salma meringis ketika kepalanya ditimpuk kotak pensil miliknya oleh Salma. "Dibilangin jaga mulut! "Salam melototkan matanya menatap Cindy. " Eh iyaya, duh bisa nyerocos mulut gue "Cindy malah cengengesan tak jelas. Kini Salma bermain ponselnya santai sedangkan Cindy tengah tidur karena terlalu bangun lebih pagi tadi hanya menuruti ucapan Salma. Entahlah ia selalu menurut apa yang dikatakan oleh Salma. BRAK' "WOY! "suara gebrakan yang sangat keras itu mengagetkan Salma begitu pula Cindy yang langsung bangun dan mengeluarkan suara kerasnya juga. " LO! "Salma menatap sosok cowok kemarin yang sekarang berada di depan bangkunya. Cowok itu terkejut menatapnya juga. Cindy menguap lebar dan memoletkan kedua tangannya itu, ia masih belum sadar jika temannya menatap tajam sosok pelaku yang memukul meja tadi. "Lo ngapain di sini? "tanya cowok itu dengan suara ketusnya. " Eh lo juga ngapain di sini! "Salma berdiri dari duduknya. Mereka berdua saling menatap tajam satu sama lain. " lha ini sekolah gue! "bentak cowok di hadapannya. Sontak hal itu membuat Salma terkejut apalagi Cindy yang tadi matanya masih terpenjam kini terbuka lebar. "Wahh Malvin! Ini lo!" pekik Cindy seraya membuka mulutnya lebar tak menyangka jika di hadapannya ini sosok yang ia bicarakan tadi. "Teman lo aja kenal sama gue, malah lo gak kenal sama gue dasar kudet! "Cowok bernama Malvin itu berdekap d**a. " Leh harus ya? Duh sayangnya gue gak kenal. "suara Salma bernada meremehkan, membuat cowok itu menggeram kesal. " Pergi lo! Ini bangku gue! "suruh Malvin kepadanya. " ogah men! "Salma menjulurkan lidahnya, mengejek Malvin. " Eh Sal, kita ngalah aja deh. Cari tempat lain. "Cindy menatap sekitar, banyak para murid menatap ke arah mereka. " Gak! Gue gak mau, ini udah kita dudukin. Siapa cepat dia dapat, lo tau kan pepatah kata itu? "tanya Salma yang juga ikut bersedekap d**a, ia mendongakkan wajahnya juga menantang cowok itu. " Bilang sama temen b*****t lo ini! Suruh pindah! "Malvin menatap tajam pada sosok gadis yang mengenalnya. " Sal... "belum sempat Cindy berucap, suara tamparan mengarah pada pipi Malvin. Cindy membulatkan matanya melihat Salma malah menampar Malvin sangat kencang. " Sal haduh bisa gaswat ini! "Cindy panik memegangi tangan Salma. " Heh munyuk! Lo berani ngatain gue! "Salma menunjukkan jari telunjuk tepat di depan wajah Malvin. (Munyuk: nama anaknya hewan monyet (kethek)) " Lo berani sama gue? Cewek cengeng kayak lo napa harus gue takuti? "Malvin menaikkan sebelah alisnya menatap remeh pada gadis itu. " Bisa diem gak sih lo! " " Gue gak bisa diem kalau lo tetap duduk di bangku ini. " " Gue duluan yang duduk, cari lain sana! " " Ck! Ini sekolah gue! " " Sekolah lo? Yang bangun itu ya tukang, yang bayarin itu pemilik sekolah ini dan agak ada nama lo lagian lo belum lahir waktu sekolah ini dibangun kan? "Salma mengibaskan rambut panjangnya. Salma menatap sekitar dalam kelasnya yang mulai ramai hanya karena penasaran melihat ia dan Malvin. " Sialan! "Geram Malvin seraya mengepalkan kedua tangannya. " Bubar bubar! "teriak para OSIS tengah membubarkan kerumunan di kelas ini. Salah seorang OSIS yang menjadi pendamping kelas mereka masuk ke dalam. " Heh kalian duduk! "suruh OSIS itu pada Salma dan Malvin. Cindy duduk di bangku lain bersama siswi lain karena ia tak mau berdebat masalah bangku. " Kalian duduk! Tuli ya? "sindir OSIS itu lantas membuat Salma langsung duduk sedangkan Malvin menatap teman-temannya yang sudah duduk dibangku mereka masing-masing. " Lo anak pemilik sekolah? Gue gak takut ya sama lo karena semuanya dimata gue itu sama dan gak ada namanya pilih kasih! "anggota OSIS itu menatap tajam ke arah Malvin. Malvin pun mendengus kesal malah ia duduk sebangku dengan gadis itu sebab tak ada bangku kosong yang lain. " Lihat aja lo! "ancam Malvin. " Yaudah lihat aja kan lo punya mata,"balas Salma yang tak merasa was was pada cowok di sampingnya itu. Benar, perasaan gue gak enak karena ketemu nih cowok di sekoah ini - batin Salma kesal. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD