Chapter 3 Perceraian

1250 Words
 “Woow... jadi ini yang kamu bilang ada dinas keluar kota. Jadi selama beberapa hari ini kamu bermalam dengannya. Tapi kamu gak usah terburu-buru, karena mulai sekarang aku mengijinkanmu tinggal se-la-ma-nya de-ngan-nya karena kita akan ber-ce-rai...,”ucapku penuh penekanan. Wajah suamiku yang tadinya penuh kebahagiaan berubah seketika menjadi pucat pasi.... “Karena sebentar lagi kita akan bercerai, kamu bisa sepuasnya bercumbu... berbelanja, makan malam romantis di rumah makan bintang lima dengan kekasihmu itu, kapanpun kamu mau tanpa harus berbohong padaku... semua setelah perceraian kita....” Belum selesai aku berbicara, lelaki b******k itu mendekatiku. Entah sejak kapan pakaiannya sudah dikenakannya lagi walau masih kelihatan kusut. “Stooop... jangan mendekat. Tidak sudi tangan dan tubuh menjijikkanmu itu menyentuhku. Jangan memberi alasan apapun karena percuma aku tidak akan percaya... aku sudah melihat semua, mulai kalian dengan tidak tau malunya b******u di mall dan tadi seperti yang kau tau, aku melihatmu mulai masuk rumah makan ini, lalu masuk privat room ini... dan ya, aku sudah merekamnya... jadi kita bercerai dan hak asuh anak-anak aku minta... selesai... kita bertemu di pengadilan saja,” kataku final tak mau dibantah. Secepatnya aku pergi dari hadapan mereka. Kulihat Angela menatapku dan ikut beranjak dari tempatnya duduk dan memelukku. “Semuanya berakhir njel... dua belas tahun berakhir sia-sia. Semuanya tidak berarti baginya... kami akan cerai... aku berharap hak asuh anak-anak ada padaku.” Air mata yng kutahan tidak bisa kubendung lagi. Pertahananku  jebol sudah. “Semua pasti ada hikmahnya Nay, lo pasti kuat. Gue selalu ada buat lo... ya... ini pasti yang terbaik buat lo.” Angela terus mengusap kepalaku. Kami berdua menangis tersedu-sedu dirumah makan elit ini. Semua mata memandang kami. Begitupun dua pasang mata manusia b******k itu juga. Tidak! aku tidak boleh lemah...seorang Kanaya Abigail Richard bukanlah wanita lemah. *** Setibanya di rumah kuhampiri kamar anak tertuaku. Dia sudah tidur. Kukecup keningnya dan kurapikan selimutnya. ”Maafkan mama sayang, mama harus mengambil keputusan pahit ini. Mama harus berpisah dari papa kalian karena mama sudah tidak bisa lagi menerima apa yang sudah dia lakukan terhadap mama.” Kurasa Daffa putraku ini cukup bisa mengerti dan cukup bijak jika kuceritakan kejadiannya, karena usianya yang kesebelas tahun kemarin. Tapi bagaimana dengan Bella yang masih sembilan tahun bulan ini? Tapi ini sudah menjadi keputusan finalku... Kumasuki kamar putri kecilku, dia nampak nyenyak sekali tidur dengan memeluk boneka teddynya... kukecup keningnya dengan sayang. Kubaringkan tubuhku di samping puteri kecilku. Biar malam ini aku tidur disini. Aku tidak sanggup tidur di kamarku. Kamar itu seperti neraka buatku sekarang. Kupejamkan mataku, kucoba menghilangkan bayangan tubuh suamiku yang menghentak wanita itu dan desahan mereka yang membuatku gila... karena kelelahan, entah jam berapa aku baru bisa memejamkan mataku. Begitulah, setelah kejadian menjijikkan itu, akupun segera mempersiapkan segala sesuatu untuk mengajukan proses perceraian. Yang saat itu ada di pikiranku adalah segera berpisah dari laki-laki pengkhianat itu. Dia mencoba mengajakku berbicara, Begitupun keluarganya tapi tekadku sudah kuat. Aku sudah tidak kuat untuk melihatnya lagi. Rasa jijikku sudah menghapus semua rasa cinta dan sayang yang selama ini kuberikan kepadanya. Begitu semua yang diperlukan sudah siap, segera kuajukan tuntutan ceraikan ke pengadilan agama. Tentu saja bukti-bukti rekaman yang kubuat pada saat suamiku mengkhianatiku di restoran itu juga kulampirkan agar proses perceraian ini bisa berlangsung cepat dan hak asuh anak-anak dapat kuperoleh. Tapi harapan tinggal harapan. Apa yang kurencanakan tidak berjalan mulus. Proses perceraian pun berlangsung alot. Baik aku atau mas Aby menginginkan hak asuh anak-anak kami. Bagaimana bisa aku membiarkan anak-anakku diasuh wanita lain... tidak.... Tetapi sebagai manusia aku hanya berusaha, aku sudah mengatakan kebenaran perselingkuhan suamiku. Bahkan dengan bukti foto kemesraan mereka sampai rekaman perbuatan tercela suamiku, tetap saja dengan kekuasaan dan saksi yang entah kebohongan apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka memutar balikkan fakta. Orang-orang yang kuhormati seperti mertuaku, tetanggaku bahkan pegawai di rumah serta pegawai di kantor suamiku bisa mengatakan fitnah yang begitu keji tentangku. Aku yang selama ini berusaha menjadi istri dan ibu yang baik buat suami dan kedua putra putriku, di persidangan berubah menjadi istri egois, pencemburu, otoriter, emosional  dan Ibu yang memberi pengaruh buruk buat kedua buah hatiku. Ibu yang selalu berkata kasar, bertindak kasar dan emosional... Bagaimana kebohongan itu bisa keluar dari mulut orang yang kuhormati dan kusegani seperti mereka. Tidak cukup dengan itu, mereka dengan tidak berperasaan membawa buah hatiku untuk melawanku, ibu mereka, yang sudah mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan mereka penuh dengan kasih sayang. Bisa kulihat anakku ingin menangis waktu dia mengatakan ingin ikut papa mereka aja karena mereka takut padaku. Aku tidak membenci mereka. Aku yakin mereka hanya menuruti apa kata papa mereka. Sebagai ibu mereka, aku tidak boleh semakin membuat mereka bingung. Akhirnya kuterima hasil keputusan dari pengadilan agama yang menyatakan aku Kanaya Abigail Richard dan suamiku sah bercerai secara agama dan negara, serta hak asuh anak-anak jatuh ketangan suamiku. Meski betapa besar keberatanku akan hasil ini, tapi apa dayaku. Inilah hari kehilangan terbesar dalam hidupku.  Aku hanya hamba yang tidak berdaya. Tuhan mengambil semuanya, tidak ada yg tersisa dalam kehidupanku... Dengan langkah gontai aku meninggalkan pengadilan agama. Hanya ditemani Angela yang begitu setia mendampingiku dari awal persidangan sampai hari terakhir ini... sebagai sahabat terbaikku, dia selalu ada untukku. Tidak kuhiraukan tatapan penyesalan dari para saksi yang sudah memfitnahku, tak kuhiraukan panggilan mertuaku, bahkan  anak-anakku. Sebelum kakiku melangkah, kubalikkan badanku, kupandangi semua wajah wajah orang orang biadab di depanku itu, ada bik Sri pembantu setiaku, dia menatapku dengan tatapan penuh penyesalannya, aku tersenyum sinis padanya, aku sudah menganggapnya seperti ibuku sendiri, tapi dia... Tatapanku kualihkan pada Pak Somad tukang kebun di rumahku, Dia cacat, kakinya cuma satu akibat kecelakaan kereta api, tidak ada yang sudi menerimanya bekerja, dia meminta pekerjaan padaku, dan karena kasihan aku menerimanya bekerja, dan ini balasannya padaku, aku cuma bisa tertawa mengejek diriku sendiri. Ada Bu Erni, tetanggaku yang tadi dengan sangat meyakinkan menyatakan bahwa dia sering mendapatiku menganiaya kedua buah hatiku, dia juga mengaku sering melihatku membawa masuk pria lain ke rumah bahkan menginap, aish... dasar wanita tak tau diri, kalau bukan aku yang meminjami uang dia untuk biaya operasi Pak Thomas suaminya karena serangan Jantung, aku juga yang mengantarnya ke rumah sakit, karena di Jakarta dia baru pindah dan tidak akrab dengan tetangga kanan kiri, dia juga memohon padaku saat anaknya terlibat masalah dengan polisi, dan akulah yang membantunya. Ingatkan aku untuk tidak terlalu baik pada orang lain, lihatlah balasan kebaikanku padanya dia bahkan tega memfitnahku, telunjukku mengarah padanya, dia kelihatan pucat pasi, tapi percuma kan jika aku mengamuk sekarang... toh hak asuh anak juga sudah jatuh pada suami laknatku... Kenapa orang-orang yang pernah kubantu malah membalas dengan perbuatan mereka yang tidak mengenal rasa kasihan?? Kulihat suamiku... maksudku mantan suamiku, dia menatapku penuh kemenangan, kemana mas Aby suamiku yang sangat mencintaiku, dia sudah berubah!! Masih kuingat dengan jelas, rasanya baru kemarin aku mengenalnya, saling jatuh cinta, saat-saat yang membahagiakan bagi kami, apa dia lupa dengan momen kami berdua, saat pertama kami saling bertatapan mata, dinner romantis pertama, ciuman pertama kami, gairah pertama kami. Dia mengajarkanku tentang cinta, kasih sayang, perjuangan dalam membangun rumah tangga, tapi dia juga yang mengajarkanku tentang pengkhianatan, dan sakit hati.. Tak mau hatiku semakin terbakar amarah,  aku membalikkan badanku tanpa menengok ke arah para pembohong di sana. Tapi aku tidak akan pernah melupakan siapa siapa yang sudah menikamku dari belakang. Bagiku... sekarang aku hanya sendirian... benar-benar sendirian.... Aku sudah sebatang kara, sejak kematian kedua orang tuaku beberapa saat setelah sebulan pernikahanku, mereka sangat khawatir dengan kondisiku, itulah yang memicu sakit ayahku, beliau terkena serangan jantung, dan tak lama beliaupun meninggal disusul ibuku, yang sedih karena kematian ayahku, beliau akhirnya menyusul ayahku ke syurga. Kini tanpa orang tua, tanpa suami, tanpa anak anak... Kemana kehidupan sempurnaku sebulan yang lalu..? Semua sirna karena sebuah perselingkuhan. Sebuah kebohongan. Air mataku terus mengalir tanpa bisa kucegah. Angela menuntunku ke mobilnya. Entah kemana dia akan membawaku... Aku  tidak perduli... Hidupku  kosong... Hampa...  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD