3. Jangan ada kebohongan

1132 Words
"Tidak sayang hiks...hiks. Apa kau tega meninggalkan aku dengan pria seperti itu?" Tanya vania semakin terisak. "Bukan begitu. Vania, sebenarnya aku tidak rela untuk melepaskan dirimu. Kau tahu aku sangat mencintaimu, tapi kau tahu. Kan, aku hanya takut jika suamimu sampai tahu dan kau akan diceraikan," Ujar sultan berpura - pura sedih di depan sosok Vania. "Sayang. Itulah yg aku mau, tapi sebelum itu kita harus sukses terlebih dahulu. Kau tahu dia kan, dia itu orang kaya. Bahkan aku bisa membantumu untuk membuka usaha, Apa kau mau sayang?" Tanya vania penuh harap. "Maksudmu? Modal usaha? Jika dia tahu bagaimana sayang?" Tanya sultan dengan wajah berbinar nya yang berusaha ia tutup - tutupi dari vania." Wow aku bisa menikmati kekayaan pria kaya itu, sungguh ini kesempatan emas bagimu sultan," Batin sultan terkekeh menahan rasa bahagia seakan dirinya mendapat sebuah lotre kali ini. "Kau tenang saja sayang. Kau tahu aku. Vania, akan melakukan apapun untuk membahagiakan kekasihku ini. Aku bahagia memiliki kekasih sebaik dirimu tapi kau mau kan ber-usaha agar modal yg aku berikan padamu bisa berjalan dengan mulus. Tapi aku tidak bisa mengambil banyak paling tidak dalam satu hari aku hanya bisa mengambil 10 juta saja," Ungkap vania jujur sambil menatap kekasihnya itu. "Tentu sayang. Aku tahu selama kau mendukungku kita akan sukses dan aku akan menikahimu sesegera mungkin, aku sungguh ingin hidup bersamamu selamanya sayang," Kata sultan sambil membawa vanila ke dalam pelukan." 10 juta mana cukup, heh," Batin sultan menahan kekesalan tapi berusaha ia tutup - tutupi. "Baiklah. Ayo sayang kita ke mesin ATM," Kata Vania sambil menarik sultan keluar dari cafe. Tidak jauh dari cafe tersebut ada mesin ATM untuk menarik uang, Dengan cepat vania dan sultan menuju ke mesin ATM keduanya segera masuk ke ruangan tempat di mana mesin ATM itu berada. Vania segera melakukan penarikan uang, membuat kedua mata sultan membulat saat melihat uang keluar dari mesin ATM itu. Membuat kedua mata sultan berbinar terang. "Wow. Sultan, kau memang cerdas sekali. Bahkan kau sangat beruntung memiliki gadis bodoh seperti vania. Yang bisa kau jadikan sebagai mesin ATM," Batin sultan dengan senyuman sinisnya." Vania, itu banyak sekali. Aku sangat takut jika suamimu itu sampai tahu. Jika suamimu itu sampai mengetahuinya bagaimana?" Tanya sultan dengan nada takut yang berusaha ia buat - buat. "Tenanglah. Aku akan berhati - hati, pokoknya kau harus memikirkan usaha apa yg bisa menguntungkan untuk kita berdua. Kau paham kan sayang?" Kata vania antusias "Tentu sayang aku pasti akan memikirkannya dengan sangat baik. Ya sudah aku pergi dulu, terima kasih untuk uangnya sayang aku mencintaimu," Ujar sultan sambil mencium bibir mungil vania dan segera berlari meninggalkan gadis itu. "Kenapa sultan malah pergi kan Aku masih merindukan dirinya?" Batin vania sambil menatap kepergian sultan. Vania segera menghubungi supir pribadinya untuk menjemput dirinya, 15 menit kemudian mobil telah terparkir cantik di depan cafe. Vania segera masuk kedalam mobil dirinya akan kembali ke mansion arvin. **** Perusahaan Arentino "Ada apa dengan vania? Sepertinya dia tidak bahagia dengan pernikahan ini? Apa aku tanyakan saja kepada ayah mertua. Setidaknya dengan begitu aku tahu apa sebabnya," Batin arvin memikirkan status pernikahannya saat ini. Arvin yg tidak ingin terlalu memikirkan ini semua dirinya segera menghubungi rohit selaku ayah mertuanya. "Hallo. Nak arvin, ada apa? tumben sekali kau menelpon ayah?" Tanya rohit di seberang sana, "Ayah. Boleh aku bertanya, apa vania benar - benar setuju dengan pernikahan ini? Ayah tidak memaksanyakan?" Tanya arvin membuat rohit semakin gugup tapi untuk saja arvin tidak bisa melihat dirinya. "Te...Tentu tidak nak. Memang ada apa? Apa vania berkata sesuatu atau berkata buruk pada dirimu?" Tanya Rohit hati - hati "Ti...Tidak ayah. Aku kira ayah memaksa vania untuk menerima pernikahan ini. Baiklah kalau begitu ayah, aku tutup teleponnya dulu. Sampai jumpa," Tanpa menunggu balasan dari rohit. Arvin segera mematikan sambungan teleponnya. Arvin berjalan keluar dari perusahaannya dan memasuki mobil yg sudah disiapkan oleh para pengawalnya. **** Mansion Arvin yg baru saja tiba di mansion mewahnya segara melangkahkan kedua kakinya memasuki mansion miliknya. Bisa ia lihat jika vania tengah duduk sambil memainkan ponselnya. Vania yg mengetahui kedatangan arvin segera menghentikan aktivitasnya untuk tidak memegang ponsel saat ada pria itu yg kini telah berstatus sebagai suaminya. "Siang vania. Apa hari ini kau tidak kemana - mana?" Tanya arvin sambil melangkah untuk mendekati vania dan duduk disamping gadis itu." Tadi aku menelpon ayahmu dan aku sempat bertanya apa kau terpaksa menerima pernikahan ini atau tidak, tapi ayahmu bilang? Kau benar - benar menerimanya. Aku senang jika kau tidak terpaksa menerimaku, karna aku sungguh mencintai dirimu dengan tulus," Kata arvin jujur sambil memeluk pinggang ramping sang istri tercinta. "Huh. Dasar tukang ngadu, bagaimana ini. Ya sudahlah, terserah apa maunya. Jika dia mau memelukku tidak masalah yg penting aku bisa selalu bersama sultan," Batin vania sambil tersenyum manis. Jika dirinya mengingat sosok kekasihnya itu." Iya arvin. Aku sungguh telah menerima pernikahan ini," Kata vania berbohong. "Baguslah vania. Oh ya, kenapa kau tidak jalan - jalan kerumah ayahmu?" Tanya arvin dirinya ingin mendekati bibir vania. Arvin berniat mencium vania yg kini sudah menjadi istrinya yg sah. Vania yg tahu jika arvin berniat mencium dirinya dengan cepat dirinya segera bergerak mundur. "Oh ya. Arvin kau mau minum apa? Biar aku ambilkan?" Tanya vania cepat, dirinya segera berdiri dari duduknya agar bisa menjauh dari sosok arvin. "Tidak perlu vania. Bukankah ada pelayan lebih baik kau duduk dan temanin aku saja," Kata arvin sambil menarik vania ke dalam pelukannya. Vania sebenarnya ingin menolak tapi tidak bisa, karna ia harus berpura - pura menerima pernikahannya dan harus berlaku baik pada pria itu. "Sial. Ingin sekali aku menendangnya tapi mau bagaimana lagi, aku harus bisa menahan rasa benciku padanya. Tahan vania, bertahanlah sebentar lagi," Batin vania sambil menatap arvin penuh permusuhan. Arvin memeluk vania penuh rasa sayang, arvin tersenyum dengan binar bahagia karna melihat jika vania tidak menolak dirinya lagi. "Vania. Kapan kau memberikan hakku?" Tanya arvin sambil mengendus leher jenjang vania, membuat vania menahan rasa kesalnya. Apa lagi dengan pertanyaan arvin barusan. "Arvin. Aku mohon kau bersabarlah, sungguh aku butuh waktu untuk bisa menerima semuanya," Balas vania dirinya terpaksa merangkul leher arvin dan memeluk pria itu. "Ehm. Baiklah vanila, aku akan menunggu. Ku harap itu tidak akan lama dan aku mohon jangan ada kebohongan lagi," Kata arvin sambil menatap wajah cantik vania yg terlihat menengah saat ini. "Memangnya kau siapa berani - beraninya bilang jangan ada kebohongan. Masa bodoh," Batin vania menatap sinis pada sosok arvin." Baiklah arvin, aku ke atas dulu ya," Kata vania akhirnya dirinya berjalan meninggalkan arvin yg masih memilih untuk duduk di sofa. **** Di kamar "Shiitt. Dia kira siapa dia? Berani - beraninya dia menasehati seorang Vania Keisya. Aku sangat kesal padanya, lebih baik aku menelpon kekasihku yg tampan saja," Batin vania tersenyum lebar. Vania duduk di atas ranjang sambil menelpon sang kekasih sedang arvin masih duduk di sofa panjang yg berada di teras dengan perasaan yang tidak dapat ia prediksikan saat ini. Tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD