SEBELAS

1328 Words
Gea yang begitu terkejut ketika mendapatkan pesan dari dosennya yang mengajaknya untuk pergi nonton. Ini adalah hal yang paling mengejutkan untuknya, dosennya masih muda. Digandrungi banyak perempuan di kampusnya. Tapi sekarang ini justru membuat Gea tercengang dengan ajakan seperti itu. Dia tidak pernah keluar bersama dengan seorang pria--selain Rangga. Pria itu sudah termasuk dalam list untuk pengecualian. Entah apa yang akan dijalaninya kali ini bersama pria itu. Memang mereka berdua sangat dekat semenjak Gea tahu bahwa kakak dosennya ada di rumah sakit jiwa. Kemungkinan juga hanya dia yang tahu mengenai kehidupan dosennya yang selama ini tidak diketahui oleh orang lain. Menemukan kisah yang baru. Gea bukannya kesal dengan pria itu lagi sekarang. Justru perasaannya menjadi semakin kacau, pasca dia tahu bahwa dosennya punya keponakan yang bahkan ayahnya sudah tiada, menjadikan dosennya sebagai ayah, pria itu juga begitu baik terhadap keponakannya, dia yang menjadi kepikiran juga oleh ulah dosennya yang akhir-akhir ini memberikan rasa yang aneh di dalam hatinya. Gea jatuh cinta? Dia pasti akan menyangkal itu semua. Gea tidak akan pernah mengakui bahwa dirinya jatuh cinta dengan pria itu, dia pasti akan menyangkalnya dan mengatakan bahwa dia tidak jatuh cinta sama sekali--hanya kasihan terhadap Kelana. Malam harinya ketika dia menunggu pria itu datang untuk menjemputnya, ia memilih menunggu diluar dibandingkan nanti dia menjadi bahan olokan oleh yang lainnya. Dia langsung masuk begitu melihat dosennya datang. "Malam, Pak," Pria itu menggelengkan kepalanya, "Bisakah kamu nggak usah pakai embel-embel Bapak kalau di luar sama saya? Kita biasa aja, kita pakai aku kamu, panggil saya juga dengan nama panggilan saya sendiri," "Gimana ceritanya, saya ini mahasiswi Bapak yang nilainya terancam jelek kalau nggak ngikutin apa yang Bapak mau," "Saya ini calon suami kamu, jadi kamu nggak boleh nolak apa yang saya minta. Saya ngga bakalan sentuh kamu sebelum kita nikah. Jadi kamu nggak usah khawatir ya! Saya ini pria baik kok," Gea memalingkan wajahnya dan bertindak seperti orang yang hendak muntah mendengar pernyataan dari dosennya barusan yang mengklaim dirinya sebagai calon suami untuk Gea. Rasanya ini seperti gombalan Rangga yang tidak akan pernah ada habisnya. Gea bahkan tahu, segombal apa pun Rangga kepadanya, tapi tidak pernah seperti dosennya yang dianggap sebagai pria paling dingin di kampus. Namun, bisa-bisanya dia mengklaim dirinya seperti barusan. Itu bagai mimpi untuk Gee ketika kesal mendengar pernyataan dosennya. Ketika di tersenyum membayangkan betapa sialnya hidup ini menjadi ancaman bagi dosennya sendiri. Ada perasaan kesal juga bagi Gea, tapi dia tidak bisa melampiaskannya begitu kakak iparnya menyetujui dengan ajakan itu. Gea memang lebih nyaman cerita apa pun kepada kakak iparnya mengingat bahwa perempuan itu memang selalu baik untuk diceritakan masalah apa pun. Mereka berdua turun dari mobil begitu sampai di sana. Sampai pada akhirnya dia tersenyum saat tiba di salah satu mall. Ketika masuk, Deni langsung menggenggam tangannya. "Pak, nanti ada yang lihat," "Peduli apa saya kalau ada yang lihat?" "Bapak mau kalau kita jadi bahan gosip?" "Gosip apanya?" "Di kampus, Pak. terus ada berita, 'Seorang dosen di salah satu Universitas ternama sedang berkencan dengan mahasiswinya' saya nggak mau, Pak," "Gea, kamu pikir saya bercanda ya? Kamu pikir saya bercanda mengenai saya yang bilang kalau kamu itu adalah calon istri saya," "Pak, jangan mulai lagi deh, please banget!" "Kamu mau kalau saya buktikan di sini, kalau saya itu sayang sama kamu. Ini adalah proses sebelum kita menikah lho," Mata Gea membelalak tidak percaya dengan ucapan dosennya barusan. "Bapak sinting," "Sintingnya juga karena kamu kok," "Bapak nyebelin," "Kamu lebih nyebelin, kamu cuek sama saya di kampus dan seolah nggak mau lihat saya kalau ngajar," "Karena Bapak itu matanya jelalatan," "Apa saya terlihat seperti pria m***m, Gea?" Gea tak berkata apa pun, dia justru memalingkan wajahnya lalu berbalik. "Saya pulang aja deh kalau gitu," "Nih saya umumin ke semua orang kalau saya itu sayang sama kamu," Deni baru saja mengambil ancang-ancang dan ingin menyatakan perasaan di depan orang banyak. Saat itu juga, Gea langsung menutup mulut pria itu karena kesal jika nanti mereka jadi bahan olokan oleh orang lain. "Bapak yang terhormat, ayo kita jalan," Gea menggandeng lengan dosennya itu karena tidak mau terlihat konyol nantinya saat pria itu mulai dengan aksi konyolnya untuk menyatakan perasaan. "Sialan, dia sungguh-sungguh," kata Gea di dalam hati. "Saya tahu kamu sedang mengumpat wahai calon istri, nggak boleh kayak gitu, oke!" Deni mencolek ujung hidungnya dan membuat Gea geli seketika dengan sikap Deni yang tak berpikir mengenai harga dirinya sebagai seorang presiden direktur perusahaan dan anak dari pemiliki kampus ternama yang selalu bersikap biasa saja sekalipun dia termasuk pria yang cukup banyak uang bagi Gea. Entah kenapa dosennya justru bersikap baik kepadanya dan mengatakan hal yang tidak masuk akal. Namun jika dia anggap semua ini adalah permainan, maka dosennya tidak akan pernah konyol seperti sekarang ini. Gea tersenyum terpaksa ketika tangannya dengan Deni menyatu dengan begitu sempurna. "Mau makan apa?" "Terserah Bapak," "Gea, nggak usah pakai embel-embel bapak lagi dong!" pria itu terlihat sangat kesal dengan Gea. "Bapak, Kelana gimana?" Ini adalah cara yang tepat bagi Deni mendekati Gea, karena Gea sepertinya tertarik dengan Kelana yang terlihat sangat menggemaskan. "Dia baik-baik aja, tadi juga waktu aku pergi dia nangis pengin ikut," "Kenapa kamu nggak ajak?" Deni tersenyum mendengar Gea sudah mulai biasa dengannya. "Karena nggak mungkin dong Omnya kencan, keponakannya ikut," "Kan itu lebih baik," "Lebih baik apanya?" "Lebih baik aja gitu, kalau dia ikut. Aku jadi punya teman ngobrol," "Lalu kamu anggap aku ini apa?" Gea tertawa melihat ekspresi dosennya yang kesal terhadap dirinya. "Karena Bapak itu nyebelin, jadi saya kecualikan untuk urusan ini," "Gea, kenapa pakai embel-embel Bapak lagi, sih? Mau saya cium di tempat ramai lho," "Najis," Pria itu tersenyum ke arahnya. Gea segera mengalihkan pandangannya. Dia tidak pernah melihat pria ini senyum sebelumnya. tapi entah kenapa pria ini sekarang tersenyum. "ya Tuhan, jantung aku mau jatuh rasanya karena disenyumin hamba-Mu yang begitu tampan," kata Gea di dalam hati. Saat dia menghadap yang lainnya, kemudian saat mereka sedang ada di restoran menunggu pesanan datang. "Kalau saya minta kamu sama orang tua kamu gimana?" "Pak, kita baru kenalan lho,"  "Mungkin bagi kamu ini hal yang baru. Tapi bagi saya, kamu itu spesial, Gea," "Maksudnya?" "Saya nggak pernah main-main sama perasaan, lagipula saya nggak pernah pacaran," "Bohong banget kalau Bapak nggak pernah pacaran," "Apa karena ketampanan ini kamu kamu mikirnya yang aneh-aneh gitu?" "Sial, ini dosen di kampus ngalahin dinginnya musim salju, eh sekarang di sini malah gila." ucapnya di dalam hati sampai dosennya melambaikan tangan di depan wajah Gea. "Ada apa, Pak?"  "Memangnya kamu nggak dengar saya tadi ngomong apa? Saya udah bilang kalau saya itu sangat peduli sama kamu, saya nggak lagi bercanda. Peduli karena kamu jadi mahasiswi yang paling sering saya omelin," "Lah, itu tahu," "Pada akhirnya kamu bakalan jadi istri saya juga," "Bapak, saya pengin pulang sumpah deh." kata Gea dengan begitu kesal karena ulah dosennya ini semakin menjadi. Dia tidak ingin jika nanti ada yang melihatnya dan justru menjadi bahan gosip paling hangat di kampusnya. "Baik, ini adalah terakhir kalinya kita kencan. Sisanya, saya bakalan ke rumah kamu. Ketemu orang tua kamu, kemudian kalau sudah deal sama orang tua kamu, kita nikah," Gea menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak mau," "Nggak ada penolakan apa pun, Gea. Saya nggak suka ditolak. Karena saya juga kali ini sedang berjuang dapatin kamu, bukan demi Kelana. Tapi demi saya sendiri yang begitu ingin kamu jadi istri saya. Nggak ada yang nerima Kelana dengan baik, asal kamu tahu itu. Setiap kali ada perjodohan yang diadakan oleh orang tua saya, pasti mereka akan selalu bilang bahwa saya nggak boleh tinggal sama Kelana. Dia nggak pernah dapat kasih sayang yang lengkap. Tahu apa sih dia mengenai ayah kandungnya sendiri? dia juga nggak pernah sedekat itu dengan siapa pun. tapi ketika dia lihat  kamu, akhirnya dia minta kalau saya harus tetap sama kamu," Gea terdiam ketika mendengar penjelasan Deni yang kali ini begitu serius dan seolah tak mengerti lagi dengan apa yang dilakukan oleh pria itu kepadanya. "Kenapa kamu bisa seyakin itu sama aku?" "Mungkin ini terdengar konyol. Tapi perasaan polos seorang anak itu nggak bisa dibohongi, Gea. Ketika dia bilang kalau dia suka sama seseorang, maka jawabannya adalah tetap suka. Dia tahu hati mana yang tulus sama dia. Jadi, saya ikuti kata hati Kelana untuk dekati kamu. Tapi jangan salah paham dulu, ini adalah tentang perasaan saya juga." Dia tidak komentar apa pun mengenai penjelasan Deni tadi. Pasalnya pria itu menggunakan kata 'saya' dipenjelasannya yang membuat Gea tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD