3. Perintah

1229 Words
Setelah mereka semua turun dari pesawat. Tanpa dikomando, mereka pun berbaris. Menunggu sambutan dari pemimpin mereka. Mereka telah siap, mendengarkan semua arahan dan perintah yang akan diberikan pada mereka. Hari ini, mereka akan melanggar aturan yang sudah terjadi dalam bertahun-tahun. Tapi, perintah itu pun turun dari para petinggi negara. Orang-orang yang tidak rela harta bendanya tertinggal di kota Demaka timur. Kota yang telah dibatasi dengan tembok tinggi dan membentuk labirin melingkar. Selama bertahun-tahun tidak ada satu pun dari masyarakat yang berani mendekat. Mereka yang selamat memilih pergi. meninggalkan semuanya. Semua luka mau pun harta benda. Mereka terlalu sakit jika mengingat keluarganya turut menjadi korban dalam wabah yang menyebar tersebut. Hal itu, menjadi keuntungan bagi mereka. Alih-alih mengumumkan akan mencari tahu keamanan kota Demaka Timur. Mereka menyisipkan tujuan lain, yaitu mengambil kembali harta benda mereka. “Selamat pagi!” seorang pria dengan tubuh yang sama tegapnya berbicara di depan mereka. Dia adalah Lauren. Seorang perwira dengan banyak bintang di pundaknya. Dia yang akan menajdi pemimpin pasukan itu. Dalam melakukan tugas yang sangat berhaya itu. “Selamat pagi!” jawab mereka dengan serentak. “Kalian akan dibagi menjadi tiga kelompok. Tim medis juga akan ada dalam setiap kelompok, tim peneliti dan juga tim perakit bom. Semua akan dipantau selama dua puluh empat jam. Keselamtan kalian akan kami utamakan. Helikopter akan selalu siaga untuk mengirimkan bantuan. Sekian, dan silakan menuju pimpinan kelompok kalian di sana.” Dia menunjuk ke arah tiga orang yang sedang berdiri tidak jauh dari tempat mereka. Kalimat sambutan yang mereka dapatkan sungguh di luar perkiraan mereka. Sebuah tugas seperti apa, yang bahkan membutuhkan perakit bom di dalam kelompok yang mereka bentuk? Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang membuka mulut. Mereka merasa terjebak dalam situasi tersebut. Tapi, apa yang bisa mereka lakukan? Mereka telah berada di sana. Dan tidak ada pilihan lain selain melakukan tugas itu dengan segera. Dengan gerakan serempak, para pria-pria berotot besar itu memberikan hormat. Menaikkan tangan kanan mereka di samping kepala. Menunggu, hingga hormat mereka diterima. Barulah mereka menurunkan tangan dan beranjak pergi menuju pimpinan kelompok yang sudah ditunjuk tadi. Kesibukan mulai terlihat. Para peneliti menjelaskan detail-detail dari makhluk yang seperti mayat hidup tersebut. “Mereka menyerang dengan menggigit dan juga mencakar. Jika kalian tergigit, maka tidak ada pilihan lain selain menembak anggota kalian di tempat. Atau jika kalian tercakar oleh mereka. Maka, bagian tubuh kalian harus segera dipotong saat itu juga. Semua dilakukan untuk mencegah wabah kembali menyerang. Tapi angan khawatir, tim medis akan melakukan yang terbaik untuk kalian. Dan juga, mereka dapat dibunuh dengan cara memenggal kapala mereka. Menembaknya dengan peluru tidak akan menimbulkan efek apa pun pada mereka. Maka, pastikan kalian memutus kepala mereka jika kalian bertemu dengan makhluk tersebut.” sang peneliti yang mengenakan jas putih itu menampilkan sebuah foto di layar. Contoh mahkluk yang akan mereka hadapi nantinya. “Jangan remehkan mereka, dari rekaman kamera terakhir yang kami dapatkan. Mereka mulai bisa melakukan hal-hal seperti saat mereka hidup. Membuka pintu dan juga memanjat. Dan tugas dari tim hijau adalah membawa kepala mereka ke sini!” mendengar ucapan dari yang profesor membuat suasana menjadi kian gaduh. Mereka tidak pernah berpikir akan melakukan tugas aneh lainnya. Mereka hanya diberi tahu akan mengambil barang yang bisa diselamatkan. Tapi, membawa kepala dari makhluk itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan Hito. Dia tidak menyangka, tugas yang menurutnya akan selesai dalam sehari itu ternyata begitu berat. Melihat kondisinya, semua tugas itu tidak akan selesai dalam sehari. Sepertinya, mereka harus bermalam di balik tembok itu dalam beberapa hari. Seorang pemimpin kelompok mulai membuka suara. Memberikan motivasi-moativasi dan juga semengat kepada para pejuang. “Kalian akan diberikan waktu sepuluh menit untuk menghubungi keluarga. Manfaatkan dengan baik. karrena setelah ini, kalian harus memutus kontak dari mereka. Hingga tuugas kalian selesai dan berhasi menyelsaikan semua tugas dengan baik. Selalu ingat panduannya, kalian akan kami awasi dari sini. Kami akan memberikan jalan ke luar bagi kalian jika kalian terjebak. Helikopter akan bersiaga dan menuju tempat kalian dengan segera. Semoga berhasil.” Kalimat itu terdengar seperti motivasi, tapi juga seperti ancaman yang pasti. Mereka menekankan posisi para pejuang yang akan diawasi. Seolah mereka tidak percaya kepada mereka. Lantas apakah mereka hanyalah boneka bagi para petinggi negara? Apakah mereka hanyalah tumbal yang diberikan untuk mengecek situasi dan kondisi di sana? Hito menarik diri dari kelompoknya. Dia merasa lesu, lututnya melemas seakan tidak lagi mampu menopang dirinya untuk berdiri tegak kembali. Mendegar tugas yang sangat berat itu, dia pun teringat dengan ucapan istrinya. Saat dia menyarankan untuk pergi saja dari sana dan menghindar dari tembok besar itu bagaimana pun caranya. Kini hanya penyesalan yang ada dalam dirinya. Dia tidak akan bisa menepati janjinya pada Tino, dan juga istrinya. Dia harus melewati beberapa malam di balik tembok besar itu. Mencari harta dan juga kepala makhluk itu yang akan dijadikan bahan penelitian oleh mereka. Dia merogoh saku celananya, membuka ponsel dan mulai menghubungi istrinya. Ini masih jam Tino bersekolah. Dia tidak akan bisa melihat wajah anaknya sebelum pergi berperang. Telepon video itu pun terhubung. Dia bisa melihat Sisca sedang mencuci piring di dapur. “Iya, ada apa sayang?” ucap Sisca. Dia mulai merasa aneh saat melihat ekspresi suaminya yang lesu. Dia menghentikan kegiatannyaa. Mencuci tangan dan mengeringkannya dengan lap. Dia memegang ponselnya, dengan saksama dia mengamati ekspresi suaminya. Dia pun menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dia ucapkan. Hito menaikkan wajahnya. Dia mengusap wajahnya dengan perlahan, mencoba memberikan ekspresi terbaiknya. Tapi tetap saja, seorang istri akan menangkap kesedihan suaminya. walau dia mencoba menutupinya dengan berbagai cara. “Ada apa?” Sisca mengulangi pertanyaannya. Dia pun ikut merasa cemas dengan kondisi suaminya yang terlihat tidak fokus. “Sepertinya, aku tidak akan bisa pulang hari ini.” dia mengatakannya dengan perlahan. Tenggorokannya terasa seperti tercekat dan tidak mampu mengeluarkan banyak kata lagi. “Ah, tidak masalah, kau pasti akan pulang ika tugasnya sudah selesai bukan? Seperti tugas-tugasmu sebelumnya. Ayolah semangat, aku akan memberikan pengertian pada Tino. Dia pasti mengerti, tenanglah. Kau harus semangat, agar tugasmu cepat selesai. Dan kau bisa kembali pulang ke rumah.” Sisca benar-benar memberikan kekuatan padanya. mendengar semangat yang diberikan oleh istrinya, kini dia pun merasa semangat kembali. Dia yakin dengan kemampuannya. Bahwa dia bisa kembali ke pada keluarganya lagi. “Terima kasih sayang atas semua kekuatan yang kau berikan, tunggu aku ... dan selalu doakan keberhasilanku. Aku harus kembali berkumpul, hati-hati di sana.” Dia mengecup ponselnya. Lalu dia pun berlari menuju kelompoknya lagi. mereka tengah bersiap menaiki helikopter menuju tembok besar itu. Ada tiga helikopter tempur yang akan mengangkut mereka dalam lingkungan Demaka Timur. Mereka telah naik ke atas helikopter. Duduk dan memasang sabuk pengaman mereka masing-masing. Saat mereka sudah melayang dan mulai menyeberang masuk ke area tembok besar. Detak jantung mereka kian cepat. Terlebih saat helikopter telah mendarat di atap gedung. Mereka harus segera turun dan helikopter akan kembali ke markas. Mereka harus meminimalkan suara. Untuk tidak membuat kegaduhan di sana. Sebab, mereka belum mengetahui kondisi di sana dengan pasti. Persediaan makanan dan berbagai macam senjata dan peralatan lainnya telah diturunkan. Mereka membuat markas di sana. Menata dengan sedemikian rupa tempat yang akan mereka tinggali dalam beberapa hari ke depan. Ini adalah awal dari peperangan yang akan terjadi. Awal dari hancurnya penduduk bumi atas serangan makhluk tersebut. Atau ini adalah awal dari keberhasilan mereka dalam menyelesaikan tugas. Membasmi para mayat hidup dan mendapatkan berbagai macam benda berharga yang bisa diselamatkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD