Seorang gadis bernama Alleta Acyla Raikhanza dengan gaun putihnya berdiri dengan tegap di atas altar. Dia memandang sayu pada setiap tamu yang tengah menikmati hidangan yang ada. Berdiri nyaris tiga jam berhasil membuat kakinya terasa pegal dan lemas. Gadis itu melirik sekilas pada sosok laki-laki yang berdiri dengan tegap di sampingnya. Dia berharap laki-laki berstatus suaminya itu peka dengan kondisinya yang mulai lelah. Namun, laki-laki itu hanya diam dengan tatapan lurus ke depan.
Dia pun menghela napas kasar, tak bisa mengharapkan sosok di sampingnya itu. Kini manik mata Aletta beralih menatap orang tuanya yang tengah mengobrol dengan rekan bisnis mereka, dia mendengus kesal. Rasanya mereka pun tak bisa dia harapkan, tak mungkin gadis cantik itu berteriak di tengah keramaian.
"Ini pada enggak ada yang peka gitu apa?" gumam Aletta dengan wajah memelas.
Dari arah sebaliknya, berjalan seorang wanita dengan gaun merah muda dengan anggun. Wanita itu tersenyum dengan manisnya, dia ingat jika itu ibu dari laki-laki yang berdiri di samping tubuh rampingnya. Mata Aletta yang semula sayu menjadi berbinar tatkala mertuanya itu berjalan ke arahnya. Wanita itu berhenti tepat di hadapan sang mempelai. Dia memandang sang putra dengan tatapan teduhnya lantas beralih tersenyum hangat pada sang menantu. Dia merasa kasihan sedari tadi melihat sang menantu yang berdiri dengan lemas.
"Abi, ajak istrimu ke kamar, kasian dia kecapean!" titahnya.
Laki-laki yang disebutkan namanya itu menoleh pada sang istri lantas dia menganggukkan kepala pelan. Abi menatap sang ibu yang masih menatapnya dengan teduh.
"Iya, Ma. Kalau gitu Abi ke kamar dulu sama Alleta," balas Abi dengan mata memberi kode pada sang istri untuk mengikutinya.
Gadis itu tersenyum canggung ke arah mertuanya. "Kalau gitu Letta pamit ke kamar ya, Ma," ucap Alleta dibalas anggukkan.
"Makasih, Mama mertua!" serunya dalam hati.
Gadis itu mengangkat gaunnya agar tak terinjak oleh kaki. Dengan langkah yang sedikit sulit dia berhasil mengejar langkah sang suami. Dia mendengus kesal saat suaminya itu benar-benar mengabaikan dirinya yang tengah kesulitan berjalan. Jika di sebuah novel atau film, pengantin wanita akan digendong nyatanya Alleta harus berjalan dengan kesulitan. Gadis itu menggeram gemas dengan tingkah sang suami, ingin rasanya dia melompat begitu saja ke punggung tegap dan kokoh milik laki-laki itu.
"Tungguin napa sih?! Malah ditinggal!" gerutunya tak terima.
"Tinggal ngikutin, ribet banget," ketus Abi.
Kedua mata Aletta melotot kesal, menatap Abi. "Mimpi apa gua punya suami kayak gini?” gerutunya dalam hati.
***
Alleta adalah gadis berusia 19 tahun yang beberapa jam lalu telah resmi menyandang gelar istri dari seorang laki-laki dewasa. Menikah dengan laki-laki yang tidak dia cintai dan baru mengenalnya selama satu minggu adalah sebuah kesialan baginya. Pernikahan atas dasar perjodohan, hidup Alleta bak novel romansa berakhir indah. Namun, Alleta sendiri ragu akan akhir dari semua itu.
Mengingat bagaimana sikap seorang Abimana Pratama, dirinya ragu jika pria itu akan mencintainya. Alleta tak habis pikir dengan sang kakek yang menjodohkan dia dengan laki-laki seperti Abi yang menurut Alleta bukanlah calon yang tepat. Laki-laki berusia 25 tahun itu terlalu tenang dan kaku untuk Alleta yang hobi sekali menyerocos.
"Kamu mandi dulu, saya belakangan!”
Alleta terkejut mendengar suara itu, dia lantas menganggukkan kepalanya. Mata gadis itu menelisik kamar milik sang suami, besar dan rapi. Dia berjalan ke arah meja rias, membersihkan seluruh riasan yang ada di wajah dengan tenang.
Abi sempat melirik sekilas sang istri yang sibuk membersihkan wajahnya sebelum dia kembali menatap layar ponselnya.
Alleta bangkit dari duduknya, dia berjalan mengambil handuk di dalam koper. Tanpa banyak bicara dia memasuki kamar mandi. Tak ada drama resleting yang tersangkut ataupun sulit dia gapai, nyatanya resleting itu sangat mudah dirinya buka.
Di dalam kamar mandi, dia memutuskan untuk beredam beberapa saat, menjernihkan pikiran dan membuat badannya terasa lebih segar dari sebelumnya. Hari ini adalah hari terlelah dalam hidup gadis itu bahkan Alleta ingin sekali langsung merebahkan dirinya di atas kasur.
Setelah 20 menit menyelesaikan aktivitas mandinya, Alleta mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dia terdiam untuk sesaat, merutuki kebodohan diri sendiri yang lupa membawa pakaian ganti. Alleta menggigit bibir bawahnya, gadis itu berjalan mondar-mandir di dalam kamar mandi.
"Masa minta bantuan kak Abi ngambilin baju ganti, sih? Duh … kalau keluar pakai handuk doang, malu.” Alleta tampak bingung memikirkannya.
"Tau ah! Daripada kedinginan, apa itu rasa malu?" cetusnya dengan kesal.
Alleta memutar gagang pintu dengan perlahan, dia menyembulkan kepalanya. Mata gadis itu menangkap Abi yang tengah fokus menatap ponsel yang berada dalam genggaman. Alleta menggigit bibir lantas menarik napas dalam-dalam.
"Kak Abi," panggil Alleta dengan suara pelan.
"Hm."
Jawaban yang Abi berikan berhasil membuat Alleta mencak-mencak di dalam kamar mandi. Dia kembali menarik dalam-dalam napasnya berusaha menenangkan debaran di jantungnya.
"Boleh tolong ambilin pakaian aku di koperku enggak?" pinta Alleta dengan wajah memanas.
Abi meletakkan ponselnya di atas nakas. Dia memandang ke arah Alleta dengan satu alis yang dinaikkan. Laki-laki itu lantas beralih menatap koper yang berada di pojok ruangan dekat lemari. Dia berjalan ke arah koper itu diletakkan.
"Sekalian daleman nggak?" tanya Abi dengan santai.
Alleta yang mendengar itu mendadak semakin gugup. Dia meremas kuat handuk yang membalut tubuh telanjangnya. Tak kunjung mendapat jawaban membuat Abi membalikkan tubuh, dia memandang Alleta yang memejamkan mata dengan wajah memerah.
"Iya udah, sekalian saya ambilin aja."
***
"Pa, Ma, Abi sama Alleta berangkat dulu. Takut Alleta keburu terlambat," cetus Abi saat laki-laki itu baru saja menyelesaikan sarapannya.
Alleta yang tengah menikmati nasi goreng buatan ibu mertua sontak saja mempercepat makannya. Dia merutuki Abi yang bahkan tak mau melihat dia yang masih menghabiskan makanan di atas piring miliknya. Alleta menyambar s**u yang dibuatkan oleh sang mertua lantas menegaknya hingga habis.
Dia mengatur napas terlebih dahulu. "Ma, Pa. Alleta ngampus dulu, ya," pamitnya.
"Iya, kalian hati-hati. Abi jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya!" titah wanita itu.
"Iya."
Alleta mengikuti langkah Abi, dia memasuki mobil Abi dengan wajah kesal. Gadis itu sempat melirik Abi yang hanya terdiam dengan wajah datar, berhasil membuat kekesalan Alleta semakin bertahan.
"Enggak sabaran banget, sih. Ini juga masih jam 06.25 loh," kesal Alleta.
"Bawel." Abi melirik sekilas ke arah Alleta. "Saya ada rapat jam tujuh nanti."
Setelah berpamitan dan mencium punggung tangan Abi, Alleta segera keluar dari mobil milik suaminya. Dia berjalan memasuki area Universitas Nusa Bangsa dengan santai. Namun, sebuah tangan tiba-tiba mendarat di bahunya. Alleta menoleh, gadis itu tersenyum manis mendapati sahabatnya yang tengah menatap dengan senyuman manis.
"Kemarin lu enggak ngampus, kenapa?"
Pertanyaan itu membuat Alleta gugup, tanpa sadar tangannya memegang kuat tali tasnya. Dia memandang ke depan dengan ekspresi yang dirinya buat sesantai mungkin.
"Ada acara keluarga," balasnya berusaha tenang.
Gadis di sampingnya mengangguk. "Oh, acara keluarga."
"Oh, ya, Ta. Setau gua, 'kan lu nggak punya sodara, ya. Lu berangkat bareng siapa? Supir baru? Tapi, nggak mungkin. Dandanannya lebih mirip bos, sih," ucap gadis itu tiba-tiba.
"Ha?" Alleta menoleh dengan wajah terkejutnya.
Gadis itu mengusap leher belakangnya, matanya berkeliaran mencoba menghindari tatapan intens dari gadis yang berdiri di samping Alleta.
"O—oh itu ...."
Tangan Alleta bergerak naik turun, wajahnya memucat karena panik. Alleta menjilat bibirnya yang kering, dia tertawa hambar. Tak ada satu pun kalimat yang melintas di dalam otak membuat Alleta semakin panik di tempat.
"Oh itu apa?" Mata gadis itu memicing menatap curiga Alleta. "Atau jangan-jangan itu pacar lu lagi, ya? Gua yakinnya suami lu, sih, Ta. Soalnya tadi gua liat lu salim sama dia."
Bersambung