Menjadi istri dari seorang Theodor Owen bukanlah keinginan Camelia Galen. Ia terpaksa menikahi lelaki itu karena perjodohan.
Satu tahun sudah ia menjalani rumah tangganya, namun tak pernah satu hari pun merasa bahagia. Theo selalu mengurungnya. Tidak mengijinkan dirinya untuk keluar dengan bebas kemanapun ia ingin pergi. Dan lagi, judi dan mabuk-mabukan adalah hobi dari pria berambut ikal itu.
Kerjanya hanya marah-marah setiap kali pulang kerumah. Tak pernah menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami namun terus menuntut Lili untuk memenuhi kebutuhannya, terutama masalah uang.
Bagaimana mungkin seorang Lili yang hampir tidak pernah diberi ijin keluar rumah bisa menghasilkan uang? Bukan Theo namanya jika tidak menggunakan akal liciknya. Beberapa kali Lili dijual olehnya pada p****************g hanya untuk mendapatkan uang dalam waktu singkat.
Lalu bagaimana nasib Lili? Apakah Ia bisa melewati malamnya bersama p****************g itu? Tentu saja tidak, Lili selalu berhasil kabur. Namun setelah itu, ia akan mendapatkan siksaan dari Theo dirumah.
Dan semalam, Theo datang padanya dengan senyuman manis. Untuk pertama kalinya Lili melihat itu dari wajah suaminya.
“Besok kau bekerja disini?” Theo melempar sebuah alamat pada Lili ketika istrinya itu sedang menyiapkan makan malam mereka-lebih tepatnya untuk Lili sendiri karena Theo jarang pulang jika malam hari tiba.
Jefri Nicho, itulah nama yang tertera disana. Dari alamat itu, Lili dapat mengetahui Jefri Nicho bukanlah orang sembarangan. Tempat tinggalnya saja berada dikawasan elite, bahkan orang sekelas Theo masih jauh dibawahnya.
“Apa kau menjual ku lagi? Mau sampai kapan aku diperlakukan seperti ini?” tanya Lili tajam. Ia sungguh sakit hati dengan suami sialannya itu. Tak pernah sekalipun menghargai keberadaannya sebagai seorang istri.
Dengan gerakan cepat, Theo langsung mencengkram rahang Lili dengan tatapan tak suka. “Jangan membantahku! Lakukan saja apa yang aku perintahkan. Jika kau masih membangkang kali ini, aku pastikan seluruh keluargamu akan mati.”
Begitulah Theo, selalu mengancam Lili. Namun kali ini sepertinya tidak main-main. Kedua mata pria itu penuh dengan amarah yang sangat besar. Dan jika Theo sudah berucap, maka itulah yang akan terjadi.
Keluarga Lili adalah keluarga kelas menengah kebawah. Bekerja diperkebunan milik orang tua Theo. Perjodohan ini bisa terjadi karena alasan klise, ayah Lili memiliki hutang dan ayah Theo berjanji akan menganggap hutang itu lunas jika Lili bersedia menikah dengan Theo.
‘Untuk apa dia menikahi ku kalau tidak bisa memperlakukan aku dengan baik?’ Pertanyaan itu selalu terngiang dalam benak Lili setiap kali Theo mengasari dirinya.
Namun Lili teringat akan orang tuanya yang sudah tua, mereka harus hidup bahagia meski dirinya menderita seperti ini.
Lili memang mengajukan sebuah syarat sebelum ia menyetujui pernikahannya dengan Theo terlaksana. Keluarga Theo harus menjamin kehidupan orang tua Lili, jika ini yang mereka inginkan.
Apakah kedua orang tua Theo tahu kelakuan anaknya? Tentu saja! mereka adalah tipe orang tua yang selalu memanjakan anaknya.
Pernah suatu kali Lili mengadukan keseharian Theo-mabuk dan berjudi, namun nyatanya justru mereka juga mengancam akan memutus semua fasilitas yang orang tua Lili terima dan menuntut keduanya jika sampai berita ini tersebar.
Jadi, Lili hanya mampu bersabar selama setahun ini. Pada akhirnya, sekuat apapun Lili mencoba untuk melawan namun tetap saja ia akan kalah. Hanya Tuhan yang tahu sampai kapan nasib buruknya akan berakhir.
Dan hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Seperti apa yang diperintahkan oleh Theo, Lili harus menuju sebuah alamat dimana tempat kerjanya berada. Sebuah rumah berukuran besar dengan dengan cat berwarna putih. Dua pilar besar berdiri kokoh, menggambarkan keangkuhan sang pemilik.
Lili berdiri didepan pintu pagar dan memandangi rumah itu. Ia baru saja dipersilahkan masuk setelah diminta menyebutkan nama. Sepertinya penjaga sudah diberitahu agar mempersilahkan Lili masuk ketika dirinya datang.
Dengan langkah perlahan, Lili melewati taman mini yang terletak dihalaman rumah itu. Dipandu oleh seorang pelayan yang ditugaskan menjemput Lili ketika penjaga menghubungi pihak yang ada didalam rumah. Menyusuri lorong dan masuk melalui pintu utama.
“Silakan lewat sini, Nona Lili.” Seorang pria paruh baya menunjukkan jalan masuk pada Lili.
Dengan perasaan gugup, Lili masuk kedalam rumah. “Terima kasih.”
“Saya kepala pelayan disini, Nona. Panggil saja Billy atau jika Nona berkenan bisa memanggil saya Bill supaya lebih akrab.” Billy Williams menyambut kedatangan Lili dengan senyum ramah.
“Terima kasih pak Bill. Panggil saja saya Lili, tidak perlu pakai Nona,” pinta Lili merasa tidak sopan dipanggil seperti itu oleh Billy padahal status mereka sama-sama seorang pelayan.
Mendengar nada protes dari Lili, Billy hanya tersenyum. Gadis itu terlihat begitu cantik dibalik riasan naturalnya. Berbeda dengan beberapa wanita yang datang sebelum Lili, selalu merias wajah yang berlebihan-seperti badut dimata Billy dan pelayan lainnya.
“Jadi, apa yang harus saya lakukan pak Bill?”
“Nona Lili akan melayani Tuan Nico. Mulai dari menyiapkan hal-hal yang bersifat pribadi, seperti menyiapkan pakaian, menyiapkan air jika Tuan memerlukannya, mencukur janggut, dan menyiapkan menu makanan apa saja yang ingin Tuan makan.”
Dahi Lili langsung mengernyit, sungguh pekerjaan yang cukup berat menurutnya. Bahkan sampai saat ini ia tidak pernah melayani suaminya sampai sedetail itu-karena Lili pun tak sudi melakukannya. Paling hanya menyiapkan makanan dan mencuci pakaian. Itu saja.
Dan sekarang, ia harus melayani laki-laki lain yang bukan suaminya? Apakah Theo gila memberi pekerjaan ini pada istrinya? Tapi tunggu, bukankah menjadi seorang istri Theo hanyalah status semata. Toh selama ini mereka tidak pernah melakukan hal layaknya suami istri. Entah lah, mungkin Theo memiliki kelainan sampai tak pernah menyentuhnya selama setahun ini.
“Benarkah itu pekerjaanku, Pak Bill? Tidak bisakah aku menjadi pelayan di Dapur saja, atau menjadi tukang kebun yang akan menyirami bunga-bunga dirumah ini?” Lili mencoba untuk meminta pekerjaan lain selain melayani Nico secara pribadi.
Billy menggeleng pelan. “Ini pekerjaan yang cocok untukmu, Nona. Dan saya berharap anda betah bekerja disini. Tuan sangat membutuhkan anda.”
Billy mendekatkan mulutnya ditelinga Lili. “Sedikit bocoran, Tuan itu meski wajahnya menyeramkan tapi hatinya baik.” Ditariknya lagi wajahnya menjauh dan tersenyum. “Kalau begitu, selamat bekerja Nona. Tuan menunggu anda diruang kerjanya.” Billy menunduk dan undur diri dari hadapan Lili.
“Pak Bill, tunggu...” Langkah Billy tertahan karena Lili. “Hem... Apa yang harus aku bawa kesana?” tanya Lili gugup. Ini kali pertamanya bekerja, tak punya bekal dan tak tahu pula apa yang harus dipersiapkan. Hanya mengandalkan keberanian yang ia miliki.
Tadi saat Billy menyebutkan nama Nico untuk pertama kalinya, bahkan Lili merasakan sesuatu yang membuatnya harus menahan nafas. Seperti ada debaran aneh yang menjalar dalam dirinya ketika nama itu disebut.
“Kopi... Tuan Nico sangat menyukai kopi.”
“Bagaimana kalau dia tidak suka kopi racikan ku?”
“Coba saja Nona! Kita tidak akan pernah tahu Tuan suka atau tidak jika Nona tak mencobanya.”
Setelah mengucapkan kalimat yang mampu menenangkan hati Lili, Billy berlalu pergi. Meninggalkan Lili seorang diri disana.
“Aku akan mencobanya, semoga Tuan suka.”
To Be Continue