“Ini.” Ian menyerahkan segelas teh hangat untuk Maya. Sekarang Maya sudah lebih baik. Dia tidak lagi menangis keras atau tersedu-sedu seperti di luar tadi. Di dalam kamarnya, Maya duduk bersandar di atas tempat tidur. Dia meminum tehnya dengan sikap menurut. Begitu selesai, Ian dengan sigap mengambil alih gelas dan meletakkannya di atas nakas samping tempat tidur Maya. “Sudah lebih baik?” tanya Ian dan Maya mengangguk. “Tidurlah.” Sekali lagi Maya mengangguk kemudian bergerak berbaring dengan posisi yang nyaman. Sebelum Ian bisa berdiri, Maya bergumam pelan. “Maafkan aku. Karena aku, kau dipukul Ibu.” Sudut bibir Ian berkedut kecil. “Itu cukup sakit, kau tahu?” Melihat bibir Maya kembali bergetar tanda wanita ini ingin menangis lagi, Ian yang panik segera menenangkannya. “Aku bercanda.

