1. Menikmati Sendiri

2565 Words
Sebenarnya aku itu malas sekali harus pulang ke rumah orang tuaku, kalo saja tidak bosan mendengar rengekan mamaku yang menyuruhku pulang ke rumah. Umurku sudah 25 tahun, mama masih saja menganggap aku anak kecil yang butuh bantuan mama untuk mengurus diriku. Belum lagi aku terpaksa harus mendengarkan ceramah mama soal aku yang belum juga punya pacar. Mama tidak tau, atau pura pura tidak tau, kalo hanya perempuan, aku punya banyak sekali. Banyak dalam artian hanya untuk teman aku gulat di ranjang. Perempuan seperti itu, jelas tidak mungkin aku kenalkan pada mama sebagai pacarku, apalagi calon istri. Gak deh, perempuan perempuan yang bersedia tidur denganku tanpa komitmen, bukan tidak mungkin bersedia juga tidur dengan lelaki lain yang menarik perhatian mereka seperti mereka tertarik padaku, tanpa komitmen juga. Tidak usah kaget, banyak sekali perempuan di luar sana yang seperti itu, apalagi di belantara kota metropolitan seperti Jakarta. Cukup proses perkenalan singkat, traktir dia makan atau minum, lalu sedikit rayuan, sekali aku menjentikkan jari, mereka pasti mengekorku, dan pasrah aku bawa kemana pun. Segampang itu. Ya…, tapi memang kalo kalian lelaki muda sepertiku, harus sekali kelihatan punya uang, berpenampilan modis, tidak perlu ganteng banget juga, asal terlihat enak di lihat, atau istilahnya good Looking, baru bisa. Kalo kalian terlihat cupu, ya tidak mungkin bisa, apalagi tidak terlihat punya uang apa norak. Ingat buddy, ini Jakarta, pusat segala hal, sama artinya pusat kaum hedon, yang selalu menyangkutpautkan segala sesuatunya dengan tampilan fisik yang kekinian dan komunikasi dengan bahasa gaul, yang indentik dengan trend bicara menggunakan bahasa Indonesia campur sedikit bahasa Inggris. Nah lupa aku tambahkan satu lagi, selain berpenampilan menarik, komunikasi kekinian, juga harus jadi orang yang menyenangkan, dalam artian tidak mudah tersinggung saat bergaul dengan komunitas apa pun. Kalo istilah gaulnya NO BAPER. Kalo kalian sudah good looking, sudah di cap anak gaul dan kekinian, tapi lalu mudah baper atau tersinggung, tidak mungkin juga kalian di terima di komunitas apa pun di Jakarta ini. Tau dong kalo salah satu kebiasaan komunitas hedon itu, suka sekali mengejek, meledek, atau merendahkan, apa lagi kalo kalian kalah dalam segi penampilan. Tidak percaya?, di kota besar seperti Jakarta, merk handphone yang kalian pakai aja pasti jadi perhatian orang, handphone doang loh. Kalo untuk orang di desa, mungkin asal punya quota internet dan pulsa menelpon atau mengirim pesan, sudah cukup. Tidak penting merk bukan?. Semua itu tidak berlaku di kota besar seperti Jakarta. Kalo merk handphone kalian masih belum menyamai harga satu unit sepeda motor bebek keluaran Jepang, sudah kalian di anggap bukan orang berada atau beruang. Setelah punya hanphone seharga sepeda motor baru pun belum cukup kalo ternyata kalian gaptek dalam menggunakan aplikasi yang banyak di download kaum hedon. Aku kasih tau lagi. Komunitas kaum hedon di Jakarta itu kalo pun nongkrong di sebuah restoran yang menunya mie intans sebagai menu utama macam warkop di daerah perkampungan atau pinggir Jakarta, yang mereka obrolkan bukan hal receh soal kelakuan teman atau tetangga di rumah, tapi soal merk baju, sepatu, tas branded. Atau yang sedang trend sekarang, obrolan mereka itu pasti soal inventasi kryto. Kalian gak ngerti?, aku pun tidak sepenuhnya mengerti soal trend investasi kryto ini, yang aku tau, karena investasi itu, banyak bermunculan OKB yang sering pamer kemewahan di medsos. Di mata orang awam, ya enjoy saja menonton parade kelakuan mereka, dan sesekali julid. Kalo yang lebih pintar sedikit, lalu mencari tau gimana cara mereka mendapatkan uang, yang kelihatan gak punya pekerjaan tapi uang mereka milyaran. Okey stop sampai di sini cerita ngalor ngidulnya. Aku lupa mengenalkan diri. Namaku Roland Rahardian. Aku anak satu satunya, dari seorang pejabat pajak negara. Papaku Raka Rahardian, PNS aselon tertinggi yang jabatannya lumayan terpandang. Jangan tanya apa jabatan pasti papaku. Yang aku tau, tugasnya menagih pajak pada perusahaan perusahaan asing yang beroperasi di seluruh Indonesia. Kira kira begitu, itu yang aku tau. Selebihnya tidak usah tanya lagi. Aku terlalu malas berkomunikasi dengan papaku kecuali minta uang. Tau dong seperti kebanyakan pejabat yang berduit, mereka rata rata punya kesenangan pada perempuan di luar istri sah mereka di rumah. Bukan aku menjudge, karena mungkin tidak semua pria pejabat berkelakuan macam papaku, yang punya banyak selir di luar rumah. Semacam punya simpanan, dimana perempuan muda yang bersama papaku, pasti di kebutuhanya di penuhi papaku. Lalu sikap mamaku gimana?. Mamaku seperti kebanyakan perempuan yang punya punya suami berperangai seperti papa, jelas tidak bisa berbuat apa apa, selain pasrah menerima kelakuan buruk papa sepanjang papa tetap bertanggung jawab pada kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan aku sebagai anaknya. Mama memilih bertahan dan pura pura tidak tau kelakuan papa di luar. Sempat mama berniat menggugat cerai papa, tapi lalu urung karena khawatir dengan masa depanku. Mamaku memang hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Kesibukannya setiap hari hanya jadi istri dan ibu untukku. Kalo kegiatan lain di luar rumah, paling terlibat kegiatan dengan istri rekan kerja papa, atau sibuk dengan kegiatan ibu PKK di lingkungan tempat tinggal kami. Itu yang membuatku terkadang kasihan pada mamaku. Mama terlalu sabar menerima kelakuan papaku. Jadi terkadang aku yang justru melabrak perempuan yang jadi simpanan papa dan aku ajak papaku bertengkar. Jadi kalian mengerti dong kenapa aku memutuskan tinggal di sebuah aparteman yang aku beli sendiri hasil dari bisnis di bidang EO dan WO yang aku buat, di banding tinggal di rumah orang tuaku walaupun aku anak satu satunya. Aku tidak sesabar mama menghadapi kelakuan papa berbeda dengan mamaku. Memang sampai akhirnya aku punya usaha sendiri setelah sebelumnya aku bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang yang sama dengan bisnisku sekarang, papa jugalah yang memberikan modal untuk aku membuka usaha itu. Awalnya aku tidak mau, tapi aku pikir pikir lagi, keenakkan perempuan perempuan yang jadi simpanan papaku, kalo uang papa tidak aku manfaatkan untuk diriku sendiri sebagai anak papa. Jadilah aku terima bantuan papa untuk membuka usahaku sekarang. Aku berterima kasih untuk itu pada papaku. Rasa terima kasih itu jugalah yang membuatku masih menghargai papaku. Kalo papa tidak begitu, jangan harap aku masih bisa respect padanya. Kembali dengan kegiatanku selama di rumah mama, apalagi kalo bukan merengek minta makan pada mama setelah aku kenyang tidur. Mama siapkan makan siangku, dan papa juga bergabung makan siang denganku dan mama, walaupun papa lebih sibuk dengan handphonenya di banding sibuk mengobrol dengan aku yang jarang pulang ke rumah. “Makanya nikah Rol, jadi ada yang urus. Atau minimal kamu punya pacar” kata mama. Aku hanya diam menanggapi sambil terus makan. Obrolan yang sama setiap aku pulang ke rumah, jadi aku cukup bosan. “Kamu gak pacari aja gadis bule teman SMA kamu itu?, mama udah senang lihat kamu dengan gadis bule itu di pernikahan Omen, kenapa sih tidak kamu pacari saja?” kata mama lagi yang sudah bisa aku tebak. “Noni sudah punya pacar mah, dan teman aku juga, tapi kerja di Amrik” jawabku mengingatkan mama. Mama menghela nafas. “Mama pikir dulu juga, kamu pacaran dengan teman kampusmu yang anak Jendral. Ternyata tidak juga” keluh mama lagi. “Sinta juga pacar temanku mah” jawabku lagi. “Kalo semua gadis yang kamu kenalkan pada mama pacar temanmu kenapa kamu bawa bawa. Obi bawa gadis teman SMAnya sama seperti kamu, tapi Obi pacari, bahkan Risda bilang mereka akan menikah. Atau kamu pacari aja Risda biar dekat kalo mau lamaran” kata mama lalu tertawa. Aku yang justru menghela nafas. Nama nama orang yang mama sebutkan tadi adalah sahabatku pada saat SMA. Kami bersahabat sebanyak 9 orang, terdiri dari 3 perempuan dan 6 lelaki termasuk aku. Gadis bule yang mama bilang itu namanya Queensha, atau Noni. Lalu Sinta yang tadi mama sebut juga. Lalu satu lagi tidak mama sebut namanya Karin anak pejarbat seperti papa tapi pejabat perusahan minyak negara. Lalu yang lelaki terdiri dari Obi yang jadi pacar Karin dan Obi itu tetanggaku di rumah. Lalu Omen yang tadi mama bilang sudah menikah, tetanggaku juga di rumah. Lalu ada Nino yang aku bilang sedang kerja di Amrik, atau malah sudah di Indo, kalo aku merasakan kehadirannya di pesta resepsi pernikahan Omen beberapa waktu lalu. Lalu ada Rengga yang berkarier jadi jaksa di sebuah pengadilan negeri yang juga pacar Sinta yang mama sebut tadi. Lalu terakhir Kendi atau Andi anak seorang musisi terkenal. Dan terakhir aku. Nanti deh aku cerita lagi, aku urus mama dulu dengan curhatannya tentang aku yang masih jomblo di antara teman temanku. “Mama kadang kasihan Rol pada Risda. Dia itu baik sekali padamu dan perhatian sama mama. Gadis baik dan dari keluarga baik juga, kamu tau benar soal ini, karena kamu mengenal baik keluarga Obi temanmu” kata mama lagi karena Risda itu adik bungsu Obi. “Masa aku pacari adik temanku sendiri mah” protesku. “Kenapa gak?. Memangnya Obi tidak setuju kalo kamu mendekati dan memacari adiknya, kamukan berniat benar dan tidak main main” jawab mama. Masalahnya Obi dan Karin tau benar kelakuanku yang suka main perempuan di luar, sampai Karin dan Sinta selalu mencapku sebagai lelaki bastart. Jadi kalo pun aku menyukai Risda adik Obi, pasti Obi tidak akan suka, takut adiknya aku buat kecewa. Aku juga tidak mungkin merusak gadis baik baik seperti Risda. Kalo pun juga aku suka main perempuan, mereka bukan gadis baik baik. Seperti aku bilang di awal, mana ada gadis baik baik kalo mereka bersedia tidur denganku tanpa ada komitmen jelas antara kami. “Risda juga membantumu Rol, dengan memberikan jatah ruko yang jadi bagian dari papinya, untuk kamu beli sebagai kantor tempat kamu usaha. Kasihan bukan gadis itu?, masa kamu tidak bisa lihat kalo dia suka kamu?” lanjut mama walaupun aku diam saja. Mama tidak tau, kalo lebih kasihan kalo Risda yang memang gadis baik baik, dan dari keluarga baik baik, harus bersamaku yang bukan lelaki baik baik. Dia hanya akan sakit hati dan kena mental dengan kebiasaanku yang sering gonta ganti perempuan seperti papaku. Tidak mungkin aku membiarkan Risda jadi seperti mamaku yang karena cinta pada papa, memilih bertahan dengan papa walaupun sudah terlalu sakit hati. Siapa pun pasti tidak mau cintanya di bagi, atau berbagi bukan?, sudah pasti begitu, mau lelaki atau perempuan. “Atau kalo kamu memang tidak mau pada Risda, sama siapa pun pasti mama akan terima Rol. Mama sudah tua, dan kamu sudah cukup dewasa untuk menikah. Kamu juga sudah cukup mapan, mau kapan lagi kalo Omen saja istrinya sudah hamil” kata mama lagi. “Mah…” rengekku supaya mama berhenti bicara soal ini. “Sudah mah, gimana anakmu mau rajin pulang ke rumah kalo mama trus membahas soal ini?. Umur 25 tahun untuk lelaki itu masih muda. Dan tidak ada batas ekspayet untuk lelaki, kenapa mama repot sekali urusan menikah. Biar saja anakmu menentukan menentukan jalan hidupnya sendiri. Lagipula anakmu baru merintis usaha, dan sedang tahap berkembang, masih terlalu premature untuk mama bilang Roland sudah mapan. Kita tidak tau gimana perkembang perekonomian ke depan, apalagi perusahaan yang Roland bangun tergantung dari ada atau tidaknya proyek suatu acara di adakan. Kesuksesan anakmu mengadakan acara konser penyanyi luar negeri, jangan serta merta buat mama berpikir perusahaan Roland sudah cukup stabil. Mama salah, PR Roland masih setumpuk untuk membuat perusahaannya berkembang. Aset perusahaannya saja masih sebatas kantor di sebuah ruko” papa baru ikutan nimbrung. Ini bagian yang aku suka dari papa. Mungkin karena papa petugas pajak yang selalu mengecek pergerakan keluar masuk uang sebuah perusahaan kali ya, jadi papa tau sejauh mana sebuah perusahaan bisa di katakan perusahaan berkembang atau perusahaan yang sudah sukses dengan asset perusahaan yang berjibun. “Aku mau tidur lagi mah, makasih makan siangnya” kataku menjeda dan menarik mundur diriku dari perdebatan mama papaku. Mama hanya mengangguk lesu, dan begitu juga papaku. Harusnya aku senang mendapati perhatian papaku, karena setelah itu pasti papa dan mama akan sibuk berdebat soal aku, anak mereka. Tapi aku terlalu antipati pada papaku karena kelakuannya di luar rumah. Jadi aku tidak terlalu respect pada perhatian yang papa berikan padaku. Aku terkadang berpikir, papa itu justru mendukung kelakuan tidak benarku di luar rumah dan di belakang mamaku, toh papa sering melihatku menggandeng perempuan bergantian layaknya aku ganti baju, dan papa sama sekali tidak menegurku selain menyapaku dan berkenalan dengan perempuan yang aku gandeng saat itu. Mungkin papa berpikir, kalo aku semakin seperti dirinya, semakin sulit untukku mengkoreksi kesalahan papa, jadi istilahnya kami sudah tau kartu masing masing untuk mengganggu satu sama lain. Walaupun harus jujur aku akui, aku sudah tidak pernah lagi memergoki atau mendapat aduan dari mamaku soal kelakuan b***t papaku dengan perempuan muda di luar sana semenjak aku masuk kuliah. Sampai kamar mana mungkin aku tidur lagi, kalo aku sebenarnya sudah tidak merasa mengantuk. Yang aku lakukan justru menyalakan laptop yang selalu aku bawa kemana pun aku pergi dan dimana pun aku berada. Laptop yang galeri fotonya berisi foto foto hasil jepretan handphone jadul yang pixelnya tidak sebagus handphoneku sekarang, jadi hasil fotonya cenderung blur, tidak jernih resolusi fotonya, tapi untukku tidak masalah, asal tetap menunjukan seraut wajah gadis setengah bule yang selalu aku rindukan dalam hati dan anganku. Di handphoneku pun ada fotonya, tapi tidak sebanyak di laptop, dan aku merasa layar handphone tidak cukup besar untuk aku sentuh layarnya hanya untuk menyentuh wajahnya secara virtual. Gadis pertama yang aku kenal dekat secara tidak sengaja, karena dia juga adik sahabat baikku. Gadis yang sampai sekarang sulit sekali aku enyahkan dalam pikiranku. Satu satunya gadis yang dulu menolakku dan aku dulu tidak cukup berani untuk menanyakan alasannya. Sampai beberapa tahun baru aku tau alasannya, lalu aku merasa semau terlambat untuk kami bersama sama. Entahlah sampai kapan aku bisa lepas dari bayang bayang dirinya yang menyiksaku tanpa ampun, padahal orangnya tidak pernah tau, kalo dia sudah menyiksaku dengan rindu. Menyiksaku dengan rasa cinta yang justru jadi alasanku tidak berani memperjuangkan perasaan yang aku punya untuknya.Dan karena alasan kelakuan minus papaku jugalah, yang akhirnya membuatku ragu untuk mencarinya lagi walaupun hanya untuk sekedar mengatakan kalo aku rindu. Aku tau dimana keberadaannya saat ini, bahkan aku tau nomor telpon handphonenya sampai nomor telpon rumah dan kantor tempat dia bekerja, tapi aku tetap tidak punya keberanian untuk mendekat. Aku takut hanya akan membuatnya seperti mamaku, karena aku seperti papaku yang suka mempermainkan perempuan. Padahal aku begitu karena rasa frustasiku yang menyadari kalo semesta tidak mendukung kebersamaan kami saat kesalahfahaman antara kami terjadi di luar kuasaku. Huft…tidak salah kalo aku harus bilang, cinta terkadang sebangsat ini. Kenapa aku yang begitu menyanyai dirinya dengan sepenuh hatiku justru tidak bisa bersamanya, tapi kenapa orang lain yang terkadang tidak punya rasa sayang dan cinta sebesar rasa sayang dan cintaku padanya tapi malah bisa bersama sama dengan orang yang dia pilih sebagai pasangan?. Kalian mungkin ada yang mengalami hal sepertiku, yang mencintai seseorang dalam diam, yang tak pernah bisa memiliki karena alasan di luar nalar dan tidak masuk akal. Atau kalian mungkin juga ada yang mengalami sepertiku, yang memilih melepaskan orang yang kalian sayang dan cintai karena demi kebaikan orang yang kalian sayang, lalu memilih memendam rasa cinta itu sendirian. Atau mungkin kalian ada yang sama sepertiku yang memilih menatapnya diam diam dari jauh tanpa bisa mendekat, karena tau dia sudah bersama orang lain dan terlihat baik baik saja bahkan malah bahagia tanpa kalian. Lalu apa yang kalian lakukan kalo ada di keadaan sepertiku?. Tolong beri tahu aku, karena aku semakin tidak tahan pada rasa yang cinta yang aku punya untuknya. Rasa cintaku pada gadis yang aku juluki Minie Mouse, karena dia suka sekali dengan tokoh kartun Disney yang jadi pasangan Mickey Mouse. Tolong ajari aku gimana melupakan dan mengenyahkan perasaan rindu dan cintaku pada GLADIS GIANTI SUMARIN, si Minie Mouse yang jadi cinta pertamaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD