Mendebarkan (BRAYEN POV)

982 Words
Tak habis pikir dengan apa yang Kamelia katakan. Gadis itu memang tak pernah berterima kasih padaku, setelah apa yang kulakukan pada keluarganya. Jika saja aku tak berbaik hati, mungkin kedua orang tuanya sudah aku lempar kejeruji besi. Hal yang lebih parahnya lagi, dengan terang-terangan Kamelia meminta sepeda motor untuknya. Bukannya aku pelit dan tak punya duit, hanya saja hal ini sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa Kamelia tak boleh berkunjung kerumah orangtuanya tanpa seizin ku. Kepalaku di penuhi amarah kali ini, kuhela napas mencoba menenangkan pikiran. Botol anggur yang tergeletak diatas meja membantuku dalam menenangkan pikiran. Ya, setidaknya beberapa tegukan dapat membantuku dalam bekerja. "Tuan, ada yang ingin bertemu." Tiba-tiba saja, Mike datang keruanganku. Jelas aku terkejut dengan kehadiran sekretaris ku. "Siapa?" Pertanyaan itu membuat alisku terangkat "Orang asing, bahkan tak pernah ke kantor ini." "Suruh dia masuk." Siapa kiranya seseorang yang berani mendatangi kantorku? Biasanya seseorang yang ingin bertemu denganku pastinya akan membuat jadwal terlebih dahulu. Namun, siapa dia? Aku jadi penasaran. "Silahkan masuk." Suara Mike mencoba ramah kepada orang tersebut "Terima kasih." Namun berikutnya aku mematung, suara itu begitu familiar bagiku "Kamelia?" Aku terkejut di tempatku, yang membuat Kamelia kebingungan. Sedangkan Mike memasang wajah ingin tahu. "Ada apa kau kesini?" Tanyaku, meski masih terdengar dingin. Gadis itu justru memilin ujung kaosnya. Lalu mendekat ke arahku. Aku mengibaskan tangan kearah Mike, mencoba mengusir lelaki itu. Dan ya, tanpa menunggu lama Mike keluar dari ruangan. Tanganku bersidekap, menatap Kamelia tanpa jeda. "Ada perlu apa?. Dengar ya, aku tidak akan pernah mengabulkan permintaan mu." Tukasku "Maaf Mr. bukan itu yang ingin ku katakan." "Lalu?" Dahiku mengernyit "Apa benar Mr. Memanggilku kesini karena ada yang ingin di bahas?" Aku semakin kebingungan. "Aku tidak membutuhkanmu, dan tidak pernah memanggilmu kesini. Kurang kerjaan saja!" Terlihat, Kamelia yang menggigit bibir di tempatnya. Entah mengapa, sikap ketakutan Kamelia membuatku merasa menjadi lelaki pengecut. Meski aku tidak tahu siapa gerangan yang mengerjai Kamelia. Namun aku sedikit berterima kasih, Kamelia akhirnya mengunjungiku. "Baiklah aku pamit dulu." "Oh begitu ya? Apa kau tidak ingin mencium tangan suamimu terlebih dahulu? Dan langsung pulang begitu?" Kataku sarkas kala melihat Kamelia yang memutarkan badan hendak pergi begitu saja. Gadis itu, berbalik lagi walau canggung tetap melakukan perintahku. Gadis yang manis. "Aku pamit Mr." Katanya, anggukan kepala menjadi persetujuanku. Gadis itu pergi begitu saja meninggalkan ruangan yang sedikit berantakan. Entah mengapa, setelah kedatangan Kamelia energiku rasanya kembali lagi. Ah, tapi rasanya mustahil aku begitu membanggakan gadis itu. Mungkin saja semua itu karena Anggur yang sudah ku tenggak bukan karena Kamelia. Ya, memangnya siapa gadis itu. Hanya gadis lugu dan udik ___________________________________________________________ Sore hari menjadi waktu untuk mengistirahatkan tubuh setelah seharian bekerja. Rencananya malam ini aku ingin menginap di rumah Kamelia. Rumah yang sengaja kubelikan untuknya. Meskipun semua istriku telah ku berikan rumah masing-masing. Karena aku tak ingin membedakan mereka. Semuanya sama, hanya saja Kamelia sedikit berbeda. Sampailah mobil yang di supir oleh Pak Lucas di halaman depan Mansion Kamelia. Sebelum keluar, aku sudah disambut oleh beberapa dayang-dayang yang sengaja ku pekerjaan untuk menemani Kamelia. Bahkan setelah keluar, dayang-dayang menyambutku dan mengucapkan salam. Tanpa menghiraukan mereka, kakiku mulai melangkah. Menyusuri setiap keramik, menaiki tangga menuju kamar Kamelia berada. Bel pintu Kamarnya berbunyi. Tak selang beberapa lama, munculah wajah Kamelia yang kebingungan dan tiba-tiba ekspresinya menjadi kaku. Tentu alisku terangkat, Kamelia seperti baru saja melihat makhluk astral. "Mr?" Cicitnya, lalu membuka pintu dengan lebar. "Ada apa Mr.? Apa ada kesalahan?" Tanyanya lagi, kepalaku menggeleng lalu mencoba masuk kedalam kamarnya. Mataku memindai kesegala penjuru, plafon yang dihiasi dengan warna kuning. Serta tembok-tembok dengan perpaduan warna merah muda. Semuanya nampak cerah dan ceria menggambarkan kepribadian si pemilik kamar. Lalu ku putuskan untuk duduk di sisi ranjang yang empuk dengan ukuran king. Tentu saja, dengan kemewahan ini pastilah Kamelia sangat betah berada di istana kecilku. Namun mataku memandang sesuatu yang janggal. Kamelia masih saja berdiri di ambang pintu tanpa mau melihatku. "Sedang apa kau disitu?, Tidak sopan!" Kamelia hanya diam, dan berjalan dengan canggung kearahku. "Maaf Mr. aku belum terbiasa." "Suatu saat kau akan terbiasa." "Ya Mr." "Sebenarnya ada apa denganmu? Hari ini kau terlihat canggung kepadaku?, Apa kau masih memikirkan kejadian tadi pagi?" Gadis itu mengangguk pelan. "Aku hanya takut Mr. memarahiku lagi." Katanya terdengar pelan "Astaga, hanya itu? Dan kau bersikap demikian padaku?" Gadis itu mengangguk. Lucu sekali, ternyata Kamelia sangat takut padaku. Pantas saja gadis itu nampak aneh sejak kejadian aku memarahinya. "Aku tidak marah, hanya saja aku tidak ingin kau selalu kerumah orang tuamu. Kau ini milikku, dan aku berhak atas dirimu." "Maafkan aku Mr." "Lain kali kau tidak perlu begitu, ada saatnya kau akan mengunjungi keluargamu." "Terima kasih Mr." "Ya. Dan aku minta berhentilah bersikap kaku di hadapanku. Ada yang ingin aku minta padamu." "Apa itu Mr.?" "Malam pertama yang belum kita lakukan." Bisikku pelan. Aku menatap wajah Kamelia yang nampak semakin gugup di tempatnya. Ku yakin, untuk usia Kamelia tak mungkin gadis itu begitu lugu mengenai hal hubungan suami istri. Apalagi ketika di bangku sekolah pastilah pembahasan masalah reproduksi manusia menjadi salah satu pembahasan penting. "A..aaku tidak mengerti apa yang Mr. katakan." Tubuhku semakin mendekatinya, tubuhnya yang indah yang beberapa hari ini belum ku jelajahi. Karena aku sengaja memberikan waktu yang tepat dan kenyamanan bagi Kamelia , aku tidak ingin membuatnya kaget dengan tindakanku. "Kamelia, jangan pura-pura seperti itu. Aku yakin kau mengerti maksudku." Kataku yang membuat wajah Kamelia semakin pucat, keringat membanjiri pelipisnya. "Mr. maafkan aku." "Mengapa harus meminta maaf?" Entah rasanya firasatku tak baik, dan mengatakan malam ini akan gagal lagi. "Aku sedang kedatangan tamu." Dan yah.. dugaaanku benar. Aku menghela napas kecil, lalu mengangguk kecewa. "Sudah berapa hari?" "Ini hari terahkir." Katanya malu-malu. Berbeda denganku yang terlihat biasa saja, karena aku berpengalaman mungkin Kamelia masih merasa belum terbiasa. Mendegar ucapnya, desiran itu datang lagi, paling tidak aku harus menunggu sampai besok. "Oke, besok aku akan memulainya." Kataku, lalu meninggalkan Kamelia yang masih terpaku ditempatnya. Peduli dengan perasaan Kamelia yang belum terbiasa. Toh, nanti aku akan membuatnya terbiasa dan bahkan meminta padaku di setiap malam hari. Tenanglah, ini hanya masalah waktu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD