Bab 2

2534 Words
HAPPY READING *** Ova melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 17.00 ia akan pulang tenggo. Lagi pula besok adalah hari terakhir ia kerja di sini. Sebentar lagi hidupnya akan meninggalkan deadline, revisi proposal, lembur, rekap data, urgent, client, dan lingkungan toxic ini. Ova memandang karyawan, masih stay di kubikel, ada beberapa orang meninggalkan meja kerja dan bersiap untuk pulang. Ia akan berterima kasih kepada Tuhan ia akan meninggalkan kantor yang hobinya sikut-sikutan ini padahal satu tim. “Lo udah mau balik?” tanya Alex memandang Ova yang sudah bersiap untuk pulang. “Iya, mau ke rumah tante Adhisti?” Ucap Ova ia menatap Alex yang setia duduk di kubikel. “Iya, lo lembur lagi?” “Iya nih, biasalah,” Alex terkekeh. “WA gue udah masuk kan?” ucap Alex lagi memastikan Ova. “Iya udah nih. Kalau di tanya-tanya gue jawab apa yah Lex?” Tanya Ova, karena ini merupakan pertama kalinya ia bekerja sebagai personal asisten. “Ya jawab apa adanya aja, jujur-jujuran aja. Santai aja lah, kan bukan kerjaan kantor, cukup sopan dan penampilan lo rapi gitu.” Ova mengangguk paham, “Owh gitu, oke lah. Kalau tau gini, gue mending kerja sebagai asisten deh dari merantau, dari pada jadi b***k corporate.” “Udah telat ah ngomong kayak gitu ! Udah cukup lama lo di sini, tiga taun ! Itu udah betah banget !” Ova lalu tertawa geli, “Iya ih, udah tiga tahun gue di sini.” “Lo besok masih di sini kan?” Tanya Alex. “Masih kok. Besok gue ngosongin meja gue, lo bantuin gue kemes-kemes ya.” “Oke gampang lah itu.” “God lucky, ya Ova. Semoga keterima,” ucap Alex. Ova tersenyum ia sangat antusias akan meninggalkan kantor ini. Ia melambaikan tangan ke arah Alex dan Alex membalasnya balik dengan lambaian. Ova melangkah meninggalkan meja kerjanya. Ia tahu ada beberapa karyawan yang melihatnya pulang lebih awal. Namun ia tidak peduli, karena ini merupakan hari bahagianya, bisa tidur nyenyak tanpa memikirkan pekerjaan kantor yang super ribet. Ova menunggu dengan sabar menunggu lift terbuka. Tidak lama menunggu, pintu lift terbuka, ia memandang Bella si penjilat atasan berada di lift. Ova menarik nafas panjang dan melangkah masuk ke dalam pada lift yang sama. Ova memencet tombol lantai dasar. “Katanya lo di angkat jadi seketaris pak Harvey, tapi lo tolak ya. Kenapa ditolak? Jadi seketaris loh ya, gaji udah pasti 16 juta di tangan.” ucap Bella. “Udah kebanyakan duit ya, sampe jabatan seketaris nggak di ambil.” Ova tidak mengubris ucapan Bella, ia hanya menyungging senyum, lalu pintu lift terbuka. Baginya madam medusa itu sangat mengerikan dan super toxic. Ova mengibaskan rambutnya kebelakang mengabaikan ocehan wanita itu. Ova lalu melangkah menuju pintu lobby, membiarkan Bella memandangnya dari kejauhan. Tidak akan ada pertemanan dalam kamusnya, untuk orang toxic. Ova menatap ke arah layar ponsel. Ia melangkah menuju lobby, ia memesan taxi online. Sekian menit menunggu akhirnya taxi pun datang. *** Beberapa saat kemudian, Mobil taxi berhenti tepat di depan rumah bertingkat,, rumahnya itu bercat putih dengan pagar yang tinggi. Lihatlah pagarnya saja berdiri kokoh, Ova memberanikan diri melangkah menuju pagar utama, ia melihat seorang pria bertopi membuka pintu pagar. “Mau cari siapa bu?” ucapnya ramah. “Mau cari ibu Adhisti.” “Keperluan apa bu?” Tanyanya ramah. “Interview.” “Owh, baik bu, mari saya antar.” Ova mengikuti pria berpakaian hitam itu, ia yakin pria itulah penjaga rumah ini. Ova mengedarkan pandangannya ke segala area, rumah ini memiliki penataan yang baik, kebun yang terawatt dan bersih. Ada empat mobil terparkir di luar, semuanya mobil dibandrol dengan harga fantastis. Lihatlah betapa megahnya rumah ini. Pria itu membuka pintu utama, ia mempersilahkan Ova masuk, sementara pria bertopi itu masuk ke dalam. Ova merapikan pakaiannya sekali lagi, agar terlihat rapi. Baginya penampilan adalah point utama untuk diterima kerja karena kesan utama itu sangat penting menampilkan citra diri seseorang. Tadi ia membaca artikel tentang seorang wanita yang berpengalaman menjadi personal asisten atau asisten pribadi seorang konglemerat di Indonesia. Pengalaman itu dia curhatkan di media masa, mendadak viral dia menjelaskan secara mendetail uang jajan anaknya yang masih sekolah mencapai 5 juta perhari. Itu merupakan uang jajan yang sungguh fantastis menurutnya, setara dengan gajinya sebulan bahkan lebih besar uang jajan anak itu perhari dibanding gajinya. Dia juga menceritakan suka duka pekerjaanya sebagai asisten pribadi yang harus siap setiap saat. Dibalik itu dia mengungkapkan bahwa pekerjaan tersebut berpenghasilan besar, biasa berpergian keluar negri geratis, dan membuka akses networking ke orang-orang penting. Jujur harapannya saat ini mendapat posisi yang sama, ia harus memehami syarat dan ketentuan menjadi asisten pribadi yang sesungguhnya. Ia tahu bekerja sebagai asisten personal harus hati-hati dan posisinya sangat kursial, ia harus bisa menyimpan rahasia dan informasi mengenai atasannya yang sekiranya menjadi pembicara public. Ova memandang ruang utama yang di d******i warna putih, lampu Kristal yang sangat mewah menggantung dengan indahnya di sana. Sofa berwarna coklat keemasan dan gorden berwarna senada dengan karpet, menjadikan rumah ini tampak sangat mewah. Ia memandang foto keluarga setinggi manusia yang menggantung di dinding. Ia memandang foto seorang wanita muda mengenakan dress berwarna biru muda tersenyum, ia yakin wanita yang di foto itu adalah Neny Beatrix dan pria tampan di belakang yang berdiri itu adalah Victor yang akan menjadi bossnya kelak. Sekian menit berlalu ia memandang seorang wanita separuh baya mengenakan celana kulot berwarna putih dan blouse chiffon berwarna coklat muda. Rambutnya sebahu, lalu tersenyum ramah kepadanya. Oh God, dia seperti wanita-wanita sosialita yang sering ia temui di restoran fancy yang sedang mengadakan arisan berlian dan dollar. Penampilannya sangat berkelas dan anggun, walau umurnya tidak muda lagi. Wajahnya juga masih kencang mungkin beliau melakukan treatment DNA salmon yang super mahal untuk meremajakan kulitnya. Ova memandang gelang silver yang melingkar di tangan wanita itu, ia yakin gelang itu dihargai dengan fantastis. Ia tahu bahwa wanita-wanita konglemerat tidak menggunakan banyak perhiasan yang membuatnya terlihat norak. Namun mereka lebih suka perhiasan minimalis namun mahal. Wanita itu tersenyum dan berjalan mendekatinya. Ova membalas senyuman wanita itu. “Jovanka ya?” ucap nya ramah, ia menatap seorang wanita muda mengenakan dress berwarna biru muda. Rambut panjangnya lurus sepinggang, kulitnya putih dan terawatt. Di tangan kirinya menyampir sebuah jas hitam. “Iya Ibu Adhisti, saya Jovanka temannya Alex,” ucap Ova, ia menglurkan tangan kepada beliau. Dan beliau membalas jabatan tangannya. “Silahkan duduk,” ucapnya ramah. Ova lalu duduk ia berusaha menarik nafas secara perlahan agar menenangkan hatinya. Mereka berpandangan beberapa detik dan beliau tersenyum lagi. “Saya sudah lihat CV kamu, semuanya baik memenuhi kriteria saya. Kamu baru pulang dari kantor?” “Iya bu.” “Masih bekerja di sana?” “Besok hari terakhir saya di kantor, saya hanya mengemasi barang-barang saya di meja kerja saya.” “Alasan kamu keluar dari perusahaan sebelumnya apa?” Tanya beliau penasaran. Ova lalu mulai berpikir, “Di perusahaan lama saya banyak belajar dan mengembangkan diri. Namun saya ingin memperluas pengalaman saya dengan bekerja di tempat dan profesi yang berbeda” “Tentu dengan tantangan lebih baru agar bisa meningkatkan kompetensi saya.” “Kompetisi apa yang kamu bisa menjadi personal asisten, karena pekerjaan ini sangat berbeda dengan apa yang kamu kerjakan sebelumnya.” “Saya bisa semua, kebetulan dulu sekolah saya SMK jurusan Tata Boga dan saya juga lulusan strata-1 administrasi. Saya bisa memasak dan pengalaman saya selama tiga tahun di perusahaan sebelumnya saya terbiasa bekerja di bawah tekanan.” “Semua masakan bisa?” Tanya ibu Adhisti. “Saya spesialy ke Asia, saya senang masakan Indonesia dari pada western.” “Kenapa?” “Karena saya lebih suka masakan Indonesia. Tapi saya juga suka masakan western.” “Kamu di Jakarta tinggal di mana?” “Saya ngekost di Tebet bu?” “Kantornya?” “Kantor saya di SCBD.” “Jadi ke kantor biasanya pakek apa?” “Saya pakek busway biasa juga pakek gojek,” ucap Ova maish tenang. “Bisa pakek mobil?” Ini merupakan pertanyaan point utama. Personal ssisten untuk Victor harus bisa mengendarai mobil. “Bisa bu, saya bisa pakek mobil metik dan manual.” Beliau mengangguk paham, ia kembali memandang wanita bernama Jovanka, “Di sini saya mencari personal asisten yang bisa segalanya. Dan yang harus kamu ketahui bahwa menjadi personal asisten buat anak saya itu nggak mudah. Butuh extra sabar, teliti, etika dan prilaku dijaga. Paling penting di sini kamu harus menjaga rahasia personal.” “Pekerjaan bukan pekerjaan yang ringat menurut saya.” “Dan kamu juga harus siap tinggal dengan kita. Apa kamu bersedia?” “Bersedia bu.” “Ada yang ingin kamu tanyakan?” “Untuk pakaian bagaimana?” “Bebas rapi. Senyaman kamu saja yang penting rumah dalam keadaan bersih.” “Baik bu.” “Kapan kamu mulai kerja?” ucap beliau, secara keseluruhan wanita dihadapannya ini tidak buruk dan sangat layak menjadi personal asisten untuk Victor. Ia mencari personal asisten yang terbiasa kerja dan jauh dari perantauan. Tidak hanya itu personal asisten juga harus berpendidikan tinggi karena merekaa sudah membayar mahal. “Saya bisa kapan saja bu.” “Lusa pagi jam 08.00 kamu bisa kerja dengan kami?” “Baik. Sebelum Victor pulang dari New York, kamu harus sudah bekerja di sana.” “Untuk masalah gaji, untuk pertama kami kasih gaji kamu 20 juta sebulan. Itu nanti dikasih langsung oleh pak Victor. Nanti pak Viictor yang melihat kinerja kamu di rumah, karena saya nggak tinggal di sana. Victor yang akan memutuskan apakah kamu layak bekerja dengannya atau tidak.” “Baik bu.” “Jobdeks nya nanti Victor yang akan kasih tau kamu.” “Baik bu.” Beliau lalu mengulurkan tangan kepada Ova, “Selamat bekerja dengan kami. Semoga kamu betah.” “Terima kasih, senang juga berkenalan dengan anda,” ucap Ova penuh percaya diri. Ada perasaan lega luar biasa ia bisa menjadi personal asisten dari keluarga konglemerat ini. Ia tahu bahwa pekerjaannya sebagai asisten pribadi sangat krusial, apalagi orang yang terkenal dan kaya raya. Diharuskan bisa mengendarai mobil, dan pandai menyimpan rahasia, itu point utama. Ia juga tahu bahwa pekerjaan ini serat akan tekanan, kemungkinan lebih berat dari di kantor. Namun ia yakin ia bisa bekerja di sini, karena ia perlu uang. Gaji 20 juta sebulan itu melebihi dari cukup, gaji tiga bulan disini, ia bisa membeli mobil tanpa perlu memikirkan makan, uang kost, biaya transportasi umum, karena fasilitas mobil telah disediakan. Ia berharap ia dapat bekerja cukup baik. *** Seratus dua koma dua FM. Prambors Radio Indonesia's Number One Hit Music Station. Halo sobat kaula muda. Balik lagi di Reza and Gina In The Evening With Ghea di Prambors Radio. Lo telat ya gin 13 menit. Gue tuh tadi udah datang tapi kepagian. Terus karna kesorean gue naik mrt dulu jalan-jalan, ke monas ya? Abis itu gue kesini lagi. Oh, lo yang bakar-bakar itu ya? Gakar-bakar sate, Hey akhirnya kita siaran live dari studio nih kaula muda. Dengan kebiasaan kita semprot-semprot, ngelap-ngelap udah berisik-berisik. Ya, begitulah coba deh kaula muda kita pengen denger salah satu tempat yang lo kangenin dimana kah bioskop kah, kampus kah? Atau sekolah atau rumah mantan? Yahh uwww 081xxxx eh udah bisa telfon. Eh, udah ga voicedot lagi ya kaula muda ditunggu. (Jingle) Sub Urban – Bella Poarch - INFERNO Sebelum kita undur diri, gue cuma mau menyampaikan jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan, dan ikuti semua protokol-protokol yang ada ya, dan jangan lupa untuk selalu dengerin Prambors. Gue gina, Reza, dan Ghea pamit undur diri. Bye bye semua. Ova memasukan pakaiannya ke dalam koper, namun mendengar suara ketokan pintu. Ia menegakan tubuhnya dan melangkah menuju pintu utama. Ia membuka hendel pintu, ia menatap Kenny di depan daun pintu. Sahabatnya itu mengenakan rok pensil berwarna hitam dan bluse chiffon berwarna baby pink. Rambut panjang wanita itu diikat kebelakang, dia memperlihatkan paperbag ayam KFC kepadanya. Alis Kenny terangkat memandang koper yang terbuka di sana, “OMG, ! lo mau ke mana beb?” tanya Kenny lalu masuk ke dalam kamar begitu saja. “Gue mau pindah.” “Pindah ke mana? Mendadak amat?” Ucap Kenny ia meletakan paperbag KFC di meja. “Gue dapat kerjaan jadi personal asisten gitu.” Kenny menutup mulutnya dengan tangan, agar tidak berteriak, “Omaigat, personal asisten siapa? Artis? Selebgram?” ucap Kenny antusias. “Asisten pribadinya konglemerat, dia punya pabrik furniture yang udah di exspor ke Eropa dan Amerika, bapaknya pungusaha hotel. Pokoknya kaya banget-banget deh, hartanya nggak habis 7 turunan,” ucap Ova. “OMG ! Pasti gajinya gede banget.” “Iya, gaji gue 20 juta.” “Gila ! Lu dapat informasi dari mana? Ada lagi nggak buat gue,” ucap Kenny, ia tidak menyangka bahwa sahabatnya itu mendapatkan pekerjaan menjadi personal asisten seorang konglemerat. Itu merupakan impian semua orang. Ia pernah dengar asisten artis aja gajinya minimal 20 juta sebulan. “Entar deh kalau ada gue kasih tau lo. Gue taunya dari Alex sih, tadi gue udah interview dan keterima. Lusa pagi gue udah kerja gitu.” “Wihhh, keren banget ! Gue mau ikut lo, jangan tinggalin gue sendiri di kost,” rengek Kenny. Ova dan Kenny berteman sejak mereka berada di kost yang sama. Kenny adalah teller di sebuah bank swasta, mereka berteman ketika sama-sama menginjakan kaki di Jakarta, sama-sama anak perantau dan harus mandiri. Mereka mengalami suka duka di sini, semenjak ia tinggal di kost Kenny selalu membantunya. Kenny memang pulang selalu malam karena bekerja di bank mengharuskannya lembur. “Nanti deh gue cari koneksi dulu. Siapa tau teman-temannya boss gue lagi nyari personal asisten, siapa tau ada. Nanti gue kasih tau lo, lo tenang aja, lo bakalan gue bawa juga. Kita cari celahnya dulu, biasa boss-boss gini kan temenan sama boss-boss juga.” “Iya ih, bener banget. Tapi gue nggak mau boss yang gendud, pendek, botak gitu. Gue maunya kayak Lee Min Ho, gitu ada nggak? Masih muda deh, mapan gitu, jangan aki-aki. Gue nggak mau, entar ganjen lagi sama gue.” Ova seketika tertawa, “Lo masih pilih-pilih lagi.” “Iya lah, pekerjaan harus di pilih tau. Terus bos lo ganteng nggak?” “Enggak tau, gue belum pernah liat, umurnya aja gue nggak tau.” “Udah nikah apa nggak?” “Belum.” “Wih, lo beruntung banget, dapat boss single !” “Ken, gue nggak mikir boss nya siapa. Yang gue pikirin itu gajinya, itu aja intinya.” “Iya sih bener tuh, gajinya gila banget !” “Setidaknya gue nggak perlu bayar kost, makan, transportasi. Tiga taun gue kerja di Jakarta nggak dapat apa-apa gue. Cuma dapat capek doang. Gue cuma bisa bertahan hidup aja di sini.” “Iya ih sama, gue juga.” “Mau dong Va, gue mau kerja juga kayak lo,” rengek Kenny. “Iya-iya, lo tenang aja. Semoga aja gue dapat koneksi.” “Asyik. Eh, gue beli kfc nih, makan yuk !” ucap Kenny. “Iya.” “Gue besok teraktir lo makan buat terakhir kalinya perpisahan gue !” “Asyik, di mana?” “Pagi Sore” “Oke.” “Gue bisa ke tempat lo kan.” “Iya, kalau lo boleh datang. Pasti boleh lah, gila aja kalau nggak boleh.“ “Makan yuk.” “Hayuk.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD