"Ngapain di situ, Nia? Banyak debu. Nanti kamu batuk-batuk," ucap mama lagi. Dia mama mertuaku, Arina namanya. Seorang mertua yang begitu menyayangiku seperti anaknya sendiri. "Eh ... ini, Ma. Sebenernya mau cari-cari buku aja sih. Suntuk di kamar, jadi pengin baca-baca. Tapi sepertinya mama benar. Nia nggak bagus di sini lama-lama. Bisa sesak napas," balasku kemudian. Berusaha menekan sesak di d**a dan air mata yang hampir luruh lagi dari porosnya. "Makanya, Nia. Keluar saja, ya? Kalau butuh buku bacaan, nanti bisa beli yang baru. Itu buku usang saat suamimu kuliah." Mama mengangguk pelan, berusaha meyakinkanku. "Iya, Ma. Nia juga mau keluar kok," balasku lagi, masih menyembunyikan dompet Mas Bian di balik gamisku. "Besok-besok jangan masuk ke gudang lagi ya, Nia." Hanya itu pesan

