Pagiku yang Manis

589 Words
Ku pandang pantulan diriku dalam cermin kamarku, allhumma hassanta khalqii fahassin khuluqii, jubbah hitam dan khimar navy menjadi pilihanku kali ini. “Asyifa…… Jadi ke ndalem apa tidak hari ini?” Itu suara bunda dari luar kamar setelah mengetuk pintu. Ku langkahkan kaki ke pintu dan membukanya, terlihat sosok bunda yang tersenyum manis di depanku “Ayo, ditunggu abang di bawah…..” Aku mengangguk mengambil cadar navy yang sudah ku siapkan lalu memakainya dengan rapi, tak lupa ku ambil snelly hitamku di belakang pintu “Asyifa sudah siap bunda….” Bunda mengantarku ke bawah menemui abang yang telah menungguku di halaman “Princess sudah siap?” Tanya Abang dengan senyum manis di wajah tampannya, aku mengangguk sebagai jawaban. Aku berbalik untuk mencium tangan bunda, begitupun dengan abang. “Assalamualaikum Bunda cantik” ucap kami bersamaan. “Waalaikumussalam anak-anak baik” jawab bunda dengan senyuman yang bertambah lebar. Akupun masuk ke dalam mobil di kursi kemudi samping abangku. “Masih deg-deg an dek?” Tanya abangku yang sedari tadi melihatku memilin ujung khimarku “Asyifa udah lama ngga ketemu mereka Bang, Asyifa takut canggung” jawabku yang akhirnya mengeluarkan emosi yang dari semalam ku pendam sendiri. “Tenang aja, mereka kan bukan orang asing buat kamu” aku diam, dalam hati mengiyakan apa yang diucapkan abangku. Setelah beberapa menit perjalanan, kami sampai di depan gerbang besar dengan gapura yang di atasnya bertuliskan Al-Hilal, jantungku semakin berdegub kencang, apalagi saat abangku menghentikan mobil di depan sebuah rumah yang lebih dikenal dengan sebutan ndalem. “Sudah sampai, sana masuk sampaikan salam ayah, bunda dan abang ke Pak Yai dan Bu Nyai yah” Aku mengangguk kemudian menyalami abangku dan turun dari mobil setelah mengucapkan salam tentunya. Aku terdiam sebentar, melihat gedung besar di belakang ndalem yang akan aku kunjungi itu, pikiranku melayang dan tanpa sengaja memutar alur mundur dalam bayangan ku 12 tahun yang lalu. Seorang anak yang baru lulus SD menangis sesenggukan di teras sebuah rumah. Ia sangat rindu orang tuanya, sudah seminggu ia tak bertemu dengan mereka. Ia menoleh ke belakang saat mendengar suara pintu dibuka, keluar seorang wanita cantik yang begitu anggun, ia berjalan menuju anak tersebut, lalu duduk di sampingnya “Siapa namamu sayang? Kenapa menangis sendirian disini?” Tanya perempuan anggun itu “Namaku Asyifa, aku sedang merindukan orangtuaku” kata anak tersebut di sela-sela tangisnya Si Ibu tersebut tersenyum “Kenapa tidak meminta tolong pengurus untuk menelfon?” “Aku tidak mau membuat orangtuaku sedih karena aku menangis, aku sendiri yang memutuskan untuk disini, jadi bagaimanapun juga aku harus bertanggung jawab atas keputusanku, aku hanya sedang menumpahkan emosiku di tempat ini, di dalam terlalu ramai” ucap anak itu dengan lancar. “Berarti kamu adalah anak yang luar biasa, orang tuamu pasti bangga denganmu” ucap ibu tersebut sambil mengusap kepala sang anak. “Ibu siapa? Kenapa Ibu keluar dari rumah ini? Apa tangisanku mengganggu ibu?” Tanya anak tersebut yang kini telah reda tangisnya “Kamu boleh panggil ibu dengan sebutan ummah, dan mulai sekarang rumah ini juga rumah kamu” ucap ibu tersebut “Ummah” ucapnya lalu tersenyum, yang membuat wanita dewasa tersebut ikut tersenyum “Boleh aku peluk ummah? Biasanya kalo aku habis nangis Bunda yang peluk, kalo sekarang aku peluk Ummah boleh? “ ucapnya lagi “Na’am sayang, tentusaja boleh, sini peluk ummah” ucap wanita itu sambil merentangkan tangaannya, dan tanpa ragu Asyifa masuk ke pelukannya ‘Hangat, mirip seperti pelukan Bunda’ batin sang anak dengan senyuman cantiknya Senyumanku tak pernah bisa ku tahan saat mengngat kejadian yang indah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD