Prolog

544 Words
"Mama Papa.. buka pintunya." Pinta seorang remaja laki-laki dengan seragam lusuhnya sembari mengetuk pintu hitam besar di hadapan nya itu.  Dingin nya malam menusuk kulit pemuda berwajah manis. Namun, orang-orang di dalam mansion besar itu tampaknya enggan membuka pintu, hanya sekedar untuk memberinya sebuah kehangatan. Dia di usir. Itulah faktanya. Kedua orang tuanya, membencinya. Bukan hanya karena kekurangan yang ia miliki yang melatarbelakangi kebencian itu. Tapi... sebuah kesalahan yang sebenarnya tidak di inginkan oleh pemuda itu untuk terjadi. Sial. Nasibnya memang kurang beruntung. Baru saja ia merasakan perhatian kedua orang tuanya. Kini ia kembali di benci. Mengapa takdir senang sekali mempermainkan nya? Pemuda itu berhenti mengetuk. ia memilih menyenderkan tubuh letihnya di pintu. Sembari memeluk lutut yang di balut celana abu. Pikiran nya melayang pada kejadian tadi sore. Dimana ada seorang perempuan yang satu tahun lebih tua di atasnya datang menghampiri dengan membawa seorang bayi di dalam gendongan lalu mengatakan jika bayi itu adalah anaknya. Demi apapun, pemuda itu tidak ingat jika ia sudah menghamili anak orang. Seingatnya ia pernah tidur di sebuah kamar hotel sepuluh bulan yang lalu. dimana di hotel itu teman sekelasnya merayakan ulang tahun. Lalu, tiba-tiba ada seseorang yang menawarkan minuman. ia tidak mengingat apapun.. kenapa?. Rintih pemuda itu di dalam hati. Ia menelungkupkan kepalanya, ke atas lutut. Meratapi takdir kejam yang seolah-olah tidak ingin berdamai. "Pergi.." Suara bass seseorang menyentak pemuda itu. Ia langsung mendongak, dan melihat wajah tampan pria paruh baya di depan nya yang menatapnya penuh kebencian. Hatinya berdenyut. bukan. Bukan karena kebencian yang paruh baya itu layangkan, melainkan sorot di sepasang mata tajam itu bukan hanya tentang Benci tapi tentang kecewa yang tak tertandingi. Dan pemuda itu tau betul, sorot kecewa dari pria paruh baya di depan nya di sebabkan oleh siapa. Tentu saja karena-nya. Buru-buru pemuda itu berdiri dari duduknya. Ia tidak sadar, jika pintu rumah itu telah terbuka. Bahkan seluruh anggota keluarganya tengah berdiri di ambang pintu, sembari menatapnya tak kalah kecewa. "Mulai sekarang kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi. Saya tidak sudi, memiliki anak murahan seperti kamu. Dan jangan pernah, menampakan wajah s**l mu itu kehadapan saya." "Pa.." "JANGAN PERNAH MEMANGGIL SAYA DENGAN SEBUTAN ITU OLEH MULUT KOTOR MU. s****n!!." bibir pemuda itu terkatup rapat. Saat suara bass terdengar menggelegar. "Bawa anak haram ini." Dengan kasar pria paruh baya itu menyerahkan bayi yang sedari tadi berada di dalam gendongan nya kepada pemuda di depan nya yang notabene-nya adalah putra bungsunya sendiri. "Pergi." Lagi pria paruh baya itu mengusirnya. Pemuda itu. menatap satu-persatu wajah anggota keluarganya. Di mulai dari Ibunya, kedua kakak laki-lakinya dan yang terakhir wajah pria di depan nya. Kemudian ia pun menganggukan kepalanya lemah. Dan dengan langkah tak yakin, pemuda yang akan berusia genap enam belas tahun satu minggu lagi pun pergi meninggalkan mansion mewah bak istana. Dengan hanya membawa seorang bayi di dalam dekapan nya. Ia tidak tau kehidupan yang akan ia jalani kedepan nya akan seperti apa. Tapi saat pria paruh baya yang di panggil papa itu menyuruhnya untuk 'pergi' maka ia harus pergi. Satu hal yang tidak di sukai oleh pemuda itu adalah ketika melihat kemarahan anggota keluarganya. "Malam bantu aku.." mohon pemuda itu saat dirinya berada di depan gerbang rumahnya ralat.. mantan rumahnya yang menjulang tinggi. Dan dengan tekad seadanya pemuda manis nan rupawan itu mulai melangkahkan kakinya menjauhi rumah bak istana di belakangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD