4. Siapa Kau?

1566 Words
Hari ini adalah batas waktu yang ditetapkan oleh pihak kerajaan. Jika aku tidak menanggapi surat permintaan Kaisar tempo hari, pihak kerajaan akan menganggap keluarga Montgomery menolak lamaran dari Kaisar. Sudah pasti ada hukuman setimpal untuk keluarga yang menghambat kerajaan seperti itu. Aku sudah memutuskan satu hal, jika akan menerima lamaran dari Kaisar Rhys Logan dan hari ini akan memenuhi permintaan kerajaan untuk datang ke istana. Aku tidak tahu apa maksud pihak kerajaan mengundangku ke istana, untuk bertemu dengan Kaisar? Kurasa tidak mungkin, karena dari yang kudengar, Kaisar Rhys Logan adalah sosok yang sangat sibuk. Dan aku yakin dia tidak akan mungkin memberikan waktunya untuk bertemu denganku. Saat ini aku hanya rakyat biasa dan tidak berpengaruh penting bagi seorang Kaisar sepertinya. Undangan dari kerajaan itu bisa jadi sekadar basa-basi atau mungkin para penasihat kerjaan ingin melihat bagaimana sosok Ilona Montgomery yang mereka pilih secara acak dari gadis-gadis Northfourt. "Ilona, apa kau sadar dengan keputusanmu itu?" tanya Ayah sambil menatapku sedangkan Ibu yang dari tadi membantu merapikan gaunku terlihat berwajah sedih. Padahal biasanya Ibu sangat bersemangat saat aku mengenakan gaun seperti ini, dia akan berusaha membantuku agar aku tampil secantik mungkin. "Aku sudah membuat keputusan, Ayah," sahutku. Setiap hari yang ditanyakan Ayah hanya masalah itu dan jawaban tidak akan berubah. "Pikirkanlah baik-baik, Ilona," ucap Ayah. "Aku sudah memikirkannya sejak surat dari kerajaan itu datang, Ayah," sahutku. "Ayah dan Ibu tenang saja, tidak akan terjadi apa-apa padaku," kataku berusaha menenangkan keduanya. Ibu kemudian menyentuh lengan Ayah, seperti sedang menyalurkan kegelisahannya. "Ah! Gaun ini sangat cantik, Ibu. Aku belum pernah melihatnya," ucapku mengalihkan pembicaraan. Mata Ibu berbinar sesaat. Ibu paling senang jika aku memuji gaun pilihannya. "Gaun ini seharusnya kau gunakan untuk pesta minum teh minggu depan. Tapi undangan dari kerajaan lebih penting sekarang," sahut Ibu. Tangannya kemudian bergerak dengan cepat dan menatap rambutku, mengikatnya sedemikian rupa tidak hanya tergerai begitu saja. Aku memiliki rambut lebat berwarna coklat tua, mirip seperti rambut Ibu. Aku tidak pernah menata rambutku, biasanya hanya diikat asal. Tapi Ibu sering memarahiku, katanya rambutku terlalu bagus jika hanya diikat asal seperti itu. Aku menatap pantulan wajahku di cermin, sedikit lebih baik dari beberapa jam yang lalu. Ah! Gaun ini terlihat sangat mencolok, dari kejauhan saja sudah terlihat jelas. Aku tidak mengerti kenapa Ibu memilih warna ini untuk gaunku. "Ibu, rasanya aku terlalu berlebihan," ucapku sambil menoleh ke arahnya. "Berlebihan?" Dia balik bertanya dengan nada bingung. "Warna gaun itu membuatku tidak nyaman," sahutku. "Justru warna ini yang palin aman di antara gaun-gaun yang kau miliki. Kau tidak mungkin mengenakan gaun berwarna merah darahmu, bukan?" tanya Ibu dan membuatku menggeleng tegas. "Oh, suamiku, aku khawatir sekali," ucap Ibu sambil menatap Ayah. "Tenanglah Ibu, aku akan bersikap sebaik mungkin sehingga Kaisar akan berlaku baik padaku," kataku. "Kau tidak kenal Kaisar Rhys Logan makanya bisa berbicara seperti itu. "Lebih baik aku pergi sekarang, utusan dari kerajaan sepertinya sudah datang," ucapku segera beranjak dari dudukku. Ayah dan Ibu bergegas mengikuti langkahku. Sebenarnya gaun mewah berwarna kuning gading ini terasa tidak nyaman buatku. Aku tidak bisa bergerak dengan leluasa. Tapi kata Ibu, inilah gaun terbaik yang dibelinya untukku. Bukankah lebih menyenangkan jika bisa menggunakan pakaian santai saat berkunjung ke istana? "Aku hanya pergi sebentar, Ibu. Tidak lama lagi juga akan segera pulang," kataku saat melihat Ibu yang hampir menangis mengantarku menuju kereta kuda kerajaan. "Aku bahkan belum menikah dengan Kaisar, ini hanya kunjungan ke istana biasa," kataku lagi berusaha menenangkannya. "Berjanjilah kau akan segera pulang." Ibu menggenggam erat tanganku dan aku tersenyum kecil menanggapinya. Aku harus terlihat tenang di hadapan keduanya agar mereka tidak panik walaupun yang sebenarnya terjadi, aku malah ingin kabur saja dari kereta kuda yang membawaku menuju istana ini. Derap suara langkah kaki kuda seirama dengan detak jantungku yang semakin lama semakin cepat. Aku bahkan mengabaikan pemandangan yang terlihat dari jendela kereta kuda ini. Kerajaan Northfourt adalah kerajaan lumayan kaya yang memiliki banyak keindahan alam. Sepanjang perjalanan menuju istana, taman bunga beraneka warna akan menyejukkan mata dan saat mata memandang lebih jauh lagi, di sana ada beberapa bukit yang menjulang tinggi, berwarna hijau, kuning, dan kemerahan. Di sanalah perkebunan penduduk Northfourt. Tanah Northfourt terkenal dengan kesuburannya, sehingga para penduduk tidak perlu mengkhawatirkan hasil perkebunan mereka. Aku begitu gelisah kali ini. Siapa saja pasti akan merasa tegang saat memasuki istana. Bagiku, istana jauh dari kata ramah. Dari luar saja sudah terlihat jelas jika bangunan istana terlihat angkuh. Aku menarik napas panjang sambil memikirkan hal yang menyenangkan. Ini pertama kalinya aku akan memasuki istana yang tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam sana. Jika lamaran Kaisar ini berjalan baik dan aku menikah dengannya, seumur hidup aku akan tinggal di istana ini. Rasanya aku tidak mau semua ini terjadi padaku, tapi kehidupan keluargaku lebih penting daripada nasibku sendiri. "Silahkan turun Nona Montgomery," ucap salah seorang pengawal yang menyambut kedatanganku. Kakiku menatap tanah dengan perlahan dan dengan cara yang sama aku mengedarkan pandanganku. Aku sudah berada di dalam area istana, bukan di luar gerbang lagi. Biasanya aku hanya bisa menebak-nebak, bagaimana keadaan istana di dalam sana. Dan terjadi seperti ini. Harusnya aku bisa menikmati dengan tenang suasana istana yang terlihat asri ini. Pohon-pohon rindang memenuhi pandanganku, serta taman dengan bunga dengan beraneka warna. Tapi tidak kali ini. Semua yang tertangkap di mataku malah membuatku semakin tegang. "Silahkan ikut saya, Nona," ucap pengawal itu lagi dan aku pun mengikuti langkahnya yang besar-besar itu. Dalam hati aku terus mengumpat, tidak sadarkah pengawal ini jika aku begitu kesulitan berjalan dengan pakaian yang sangat merepotkan ini? "Yang Mulia menunggu Nona di ruang bacanya," ucap pengawal itu dan seketika membuatku menegang. Tidak ada seorang pun yang mengatakan padaku jika aku akan bertemu dengan Kaisar hari ini. Dari pihak istana hanya memintaku untuk berkunjung, tanpa ada tambahan akan bertemu dengan Kaisar. Jika tahu akan bertemu dengan Kaisar, aku yakin jika Ayah dan Ibu akan lebih panik lagi. Kenapa Kaisar ingin bertemu denganku? Ah! Semoga saja setelah pertemuan kami, dia akan membatalkan rencana para penasihat kerajaan untuk menjadikanku sebagai ratu kerajaan Northfourt. Seharusnya tadi aku tidak perlu berpakaian sebagus ini. Aku hanya perlu meninggalkan kesan buruk di mata Kaisar, agar dia tidak berharap aku menjadi ratunya. Saat aku dan pengawal tadi sudah berada di depan ruang baca, seorang dayang menghalangi langkah kami. "Yang Mulia sedang berada di luar sebentar. Silahkan jika Nona ingin menunggu di dalam atau berkeliling sejenak, ijinkan saya menemani Nona," ujarnya. Pengawal yang tadi mengantarku mengangguk dan meninggalkanku bersama dayang istana tadi. "Tinggalkan saja aku, tidak perlu ditemani," kataku. "Jika Nona bingung, Nona bisa mencariku di ruangan yang berada di paling ujung," ujarnya. "Oya, panggil saja saya Beatrice," ujarnya dan kemudian berlalu dari hadapanku. Aku menatap pintu masuk menuju ruang baca dan melangkah perlahan ke dalamnya. Ternyata setelah masuk ke dalam, ruangan ini sangat luas. Awalnya aku mengira jika ruang baca itu sejenis perpustakaan pribadi yang terdapat banyak rak-rak buku. Tapi ini mirip ruangan biasa, hanya ada sepasang meja dan kursi yang mungkin di situlah Kaisar melakukan aktivitasnya. Pandanganku kembali mengedar pada seluruh isi ruangan. Mataku begitu takjub melihat apa yang berada di dalam ruangan ini. Senjata-senjata menghias hampir di seluruh dindingnya. Aku tidak mengerti apa senjata itu ditempelkan di dinding sebagai hiasan saja atau memiliki makna lain. Kakiku melangkah semakin dekat pada dinding dengan sepasang panah dan busur yang menempel di dindingnya. Busur yang bagus dan anak panah itu terlihat sangat tajam. Jika digunakan untuk berburu, pasti akan membunuh hasil buruan dengan satu ayunan anak panah. Tanganku meraba busur tadi dengan ragu. Sudah pasti busur dan anak panah ini dibuat dengan bahan terbaik, aku bisa merasakan dari teksturnya. Dengan sentuhan saja, bisa diketahui jika pengrajin terbaik yang telah membuat busur dan anak panah ini. Aku semakin penasaran, tanganku kemudian mengambil busur tadi dan menurunkannya dengan perlahan. Bagus sekali, ucapku dalam hati. Aku ingin punya sepasang busur dan anak panah yang seperti ini, tapi Ayah dan kedua kakakku pasti malah akan menertawakanku. Dan Ibu pasti akan memarahiku dan menasehatiku panjang lebar Tanganku kembali mengambil anak panah yang juga menempel di dinding. Mata anak panah terasa tajam, ini pasti bukan dibuat dari batu biasa. Apalagi ukiran dengan simbol kerajaan Northfourt tercetak jelas di mata anak panah tersebut. Rasa penasaran membuatku menarik busur dan merentangkan anak panah. Tarikan busur terasa pas di tanganku, aku yakin dengan mengandalkan busur dan anak panah ini, aku bisa dalam sekejap mendapatkan buruan. Aku memicingkan mata dan berpura-pura akan membidik buruanku. Tarikan busurku mendadak menegang. Seseorang yang baru memasuki ruang baca membuat napasku tertahan. Dengan posisi seperti ini, aku seperti sedang mengarahkan anak panah padanya. Aku tidak perlu menerka-nerka siapa sosok lelaki dengan pakaian mewah khas bangsawan seperti yang berada di hadapanku saat ini. Ini terlalu menakutkan buatku, bagaimana bisa seceroboh ini? Memainkan busur dan anak panah milik Kaisar adalah kesalahan besar dan bertambah tidak termaafkan saat aku mengarahkan anak panah padanya. Dengan cepat aku melempar busur berserta anak panah ke lantai dan dengan membungkuk menyambut kedatangannya. "Salam Yang Mulia Kaisar," kataku sambil membungkuk dalam-dalam. Aku ingin menangis dan kabur dalam waktu yang bersamaan. Apa Kaisar akan memenggal kepalaku saat ini juga? Apa masih ada kesempatanku untuk hidup dan bertemu dengan Ayah dan Ibu lagi? Rasanya aku tidak bernapas saat menunggu detik-detik yang terasa menegangkan buatku. Apa sebaiknya aku kabur saja daripada mati sia-sia? Tadi sepertinya tidak ada jalan keluar untukku kabur. Suara dentingan pedang yang keluar dari sarungnya membuat mataku membesar. Tidak mungkin dia akan membunuhku secepat ini. "Siapa kau, berani-beraninya masuk ke ruanganku tanpa ijin," ujarnya sambil mengarahkan pedangnya ke leherku. (*)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD