“Patung Dewa Brahma?” Rudi mengusap-usap dagunya yang bersih dari janggut. “Kenapa, Sayang?” tanya Meisya saat ia mengganti baju. “Ayahmu, Tuan Dwipa, ingin mengajakku untuk melihat patung Dewa Brahma. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri di sini.” Rudi menatap istrinya dengan wajah khawatir. Ia tidak mau kejadian hari ini terulang lagi. Kali ini pria naga angin itu tak bisa menitipkan sang istri pada pengawal atau orang lain. Bukan karena tak percaya, melainkan karena rasa trauma ketika dia sebentar saja jauh dari sang istri lalu ada orang yang berniat menyelakai wanitanya. “Kalau kamu khawatir padaku, bagaimana jika aku ikut saja? Aku juga penasaran dengan bagaimana patung Brahma itu yang katanya harganya berkali-kali lipat dari emas murni karena keunikannya.” Meisya menyeruput teh h

