Part 5 Berbeda

1151 Words
"Hari ini jangan ganggu gue." ucapku menatap cermin. Arvin terlihat mengangkat bahunya acuh, membuatku mendengus kesal. Ingin sekali aku mencakar wajahnya, apa itu artinya aku mencakar wajahku sendiri. Aish.. menyebalkan.  "Vin, lo udah ambil kesempatan gue buat jalan sama Kia. Sekarang, apa salahnya lo jangan rusak semua vin." Ucapku geram, rasanya aku hampir frustasi. "Lihat aja nanti." balas dia santai, terlalu santai sampai aku ingin sekali membunuh dia. Tapi lagi-lagi aku urungkan karena artinya aku juga bunuh diri. Sialan. Akupun berjalan keluar dari kamar, pagi ini aku berharap pekerjaan di kantor tidak begitu menggunung. Supaya aku bisa mencuri waktu untuk datang ke cafe milik Kemal lagi. Ya, mau apa lagi selain bertemu dengan Kia. Gue kayanya emang udah tertarik sama dia. batinku.  "Pagi res." sapa papa saat aku baru saja duduk disamping beliau di meja makan ini. "Pagi pa." "Gimana makan malam kamu? Lancar?" tanya papa disela-sela sarapan kami. "Hancur pa." Gerutuku yang membuat papa terkekeh. "Papa tahu, Arvin kan?" aku tak membalasnya, melanjutkan sarapanku. Setelah itu kami sarapan dalam keheningan, aku sibuk memikirkan cara agar Arvin tak menggangguku saat aku ingin bersama dengan Kia. Tapi dengan cara apa aku bisa memastikan kalau Arvin tak akan mengangguku.  "Ares berangkat dulu, kali ini aku yang bakal jalan, bukan si manusia es." pamitku sambil berlalu. "Semoga berhasil." teriak papa. Papa memang mengenal kami berdua, hal seperti ini sudah tak asing lagi. Dimana dulu juga pernah terjadi, saat aku yang mengajak pergi Aruna tapi pada kenyataanya yang berhasil pergi adalah Arvin. Menyebalkan bukan.  ***  Pagi ini aku begitu bahagia karena aku bisa jalan bersama Aruna, setelah seminggu ini dia melakukan ujian sekolahnya dan ini adalah hadiah dariku. Pergi ke wahana permainan. Aku yakin dia pasti senang. Setelah siap dengan pakaian santai, akupun keluar dari kamar dan langsung menuju garasi untuk mengeluarkan mobil. Di rumah tidak ada orang, jadi aku tak perlu ijin pada siapapun. Beberapa menit kemudian, aku sampai di depan rumah Aruna. Tapi sebelum aku sempat membuka pintu mobil, dalam tubuhku seperti berontak ingin keluar dan setelah itu aku tahu kalau Arvin berhasil mengambil alih tubuh ini. ______  "Sialan..!!!" teriakku didepan cermin. "Lo kenapa sih vin, ganggu gue terus. Kemarin lo udah ketemu sama Aruna, sekarang lo gak kasih gue kesempatan buat jalan sama dia. Ini hadiah dari gue vin, kenapa jadi lo sih yang pergi." aku benar-benar emosi dengan apa yang sudah Arvin lakukan. Ya, Arvin yang pergi bersama Aruna. Bukan diriku, padahal itu hadiah dariku. Ah.. ini sungguh tak adil.  "Puas...!! Lo emang... Arrghhh..." teriakku frustasi. Aku menatap tajam bayangan di depan cermin, Arvin hanya diam, manusia ini emang tak punya hati. *** "Makan siang dimana?" tanya Kemal. Saat ini kita baru saja selesai dengan berbagai macam urusan di hotel. "Sorry, hari ini gue ada janji." balasku. "Gaya banget lo, jadi udah ada yang lain, yang gantiin gue." Kemal merangkul bahuku yang dengan refleks aku dorong. "Kalau ngomong itu saring dulu, lo ambigu banget mal." Ucapku bergidik ngeri. Kemal tertawa membuatku menggelengkan kepala, bener-bener gila, emang gak ada ya orang normal di sekitarku. Kecuali papa, mungkin. Aku berjalan meninggalkan Kemal yang masih tertawa di tempatnya. Emang selucu itu kah omonganku tadi? ______  "Selamat siang, mau pesan apa?" tanya salah satu karyawan cafe ini. Aku masih memandang ke sekitar cafe, mencari keberadaan Kia. Tapi sepertinya tak ada tanda-tanda dia di cafe ini. "Maaf, karyawan yang namanya Kia. Dimana?" tanyaku pada akhirnya, membuat orang di hadapanku tampak terkejut.  "Oh Kia, dia sepertinya masih di kampus. Jam kuliah dia." aku hanya mengangguk. "Saya pesan satu latte take away." ucapku menyebutkan pesanan. "Baik, mohon tunggu sebentar." Aku mengangguk kemudian melihat jam di pergelangan tangan, tepat jam 1 siang. Apa Kia masih di kampus? Batinku.  Tak lama pesananku sudah selesai lalu aku segera mengambilnya dan keluar dari cafe. Berjalan dan memasuki mobil, sebelum aku menghidupkan mesin mobil, aku melihat Kia yang berjalan sendirian. Tanpa pikir panjang aku kemudian keluar dari mobil dan menghampiri dia. "Hai.." sapaku sambil tersenyum. "Ares.. Ko disini." balasnya. "Nunggu kamu." "Aku? Ada apa?" "Makan siang bareng, mau?" tanyaku agak ragu. "Boleh, kebetulan jam kerja aku masih lama. Di tempat semalam, gimana?" dia tersenyum lebar.  "Tempat semalam...." gumamku. "Iya, sate langganan kamu." Sate langganan gue? Ah.. Pasti Arvin. "Disekitar sini aja gimana? Emang kamu gak bosen makan sate?" Dia terkekeh kemudian mengangguk setuju. Aku membuka pintu samping mobil dan menyuruhnya masuk. Dia agak terkejut tapi setelah itu masuk kedalam mobil. Semoga Arvin gak bikin rusak siang ini, batinku.  ______  "Kamu kuliah sambil kerja?" tanyaku disela-sela makan kami. Aku mengajak dia ke restoran yang tak jauh dari cafe. Karena aku tak mau kalau nanti dia telat masuk kerja. "Iya, ko kamu bisa tahu?" "Tadi sempet tanya pegawai cafe terus dia bilang kamu masih di kampus. Hebat juga kamu bisa atur waktu." "Ya, lebih tepatnya aku beruntung dapet kerja di tempat yang kasih ijin aku buat kuliah." "Emm.. biasanya pake lo gue, sekarang ko nggak?" tanya dia kemudian. "Oh... Ya kalau mood aja." balasku asal. "Aneh banget sih." dia tertawa. Cantik. "Sorry kalau saya agak aneh." "Pake saya lagi, formal banget sih. Padahal kamu sendiri yang bilang gak suka terlalu formal. Santai aja res." Itu Arvin, bukan gue. Gerutuku dalam hati.  "Jadi boleh saya ganti pake aku kamu?" "Kayanya kamu lebih cocok lo gue. Tapi terserah, toh cuma bahasa doang. Jangan dibikin ribet."  "Oke, kayanya saya lebih suka mungkin pake aku kamu, biar akrab." ucap gue tersenyum. Iya, aku kamu biar nanti jadi aku sayang kamu. Sialan, res lo mikir apa sih. Batinku. Kami pun makan dengan tenang, tak banyak yang kita bahas.Aku hanya bertanya seputar kuliahnya. Ternyata dia masih mahasiswa tingkat pertama dan aku cukup kaget karena umur kita beda jauh. Tapi aku tidak terlihat seperti om om yang mengajak jalan bocah di bawah umur kan? Setelah selesai makan siang, aku kembali mengantar dia ke cafe karena waktu nya dia kerja begitu juga denganku yang harus balik lagi ke hotel. Aku juga seneng, karena sekarang aku sudah mendapatkan nomornya. Beruntung manusia es tak mengacaukan siangku kali ini. ______  Aku merebahkan tubuh di atas tempat tidur, di kamar ini. Hari ini cukup melelahkan tapi juga membahagiakan, aku bisa makan siang bersama Kia, ya hitung-hitungan itu adalah pdkt kita berdua, khusunya aku sendiri. Di dekat dia rasanya nyaman, perasaan yang selama ini tidak pernah aku dapatkan dari siapapun setelah kepergian Aruna. Akhirnya sekarang aku bisa kembali membuka hati dan aku akan berjuang mendapatkan Kia. Apa Arvin juga sama? Atau dia punya pilihan lain? Entahlah.. ______  Aku membuka mata, jam diatas meja menunjukan pukul 1 malam. Seharian ini aku sama sekali tidak mengganggu Ares, anggap saja aku memberikan dia kesempatan untuk berduaan dengan gadis itu. Ya meskipun aku masih bisa lihat mereka yang makan siang bersama. Bahkan aku juga bisa melihat gadis itu tertawa, membuat sesuatu dalam diriku terasa aneh. Akupun tak mengerti.  Aku tak bisa tidur, kemudian membuka laci disebelah tempat tidurku. Disana tersimpan satu buah album foto, kebersamaanku dan Aruna. Aku tersenyum kecil membuka lembar demi lembar foto kami, rasanya Aruna masih berada didekatku aku tak bisa dengan mudahnya melepaskan dia dalam hatiku bahkan untuk menggantikan dia dengan perempuan lain. Sama sekali tak pernah terpikir olehku.  Tentang Kia. Gadis itu memang manis, aku suka. Tapi aku masih belum tahu apakah rasa suka yang aku miliki adalah perasaan yang akan berubah menjadi cinta atau hanya kagum saja? Aku tak tahu karena sejujurnya duniaku masih penuh dengan semua hal tentang Aruna. Gadisku. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD