Flashback, pertemuan pertama Ashvin dan Lily.
"Iya, Mom .... Tapi Ashvin tidak janji."
Ashvin yang masih dalam perjalanan menuju kantor menerima panggilan telepon dari wanita spesialnya.
"Nah! Itulah makanya. Mommy mau kamu janji, dulu. Kalo enggak, ya udah! Bulan depan Mommy buat acara tunangan kamu."
Mendesah keberatan, Ashvin lekas menimpali ucapan sang ibu. "Jangan begitu dong, Mom. Itu namanya pemaksaan. Ash sudah dewasa .... Aku tahu mana yang terbaik untuk diriku sendiri."
"Oh ... jadi menurut kamu, Mommy memilihkan hal yang tidak baik buat kamu? Begitu, ya?!"
Ashvin salah menyimpulkan ucapannya pada sang ibu. "Bukan begitu, Mom ... maksud-"
"Alah! Mau ngeles, lagi?!"
"Dengar dulu, Mom ...."
"Mommy kecewa sama kamu, Ash!"
TUTTT!!!
Panggilan terputus oleh sebelah pihak.
Ashvin menarik napas panjang, merasa pagi ini mendapatkan ultimatum yang sulit dari ibunya.
Luciana meminta agar Ashvin sang putra untuk segera mencari dambaan hatinya. Yaitu menikah, dan memiliki anak.
Bukan karena apa. Tapi memang usia Ashvin sebentar lagi masuk ke kepala tiga.
Yup, Ashvin sudah berusia 29 tahun.
Akan tetapi bagi Ashvin sendiri, ia belum terlalu tua. Masih panjang waktunya untuk mencari wanita yang sesuai dengan selera hatinya.
"Sabar, Tuan. Orang tua memang selalu seperti itu." Sang supir yang menemaninya di perjalanan hanya bisa memberi semangat untuk sang bos. Ia tahu tekanan orang tua Ashvin yang meminta untuk cepat-cepat menikah.
"Huft ...." Ashvin menghela napas panjang. Ia memilih untuk melihat jalanan pagi ini yang terlihat cukup ramai.
Tiba-tiba, mobil yang ia tumpangi berhenti mendadak. Di iringi klakson yang berbunyi nyaring.
"Astaga!" Supirnya lekas melepaskan seatbelt dan membuka pintu untuk turun.
Ashvin tidak diam saja, ia ikut turun untuk melihat apa yang terjadi di depan mobilnya.
"Hnnn!" seorang anak kecil ketakutan menangis di dalam pelukan sosok wanita kemeja hitam, berkuncir satu.
"It's oke. Kamu selamat, kok ... jangan nangis." Suara lembut wanita yang memeluk anak kecil itu menenangkan di telinga Ashvin.
"Nona, maafkan saya." Supir Ashvin lekas melihat keadaan dua manusia yang hampir tertabrak karenanya.
"Ya, Tuhan! Anakku!" Sosok wanita lain berlari dari pinggir jalan. Anak kecil laki-laki itu beralih memeluk wanita itu, dan mengatakan maaf karena ia berlari mengejar mainannya di saat jalanan ramai.
Fokus Ashvin tidak tertuju pada anak kecil yang hampir di tabrak dengan mobilnya. Ia justru memasati wanita kuncir satu yang saat ini membersihkan celana jeansnya dari debu aspal.
Supir Ashvin sibuk meminta maaf pada ibu juga anak kecil tadi. Tak lupa, ia memberikan kartu nama agar pertanggung jawabannya di lakukan jika terjadi apa-apa pada anak kecil itu.
"Kakak, itu yang bantu aku. Dia nyelamatin aku, Ma." Anak laki-laki itu menunjuk wanita tadi.
DEG!
Ashvin mematung, ia menyaksikan senyuman yang terukir di bibir wanita itu dengan sangat jelas.
"Sama-sama, Nyonya. Kebetulan saya mau menyebrang, lihat adik ini ke tengah, saya reflek mengejar." Wanita itu berkata dengan suara lembutnya membalas permohonan terimakasih dari ibu anak kecil itu.
Iris biru keabuan milik Ashvin tak lepas memandang wanita berwajah cantik, menggemaskan dengan bibir penuhnya, berbicara di iringi senyuman manis.
Debaran jantung Ashvin begitu terasa. Hanya menatap wanita itu sangat mempengaruhi dirinya saat ini.
Selesai permasalahan supirnya dan ibu anak tadi, mereka hendak pergi.
"Tunggu!" Ashvin menghentikan langkah wanita berkuncir satu yang menggaet atensinya sejak tadi.
Langkah tegap Ashvin menghampiri wanita itu. Dengan pakaian rapih, kemeja juga jas, menampilkan betapa berkharismanya sosok Ashvin.
Wanita itu berbalik badan melihat langkah pria itu menghampirinya di bahu jalan.
Mereka berdiri berhadapan, kepala wanita itu mendongak menatap Ashvin yang tingginya hampir mirip seperti tiang listrik baginya.
"Ya? Ada, apa Tuan?" tanya wanita itu.
Ashvin meneliti setiap garis wajah sang wanita. Mata bulat, bulu mata lentik, hidung mancung, serta bibir yang tebal sedikit kering.
Sepertinya wanita ini berusia sangat muda. Tebak Ashvin masih di bawah 25 tahun.
Perasaan apa ini? Batin Ashvin tak ingin memutuskan pandangannya dari wanita yang tingginya hanya sebaatas dadanya. Bahkan sedikit di bawah d**a. Wanita itu pendek akan tetapi menggemaskan. Cantik sekali. Puji Ashvin melihat wanita itu.
Saat sang wanita mengedipkan kedua matanya beberapa kali, di saat itu Ashvin sadar.
"Apa mobil anda tergores?" tanyanya polos pada Ashvin.
Segera menggeleng, Ashvin justru mengambil satu pergelangan tangan wanita itu. Kecil sekali, bahkan jika Ashvin menekannya dengan sekuat tenaga, mungkin akan patah.
"Tangan kamu berdarah." Ashvin menunjukkan telapak tangan wanita itu yang memang lecet.
"Ah! Iya, aku tidak sadar. Tidak apa, ini hanya-"
Tidak mendengarkan ucapan wanita itu, Ashvin justru melakukan hal yang lain.
Pria itu menundukkan sedikit kepalanya, dan menghisap darah yang ada di telapak tangan wanita itu tanpa ragu.
Suasana mendadak ambigu. Bukan hanya wanita muda itu, supir Ashvin pun terkejut bukan main.
"Uhm! Te-terimakasih." Wanita itu menarik tangannya dari cekalan Ashvin. Ia merasa tak nyaman.
"Siapa ... nama kamu?" tanya Ashvin ragu-ragu.
Bola mata coklat itu kembali membalas tatapan Ashvin. Terlihat sedikit ragu, ia kemudian menjawab pertanyaan Ashvin.
"Lily. Namaku, Lily." Ia mengusap telapak tangannya yang masih menempel bekas jejak kecupan Ashvin.
"Ini, Nona. Plester untuk lukamu," beri supir Ashvin yang ternyata sudah mengambilkan plaster luka.
"Terimakasih," ucap Lily menerima plaster tersebut.
Flashback off.
***
Sore harinya, Ashvin sudah sampai kembali di rumah. Ia melangkah ke arah kamar, tempat ia mengurung sosok wanita cantik yang berhasil menggetarkan seluruh jiwa raganya.
KLIK!
Ashvin berhasil membuka pintu kamar, dan seketika terkejut melihat keberadaan Lily yang tergeletak di lantai.
Terhitung sudah tiga jam ia meninggalkan wanita itu, dan selama itu Lily tertidur di lantai dengan kedaan yang sama.
Ashvin mengangkat tubuh lemah itu ke atas kasur.
Meletakkannya dengan sangat lembut, seakan tubuh Lily sebuah benda berharga yang mudah rapuh.
Ashvin melepaskan bra yang sudah tak terletak sempurna pada tempatnya. Ia berlalu ke kamar mandi untuk mengambil air hangat serta handuk.
Lily masih senantiasa tidur, begitu lelah karena terus memberontak sampai siang.
Dengan telaten Ashvin mengusap handuk basah itu di permukaan kulit Lily. Ia membersihkan jejak-jejak percintaan mereka tadi yang lengket di tubuh wanitanya.
Bagian kewanitaan Lily juga di bersihkan oleh Ashvin menggunakan handuk yang berbeda.
Terlihat darah yang mengering di kewanitaan Lily. Sontak saja Ashvin merasa beruntung juga merasa bahagia. Karena wanita itu sudah resmi menjadi miliknya.
"Shhh!" ringis Lily merasa terusik di tengah tidurnya.
Melihat wajah Lily yang terpejam dan meringis, Ashvin justru berpikir hal lain. Otaknya mendadak kacau, mengingat nikmatnya bersetubuh dengan wanita seksi itu.
Ashvin meletakkan handuknya, dan kali ini melakukan hal lain.
"Mmhh!" Lily merintih kala merasakan sesuatu mengusik area sensitifnya.
Ashvin mengusap area kewanitaan Lily dengan lembut. Di usap secara memutar, sedikit menekan dua jarinya agar menyentuh bagian yang lebih sensitif.
"Ungh! Mhhh ...." Lily perlahan bangun dari tidurnya.
Bukannya berhenti, Ashvin kembali membuka kedua paha Lily agar kembali mengangkang.
"Apa yang- ahh!!!" Lily melihat ke bawah dan terkejut akan tindakan Ashvin.
"Oh! Stop, jangan! Oh ...."
Ashvin sibuk menikmati belahan daging Lily dengan bibir dan lidahnya. Indera perasanya mencicipi bagian itu dengan sangat nikmat.
"Ummhh! Stop!" Lily menggelinjang, tapi ia tidak bisa berbuat banyak.
Tubuhnya masih lemah, serta Ashvin menahan kedua pahanya agar tidak bergerak.
Jilatan demi jilatan.
Hisapan demi hisapan.
Ashvin melakukannya dengan baik. Hingga Lily pun pasrah, juga mencapai titik orgasmenya lagi.
"Ohh! Mmhh .... ahh ...."
Lily menegang, meremas bantal juga seprei kasur.
Belum sampai lima menit, Ashvin berdiri dan membuka seluruh pakaiannya secara cepat.
"Jangan ... Jangan lakukan hal menjijikan ini lagi!" teriak Lily dengan menyalang.
Tidak menggubris, Ashvin melakukan apa yang menurutnya senang. Ia menindih tubuh telanjang Lily dengan tubuhnya yang sama telanjang.
"b******k! Menyingkir dari tubuhku!" Lily kembali berusaha memberontak dan memukul tubuh Ashvin.
Dengan sigap Ashvin kembali menahan kedua tangan Lily tepat di sisi kanan kiri kepalanya. Wanita itu terlentang tak berdaya di bawah kukungannya.
Ashvin menyusupkan wajahnya ke leher Lily, menghirup aroma khas tubuh wanita itu yang begitu manis.
"Nghh! Tolong ... jangan ...." Lily memejamkan erat matanya, berusaha untuk tidak mendesah karena kegiatan pria b******k itu.
Ashvin menjilat dan menyesap bagian kulit leher Lily, terus menjalar sampai ke dadanya.
Lidah Ashvin sangat lincah menari-nari di sana. Bongkahan d**a yang bahkan tidak muat untuk telapak tangan besar Ashvin itu, sudah penuh akan bercak merah.
"Mmpphh!" Lily menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak mendesah. Ia harus menguatkan diri agar tidak lagi terlena.
"Tubuh kamu, semuanya manis. Aku sangat menyukainya, Ly." Tanpa ragu Ashvin mengatakan hal menjijikan bagi Lily.
Melihat wanitanya menggigit bibir erat, Ashvin lekas kembali berbicara. "Jangan gigit bibir kamu."
Ashvin tahu kalau Lily menahan desahannya. Karena itu, ia langsung menyusupkan miliknya ke arah kewanitaan Lily.
"Enghhh!" Lily menggelengkan kepalanya, tidak menginginkan tindakan Ashvin.
"Kamu harus terbiasa, Baby ... kamu harus menjadi istri yang baik." Ashvin menekan pinggangnya sampai milik mereka kembali menyatu sempurna.
Rasa sesak dan sedikit perih itu di rasakan oleh Lily.
Entah bagaimana ia harus menerimanya. Tubuhnya kembali di gagahi oleh Ashvin.
Lily terus berdoa dalam hati, ia ingin pergi. Ia memohon pada Tuhan untuk beri jalan agar ia bisa kabur dari iblis bejad itu.
"Ahh ... ahh ...."
Desahan demi desahan akhirnya lolos di bibir Lily. Membuat Ashvin terus berseringai puas.
Ia menikmati percintaannya dengan Lily, berjam-jam lamanya. Tubuh wanita ringkih itu di bolak balik layaknya manekin, memuaskan hasratnya.
Tapi bukan begitu, Ashvin hanya memuaskan nafsu saja. Tidak.
Ia sangat mencintai Lily. Ia menggunakan perasaannya setiap menyentuh wanita muda dengan d**a besar itu.
Sungguh, Ashvin semakin tergila-gila. Baru kali ini ia sampai kehilangan kontrol dirinya sendiri, akibat kehadiran Lily.
"Ummhh ... stop! Aku lelah," rintih Lily yang entah sudah keberapa kali ia keluar.
Bukannya berhenti, Ashvin semakin menghentakkan miliknya. Mereka sudah berganti posisi dengan tidur menyamping, dengan Lily yang di hujam dari arah belakang.
Kedua dadanya terus di remas dan di pilin p****g kecilnya.
Sejak pukul lima sore, Ashvin masih bertenaga penuh menyetubuhi Lily. Terhitung sudah hampir lima jam, karena ini hampir jam sepuluh malam.
Sejak siang, Lily belum minum dan makan sedikit pun. Entah apa yang akan terjadi setelah ini pada wanita malang itu.
Ashvin sungguh maniak!