KEHIDUPAN YANG KERAS

1407 Words
SMU Tiga Pilar Bangsa, toilet pria Enam belas tahun kemudian…. “Jadi siapa lawan kamu sekarang, Dy?” tanya Adrian pada seorang wanita yang tengah sibuk berkaca di hadapannya dengan santai sambil mengenakan wig rambut pendeknya. Seragam sekolahnya sudah berganti dengan kaos santai bergambar band heavy metal dan celana sobek-sobek. Wajah gadis manis itu sekarang sudah berubah menjadi seorang remaja tampan dengan senyum menggoda dan mampu melelehkan hati wanita manapun. Sepasang mata kelabunya ditutupi dengan kontak lensa berwarna coklat sehingga warna aslinya tak lagi kelihatan. “Namanya Putra Rajasa dari SMU Angkasa…” Adrian tercekat saat melihat Audy berjalan keluar dengan santai menuju arahnya. Perempuan cantik yang ia kenal sekarang sudah berubah menjadi seorang remaja pria nan macho dengan tampang sempurna. Baik sebagai wanita atau pria, tak sekalipun ia kehilangan pesonanya. Ia tetap memikat. Tapi, dalam penampilan prianya, semua orang mengenalnya sebagai Jinx. Si pembuat onar. Lambang sial bagi siapapun yang bertemu dengannya di atas ring. “Tuhan memang tak adil…” sungut Adrian pada dirinya sendiri. Tampangnya pas-pasan tapi ia terkenal rajin dan kaya raya karena merupakan satu-satunya pewaris dari Filemon Corp. Sebuah perusahaan konveksi raksasa yang sudah merupakan usaha warisan keluarganya. Tapi, ketika berada di hadapan Audy, ia tak lebih dari seekor kecoak. Bukan karena kalah kaya, tapi pengaruh dan charisma Audy sebagai teman dekatnya, mampu menilep penampilannya sebagai seorang pria tulen. Mereka berdua dekat sejak Audy, yang saat itu sedang menyamar sebagai Jinx, menghajar kakak seniornya habis-habisan sewaktu sedang mencoba memalak dirinya di belakang kantin sekolah. Sejak hari itu, mereka berdua tak terpisahkan. Hari itu, sekolah mereka memperoleh tantangan terbuka lagi. Sebuah tradisi lama yang dimulai entah sejak kapan dan menjadi salah satu rahasia gelap bagi sekolah yang terkenal ekslusif serta khusus ditujukan untuk para anak-anak orang kaya atau super kaya tersebut. Namanya Gladiator. Sebuah ajang unjuk kekuatan antar sekolah yang keberadaannya sangat rahasia dan tersebar secara diam-diam diantara para siswa tanpa seorang guru pun yang tahu akan tradisi berdarah ini. Aturannya sama persis dengan acara gladiator yang seringkali diadakan di Stadium Colloseum pada masa pemerintahan Kaisar-Kaisar Romawi jaman dulu. Duel satu lawan satu. Menghajar pihak lawan tanpa ampun sampai babak belur tanpa kehilangan nyawanya. Dulu, awalnya tradisi ini dilakukan hanya untuk main-main antar siswa SMU Tiga Pilar Bangsa tapi sekarang, sudah dikoordinir dengan sangat rapi oleh para siswa sendiri dan tiket penonton pun diperjualbelikan dengan harga yang cukup mahal. Keuntungannya sangat besar. Petarung akan mendapat bagian sekitar 60 persen dari hasil pertarungan tersebut kalau ia menang sementara pihak siswa yang bertugas untuk memanajemen acara pertarungan tersebut akan memperoleh sisanya. Aturannya, siswa yang bertugas sebagai manajer acara akan mengirimkan surat tantangan terbuka secara acak ke sekolah-sekolah lain secara online. Akses website resmi hanya bisa dibuka selama 5 menit setiap pukul 12 malam di minggu pertama untuk pendaftaran para penantang yang mau bertarung di ronde berikutnya. Setiap minggu ada 1 pertarungan. Acaranya sendiri selalu berlangsung di bekas gedung olahraga lama yang akan dipermak menjadi sebuah ring khusus untuk bertarung. Waktunya selalu jam 6 sore setelah sekolah sepi. Para satpam dan penjaga sekolah juga sudah disuap untuk tetap tutup mulut dan menjaga kerahasiaan seputar acara illegal ini. Dan, jangan tanya betapa ramainya antusias penonton setiap saat acara pertarungan dibuka. Semua tiket pasti terjual habis! Kursi penonton penuh! Lalu, pemenang akhirnya sudah pasti Jinx! Sang pahlawan dari SMU Tiga Pilar Bangsa. Pemilik identitas misterius yang pesonanya selalu tersebar diantara para penggemarnya yang notabene adalah para kaum hawa. Para siswa perempuan yang akan selalu hadir untuk menontonnya bertarung dan menghajar lawan-lawannya. Si juara bertahan yang tak pernah terkalahkan! Sore ini, Jinx kembali hadir…. Dan seisi gedung pun bersorak riuh!!! ………………………………………………………………………………………… 30 menit kemudian…. Pihak lawan sudah menggelepar pasrah di atas lantai ring dengan nafas terengah-engah. Wajahnya sudah bengkak akibat beberapa pukulan yang dilancarkan oleh Jinx dan tubuhnya babak belur terkena tendangan secara telak. Walaupun tak ada yang mengenai bagian vital. Setelah juri menghitung satu sampai sepuluh, pihak lawan malah langsung pingsan tanpa daya. Hasil akhir pertarungan sudah jelas! Jinx menang! LAGI! Sementara lawannya diangkut pakai tandu oleh teman-temannya, Jinx menerima segepok uang hasil pertarungannya dengan muka bahagia. “Sesuai harapanku, kau menang lagi, Jinx! Selamat ya?” “Haha… thanks, Matt….” Balas Jinx sambil mencium uang tersebut dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Adrian hanya memperhatikan semua itu dalam diam. ……………………………………………………………………….. Jinx cepat-cepat kabur kea rah parkiran motor sebelum ia dikerubuti oleh para penggemarnya. Ia menyuruh Adrian untuk berbalik badan dan segera membuka wig serta mengganti baju dengan seragamnya yang biasa. Untung, parkiran sedang sepi waktu itu. “Kau ganti baju di tempat umum??? DASAR GILAAAA……!!!!” “Heh! Aku gini –gini masih pakai kaos dalam ya? Jaga otak mesummu!!!” bentak Audy galak sambil memakai helm dan menaruh tas ranselnya di motor. “Ayo, naik! Kuantar pulang sekarang!” Dengan patuh, Adrian memakai helmnya dan menaiki motor Audy di belakang gadis tersebut. Audy langsung mengebut dengan kecepatan tinggi dan sampai di depan rumah sahabatnya tersebut dalam waktu 10 menit. “Thanks! Minggu depan, supirku sudah masuk kerja lagi. Jadi kau tak perlu repot mengantarku lagi seperti sore ini…” balas Adrian risih. Ia seringkali membayangkan dirinya untuk membonceng Audy di atas sebuah motor besar dan bukan sebaliknya. Tapi ternyata fakta berkata lain. “Iya, tak apa-apa. Aku tahu koq. Byeee…Aku pulang yaa…” Motor Audy langsung berbalik dan meninggalkan Adrian di depan pagar rumahnya yang mulai membuka secara otomatis. Adrian menghela nafas panjang. Tuhan…. benar-benar tak adil padanya….. ……………………………………………………………………….. KRIKKK….KRIKKKK….. Suara jangkrik bersahutan menyambut kedatangan Audrey di depan gerbang rumahnya sendiri. Dibandingkan rumah Adrian yang luar biasa mewah dan besar, rumah keluarga Audy tak ada apa-apanya tapi rumah itu terlihat rapi dan asri. Ibunya yang suka berkebun, menanam berbagai tanaman obat dan sayur di depan rumah sehingga kalau butuh bumbu dapur, mama Theresia hanya tinggal memetik saja di halaman depan. “Aku pulanggggg…..” Audy menyapa ibunya dengan suara keras yang langsung disambut dengan pelukan hangat kedua orangtuanya. “Gimana belajar kelompoknya?” tanya Mama Theresia lembut. “Ya begitulah….” balas Audy singkat sambil menuju ke kamarnya di lantai dua. “Kalau sudah selesai mandi, langsung ke bawah ya? Mama sudah siapkan makan malam untuk kamu…” “Ok, Ma….” Audy cepat-cepat mandi dan ganti baju. Tak lupa, ia memasukkan gepokan uang yang diterimanya tadi ke dalam kotak rahasia yang ia taruh di bawah tumpukan baju-bajunya. Lalu, ia turun ke bawah. Di meja makan, ayah dan mama Theresia, dan Kak Anas sudah duduk di meja makan. Audy langsung bergabung dengan mereka. Setelah papa memimpin doa, mereka berempat langsung makan bersama. “Tadi mama dipanggil lagi sama wali kelas kamu….” Mama Theresia memulai pembicaraan secara tiba-tiba. Audy yang sedang menyuap sayur ke mulutnya langsung berhenti. “Katanya nilai kamu turun? Hati-hati loh, nanti beasiswa kamu dicabut…” “Ok…” Audy hanya menjawab singkat dengan cuek sambil melanjutkan makannya. “Kamu contoh Kak Anas ya? Ga pernah ada masalah di sekolah. Ketua OSIS, nilai-nilainya juga selalu masuk 10 besar. Guru-guru juga selalu puji kakakmu yang satu ini….” kata papanya di sela-sela mengunyah makan malamnya. Audy hanya tersenyum kecil saat mendengar ocehan ayahnya. Topik ini lagi. Dibandingkan lagi. Tapi ia sudah tak peduli. Toh, mereka berdua dari lahir sangat berbeda. Kak Anas sangat penurut sementara dirinya terkenal bandel dan banyak tingkah walaupun secara akademis, nilai-nilainya cukup menjanjikan tapi tak pernah masuk ranking 10 besar. Anas hanya diam saja saat ayahnya mulai membandingkan mereka berdua. Wajahnya yang cantik dan bermata sendu hanya menatap Audy yang tengah makan dengan lahap. Emosinya terlihat rumit dan tak terbaca. …………………………………………………………………….. Di depan pagar, dua bayangan hitam mengamati keluarga kecil tersebut dengan mata tembus pandang. “KETEMU!!!!!” kata salah satu sosok tersebut dengan gembira. Sementara sosok yang satunya hanya tersenyum tipis tanpa berkata apapun. Kemudian, perlahan-lahan tubuh mereka mulai memudar. Lenyap tanpa bekas. …………………………………………………………………………. Selesai makan, Audy langsung masuk ke kamarnya dan mengerjakan peer dari sekolahnya. Besok ada pelajaran Fisika dan ia tak suka gurunya. Ughh!!! Untung saja ia sudah mengerti konsepnya dan sekarang ia tinggal mengerjakan kewajibannya. Tak lama, pintu kamarnya dibuka dan Kak Anas masuk sambil membawa buah-buahan. “Dari mama…” katanya singkat. “Thank you, Kak..” balas Audrey sambil mengambil piring berisi buah tersebut. Kak Anas hanya tersenyum singkat dan menutup pintu kembali pelan-pelan. Audy kembali ke meja belajarnya. Ia kembali menjadi dirinya yang biasa. Audy Wamera. Anak bungsu keluarga kecil ini. . . Aku mungkin dia, tapi dia adalah aku Aku memiliki penampilan dan suara yang berbeda Tapi kami tetap sama Anakmu…..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD