Rule Pekerjaan

1060 Words
Kinan sudah berdiri di depan Sena yang sedang merapikan penampilannya sekali lagi sebelum berangkat ke kantor. "Iya, Tuan?" Sena menatap wajah perempuan yang selalu menunduk itu di depannya. "Seperti yang semalam sudah saya katakan, kamu bisa menempati kamar tamu yang kamu tempati semalam. Kamu bisa tinggal sementara di sini sampai kondisi di luar sana sudah aman. Saya tidak tahu batasan aman menurutmu bagaimana, tetapi jika memang benar-benar aman, kamu dipersilakan untuk pergi. Tidak perlu khawatir kamu tidak memiliki uang, sebab selama kamu bekerja di rumah ini maka setiap bulan saya akan memberi gaji padamu. Kamu bisa simpan gaji itu sebagai bekal saat pergi nanti. Sedangkan selama tinggal di sini, saya izinkan kamu untuk memakan apapun makanan yang tersedia di rumah ini. Asal tahu batasan saja karena statusmu di sini apa. Sejauh ini apakah kamu mengerti?" Kinan jelas mengerti. Telinganya tidak tuli, apa saja yang Sena katakan ia terima dengan baik. "Saya mengerti, Tuan." "Baik, sekarang saya sampaikan peraturan di rumah ini. Seperti asisten rumah tangga lainnya, tugas kamu adalah membuat seisi rumah ini bersih dan rapi. Untuk masak, apakah kamu bisa? Bukan hanya sekedar menyiapkan makanan pagi seperti tadi maksud saya." "Bisa, Tuan." Kinan mengangguk. "Ok, saya izinkan kamu untuk menyiapkan sarapan pagi dan makan malam. Mengenai makan malam, sewaktu-waktu akan saya beri tahu apakah saya akan makan di rumah atau tidak. Sebab saya seringnya makan di luar baru pulang. Kalau seperti itu, kamu bisa masak sesuai dengan porsimu penjaga saja." Kinan kembali mengangguk. "Mengenai kebutuhan rumah tangga, kamu tinggal mencatat apa saja yang dibutuhkan, biar nanti asisten saya yang membelinya ke supermarket. Kamu benar-benar diam di rumah demi menghindari kejaran orang-orang yang mungkin masih mencari kamu di luar sana.* "Terima kasih, Tuan. Saya mengerti." Sepertinya masih ada yang ingin Sena sampaikan. Sebab itu terlihat dari posisinya yang masih enggak beranjak. "Satu yang kamu harus tahu, jangan pernah campuri urusan saya di rumah ini, apapun. Sebab saya juga tidak akan mencampuri urusan kamu." "Saya tidak berani, Tuan." Sena melihat sosok Kinan yang memang benar-benar polos. Seorang perempuan yang sepertinya tidak pernah mengenal dunia luar sebab hanya mengangguk dan terus bicara mengerti seolah ia benar-benar paham. "Ok. Sepertinya sudah semua hal ingin saya sampaikan. Saya sudah harus berangkat ke kantor sekarang." "Baik, Tuan." Kinan masih menunduk, bahkan ia sedikit membungkukkan badannya ketika Sena berdiri dan akan melewatinya. "Oh iya, saya belum memperkenalkan kedua orang tua saya." Sena tiba-tiba berbalik menatap Kinan kembali. "Ehm ... nanti saja kalau saya sudah pulang. Lagi pula mereka jarang muncul kemari jadi sepertinya itu belum terlalu penting." Kinan tidak merespon. Ia memilih diam sebab merasa sikapnya memang harus seperti itu. Sena pun melanjutkan langkah. Dengan tas kerja yang ia bawa, yang kemudian ia berikan kepada seorang lelaki muda yang tiba-tiba muncul dari arah ruang tamu, pengusaha muda itu pun pergi meninggalkan Kinan sendirian. Setelah lelaki yang sudah menolongnya pergi menuju tempat kerjanya, Kinan pun memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaan yang baru ia mulai. Minimal suasana hatinya lega setelah mendapat izin untuk tinggal di kediaman Sena. Meski ia harus meninggalkan rumah satu-satunya peninggalan sang ayah, setidaknya ia merasa aman bersama Sena, lelaki asing yang tidak mengenalnya, tetapi berbaik hati mau menolongnya tanpa curiga sedikit pun. *** Di dalam mobil dengan Sena berada di dalamnya bersama sang asisten pribadi, lelaki itu rupanya tengah mendapatkan panggilan dari sang mommy. "Sorry, Mom. Bukannya aku sengaja, tetapi memang semalam pestanya baru selesai sampai larut." Sena yang sebelumnya memiliki janji untuk datang menemui kedua orang tuanya, ternyata ingkar setelah pesta yang ia hadiri baru selesai sampai tengah malam. Selain itu, insiden yang terjadi antara dirinya dengan Kinan, mau tak mau membuatnya lupa akan janjinya kepada sang mommy. "Iya, baiklah. Nanti aku akan datang waktu makan siang." Setelah perbincangannya dengan sang mommy selesai, ia kembali berbicara dengan Bayu —sang asisten pribadi. "Jangan bilang-bilang sama Nyonya kalau ada perempuan di rumahku?" pesan Sena kepada lelaki muda yang sudah lebih dari lima tahun bekerja dengannya. "Baik, Tuan." 'Ah, Mommy. Entah sampai kapan beliau akan merecoki kehidupanku,' gumamnya sembari menyandarkan kepala di sandaran kursi mobil. "Nyonya Malika dan Tuan Arka begitu menyayangi Anda, Tuan. Terlebih Anda adalah pewaris lelaki satu-satunya bagi mereka. Jadi, apapun gerak gerik Anda maka mereka akan selalu memantau." "Tapi, aku terkadang risih apalagi kalau mommy sudah membahas Bianca, walau seharian aku di sana, ceramahnya aku yakin tidak akan pernah selesai." 'Jangankan Nyonya Malika, saya saja sebagai orang lain tidak senang melihat Anda berhubungan dengan perempuan itu, Tuan,' batin Bayu. "Aku ini sudah besar, apakah masalah jodoh pun mommy harus ikut campur?" tanya Sena yang kesal bukan main terhadap ibunya itu jika sudah membicarakan perihal pasangan. "Mereka hanya khawatir, Tuan," sahut Bayu yang tidak berhak memberi respon lebih. "Ya, aku tahu. Mau bagaimana pun di mata mereka aku tetaplah anak kecil." "Itu Anda tahu," kekeh Bayu kemudian tersenyum. "Dasar kau!" seru Sena yang kemudian mengambil ponsel dari dalam saku jas-nya. "Oh iya, jangan lupa siang nanti aku harus pulang menemui mommy, jangan ada jadwal yang bentrok dengan acara makan siang dengan ibuku tersayang. Selain itu, aku juga punya tugas untuk kamu hari ini." "Siap, Tuan!" "Cari tahu lebih jelas informasi mengenai Kinan. Siapa orang tua kandungnya dan di mana rumahnya. Selain itu, bagaimana kehidupannya selama ini, bagaimana lingkungannya, pokoknya aku mau tahu semuanya." "Baik, Tuan akan saya kerjakan secepatnya." "Bagus. Aku percaya padamu, Bayu!" Sang asisten pribadi pun tersenyum canggung. Jarang sekali Sena memuji karyawan atau anak buahnya. Saat pengusaha muda itu melayangkan sebuah pujian, saat itu berarti ia sedang berada dalam kondisi yang sangat baik. 'Apakah itu karena kehadiran perempuan itu? Ah, tidak mungkin. Aku tahu selera Tuan Sena. Tidak mungkin ia akan suka pada perempuan dengan penampilan yang biasa dan sederhana sepertinya,' ucap Bayu dalam hati. 'Sepertinya aku memang harus mencari info itu secepatnya.' "Iya, hallo!" Di tengah suara Bayu yang hanya mampu membatin, di belakangnya sang tuan sudah asik berbincang dengan kekasihnya. "Iya, aku akan jemput kamu di bandara pulang kerja nanti. Jam berapa memang? Jam tujuh malam bukan pesawat kamu landing?" Obrolan Sena dengan Bianca terus berlanjut hingga mobil sampai di pelataran gedung. Seorang security membukakan pintu mobil di mana Sena ada di dalamnya. "Baiklah, aku sudah sampai di kantor. Kamu selesaikan saja pekerjaan yang belum selesai." "Ok, bye. Love you!" Sena kemudian melangkah keluar setelah memutus panggilan teleponnya dengan Bianca. "Selamat pagi, Tuan Sena!" sapa security tersebut ketika sang pimpinan sudah berdiri di sisi mobil. "Selamat pagi!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD