Cerpen 1: Summer in My Love - Part 8

647 Words
 “Aku lulus tes wawancaranya!” jerit Kesha histeris, memeluk Jessy seperti hendak meremukkan batang pohon.   “Wow! Wow! Dan apa artinya itu?” tanya Jessy setengah sesak napas, terlihat ikut bahagia mendengarnya.   “Tinggal menunggu hasil ujian tulisnya tiga hari lagi dan nilai sempurnaku hanya membutuhkan tiga perempat dari ujian tulis itu!” kesha melepas pelukannya.   “Dan?”   “Dan….” Katanya lambat-lambat, berhenti sejenak mengatur napas sambil menutup mata, “secara kasat mata, nilaiku hampir sempurna untuk memenuhi kriteria persyaratan yang ada! Dan nilai ujian tulisku hanya tinggal memberikan sumbangsi yang kecil saja dari semua nilai yang ada!” jelas Kesha berapi-api.   “Selamat!!! Kau harus mentraktirku hari ini!” goda Jessy.   "Tak masalah! Ayo !" Kesha menggandeng tangan Jessy dan mereka berlalu dari tempat itu. *** Selama hampir setengah perjalanan hidupnya, Kesha merasa tak pernah sebahagia ini. Dia benar-benar lulus ujian itu! walaupun sempat, ada yang protes dengan hasil kemenangan Kesha.   Sebulan lagi ia berangkat ke Amerika, Jessy sempat protes karena waktunya terlalu cepat, namun ia tetap senang bahwa Kesha mampu mewujudkan cita-cita mereka berdua. Jessy sangat menyayangi sahabatnya itu.   Oh… cowok musim panas pujaanku..   Kapankah kau berada di sisiku? Menci*umku dengan penuh ga*irah dan mesra seperti sang pangeran menci*um putri tidur?   Merasakan debaran jantungmu di dadaku, menghirup wangi tubuhmu yang memabukkan dahagaku…   Suaramu yang bagaikan denting gelas yang beradu indah, seakan-akan membuat diriku terlena dalam sensasi yang aneh..   Berpusing cepat dan ingin sekali merengkuh wajahmu dan melumat bibir lembutmu yang menggoda bira*hiku…   Kau cowok musim panas yang membuat dunia di sekitarku berpusing aneh bagaikan dunia dongeng modern…   Kau membuatku mabuk dalam cinta… namun tak mampu menyadari kenyataan yang ada bahwa kau tak dapat aku raih…   Meskipun segelas darahku kupersembahkan untukmu…   Meskipun jiwaku rela terjun kedasar neraka terdalam…   Meskipun aku hanya udara yang mengisi paru-parumu….   Aku tak akan pernah bisa bersamamu…   Cowok musim panas yang menjebak cintaku…   Kesha Valentine akan selalu siap sedia menyerahkan jiwa dan raganya hanya untukmu…   Aku hanya mampu tergoda dengan desa*han sensasimu yang keluar begitu saja dari kilauan dirimu..   Diriku tak mampu berbuat apa-apa lagi…   Aku lahir hanya untukmu…   Cowok musim panasku…   Rentetan kata-kata itu seakan menghujam jantung Kesha yang kini berdiri terpaku di depan papan pengumuman, matanya nanar dan kedua tangannya kebas. Seseorang telah menyebar puisinya!   Gawatnya, fotonya juga ditempel di sana dan diedit sedemikian rupa hingga tampak ca*bul dan bodoh! Selebaran itu difotokopi sebanyak mungkin, ditempel di dinding dan di mana saja setiap kaki melangkah! Tega betul mereka!   In lebih buruk dari petir di siang bolong!   Ouh…Kesha merasa limbung … kenapa hal ini terjadi di saat penilaian pribadinya dipertaruhkan? Minggu depan dia akan berangkat ke Amerika! Ini akan menjadi masalah besar baginya… isi puisinya jauh dari kesan romantis, yang ada hanya emosi bira*hi dan cinta meluap-luap! Kesha yakin bakal dipanggil oleh Rektor kampusnya!   Ia tak mau bertemu dengan Jessy hari itu, dan benar saja, seseorang menyuruhnya menghadap Rektor dalam tempo tak kurang dari satu jam.   Sempurna sekali hari Kesha saat itu.   Tak pernah terbayangkan baginya akan mengalami hal ini. Sepanjang perjalanan menuju ruang Rektor, puluhan pasang mata memandangnya dan beberapa ada yang terkikik meledek Kesha, serta ada pula yang memasang tampang jijik.   Segitu burukkah puisi yang dibuat olehnya??   “Berpusing cepat dan ingin sekali merengkuh wajahmu dan melumat bibir lembutmu yang menggoda birahiku…” seseorang mengucapkan sepotong puisi Kesha. Kesha hanya mampu menutup mata sekejap, langkah kakinya dipercepat sedemikian rupa. Orang itu kemudian berteriak, “murahan sekali dirimu, penerima beasiswa Harvard? Ke.sha.Va.len.tine.” Nama Kesha diucapkan seakan-akan  tengah mengeja huruf.   Dirinya tak sanggup lagi mendengar perkataan itu, Kesha berlari cepat meninggalkan tempat itu, kedua tangannya menutup telinganya, ingin sekali menangis dan ketika dua belokan berikutnya, dia menabrak seseorang.   “Maaf!” ujar orang yang ditabrak oleh Kesha, denting gelas terdengar, “Kesha?” ujarnya muram. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD