Zodiak 1.0

1149 Words
Cuaca pagi hari ini mendung, tidak secerah senyum Yura ketika cewek itu bercerita tentang zodiak-zodiak kepada Bhanu. Yura seru, dia hanya berada di tengah-tengah orang yang tidak tepat. Entah mengapa, auranya begitu kuat menarik Bhanu untuk mendekat. Pengetahuan tentang hal-hal itu sungguh menarik. Ia tak mencoba memasang topeng di depan banyak orang, cewek itu berbicara ke sana ke sini mengenai 12 zodiak dengan binarnya. “Banyak banget orang bilang, ‘percaya kok zodiak, percaya itu sama Tuhan’.” Kemudian dia mengangkat bahunya. “Kenapa orang-orang itu selalu saja sensitif dengan apa yang dipercayai orang lain? Padahal percaya zodiak nggak serta merta bikin orang punya agama baru atau nyembah itu sendiri.” Bhanu paham akan itu, orang-orang ‘normal’ kadang suka mencemooh orang-orang ‘tidak normal’ lainnya hanya karena kefanatikan itu. “Tapi, kalo zodiak lo sendiri apa?” “Gue? Sun Gemini Moon Aquarius Rising Scorpio.” Jawabnya. “Gue nggak kaget ketika orang-orang bilang gue sosok misterius atau kasar dan segala macam yang melekat sama scorpio banget itu. Gue nggak peduli soalnya rising gue emang seperti itu. Gue nggak bermaksud mengubah jati diri gue demi orang lain. Gue nggak mencoba untuk fit di tengah-tengah mereka dan nggak memaksa mereka untuk memahami gue, paham kan, Nu? Susah banget kalo kita disuruh mengontrol manusia.” Jelasnya. “Satu hal yang gue ambil dari hidup ini adalah jangan pernah mengontrol seseorang, kontrol diri kita sendiri saja. Mengontrol seseorang itu hal paling bodoh karena itu akan menyakiti diri sendiri.” Bhanu tertegun sampai menggaruk alisnya. Dia mengumpat dalam hati setiap mendengar ocehan Yura yang sangat thoughtful itu. “Tapi, lo percaya sama Shio nggak sih?” “Percaya banget dong, jadi setiap perayaan Tahun Baru China biasanya gue akan mencari tahun ini tahun hewan apa dan elemennya apa. Gue bakalan cocokin sama elemen gue terus gue manifesting deh, kira-kira tahun ini gue mau ngapain, target-target gue mau kemana, jadi yah semacam guide aja.” “Iya, gue baru paham semenjak berteman sama Dharma. Tahun ini kemarin ayam api, dan ketika gue tahu itu gue merasa bersyukur banget—meskipun telat—karena gue diketemuin sama Cecil dan Dharma pada saat gue hampir terpuruk banget.” “What’s wrong?” “Ya, rumit sih, waktu itu gue ada masalah gitu sama anak rohis. Pokoknya gue males aja sama mereka yang ngepush gue buat ngaji—padahal gue disleksia.” Hening. Bhanu kaget dia mengungkapkan rahasianya sendiri, meluncur bebas tanpa berpikir lagi. Terlalu impulsive dan tidak ada rasa menahan diri. Tahu-tahu dia sadar jika pernyataan itu keluar begitu saja, “Anjir!” “Jadi itu?” Bhanu menjambak rambutnya, gugup dan rasanya mau lari saja. Dia mundur sedikit, menjaga jarak ketika Yura menatapnya lekat. “Hei, Nu. It’s oke. Your secret is safe on me.” Katanya. “Leo sun scorpio moon itu temperamental personality. Lo perlu orang yang bisa diajak buat berbagi rahasia tergelap dan terdalam lo supaya lo nggak uring-uringan sendiri. Itu nggak apa-apa. You can trust me.” Kata-kata Yura itu benar-benar menghipnotis Bhanu. Dia agak lega ketika satu persatu menemukan orang yang bisa menerimanya. Menyuruhnya untuk tidak terlalu mengkhawatirkan kondisinya sendiri. Menyuruhnya untuk tidak terlalu merasa sendirian. Menyuruhnya untuk tidak terlalu merasa kecil. Dan, Yura adalah orang ketiga yang Bhanu ajak berbagi. “Lo beneran disleksia? Dan, lo masih oke sekolah normal begini?” katanya berbisik karena takut jika ada yang mendengarnya. Matanya juga bergerak ke sana ke mari memastikan tidak ada yang menguping mereka. Bhanu tersenyum kecil dan malu, mungkin Yura memang bisa menjaga rahasia Bhanu bahkan sampai dirinya berbisik begitu lirih dan kecil. Cewek itu menunduk dalam dan mendekatkan wajahnya ke Bhanu. “Iya, gue belajar baca sama tulis mati-matian sama Cecil dan Dharma. Gue paling nggak suka pelajaran bahasa Indonesia, bahasa inggris, agama, dan biologi. Tapi, pelajaran favorit gue itu kesenian, lo tahu nggak lukisan yang ada di kelas gue dulu, satu-satunya lukisan yang tetap ada di sana dan jadi inventaris kelas itu punya gue.” Bhanu ikut-ikut berbisik. Yura tertawa, lega. “Kalo begitu, gue bisa bilang lo normal kalo nggak bisa baca huruf selain huruf abjad karna lo kasih gue penyebabnya.” Bhanu menjentikkan jarinya, “Gue juga sering dibully kalo disuruh membaca lantang. Jadi, waktu itu gue disuruh membaca cepat sama Bu Sri. Ya yang bener aja dong, ketika yang lain baca satu paragraph dengan wasweswos nya malah gue masih waaaaaaaaaaaasweeeeeeeeeeswooooooos alias lama banget.” “So, that’s why lo lebih dominan scorpio ya? Karena lo sadar kekurangan lo itu, jadi lo memilih sembunyi.” Bhanu terperangah, lagi-lagi soal zodiak. “Yah, gitu deh.” Sahut Bhanu. “Ra, perasaan lo dari tadi nyambungin ke zodiak-zodiak terus.” Yura yang pagi itu memakai cardigan rajut coklatnya menatap lurus ke arah lapangan yang digenangi oleh air hujan pagi hari. Ia merapatkan kardigannya lalu menunduk dalam. “Gue melihat orang dari zodiaknya. Supaya gue bisa menghadapi orang itu. Meskipun nggak 100% didominasi dengan sifat zodiak majornya, tapi itu membantu gue. Percaya nggak percaya.” Masuk akal, karena tebakan Yura tentang Bhanu sedari kemarin itu banyak benarnya. Ia mengira Yura itu bisa membaca orang bahkan melihat karakter orangnya. Tetapi, yang gadis itu lakukan cukup sederhana. Hanya dengan mengetahui zodiaknya saja lalu bisa mengetahui sifat-sifat orang secara garis besar. Bhanu semakin tertarik dan betah berbicara dengan Yura. Rasanya, apapun yang cewek itu katakan selalu saja membuatnya terperangah, tertegun kagum. Rasanya Bhanu juga ingin membedah isi otak Yura, saking penasarannya dengan apa saja pengetahuan yang dia konsumsi selama ini. “Karna kita semua itu lahir berdasarkan letak bintang yang membawa takdir dan nasib masing-masing, Nu.” Ujar Yura. “Rising seseorang itu ditentukan pukul berapa dia lahir. Setiap jam dan menit itu bisa berbeda satu sama lain. Artinya, dengan tahu hal-hal begini, lo bisa setidaknya mengintip sedikit tentang nasib lo ke depannya. Ini seperti prediksi atau lebih sering dikenal dengan ramalan, lo mau percaya boleh atau enggak juga nggak apa-apa. Kadang prediksi terasa menakutkan, itu buat mendorong elo biar berusaha lebih baik lagi untuk berjuang dan bertahan.” “Tetapi, sayang orang-orang menganggapnya syirik.” Yura mengangkat bahunya, “Gue nggak peduli anggapan orang, Nu. Apa yang kamu percayai itu adalah kehendak kamu. Prinsip gue begitu.” Gila, Yura gila. Cewek itu sangat percaya diri sekali dengan omongannya, batin Bhanu. Tidak ada henti-hentinya dia diam dibungkam oleh pernyataan yang tegas untuk sosok Yura yang berparas lembut dan anggun itu. Meskipun sorot matanya kadang tajam dan menusuk kala menatap lurus ke arahnya, lekuk wajahnya yang halus dan rambut hitamnya menjuntai bebas menambah kesan romantis pagi itu. Yura, gemericik suara hujan beradu dengan tanah, angina berhembus lembut yang menerpa wajah keduanya, dan obrolan singkat tentang zodiak di pagi hari sebelum bel masuk berbunyi telah membawa Bhanu berada di sebuah gerbang petualangan baru. Petualangan pengetahuan mengenai hal-hal tak kasar mata, hal-hal yang mengusik rongga nurani manusia akan spiritualitas, hal-hal yang terikat sangat erat namun manusia sering abaikan.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD