Prolog

773 Words
Catatan: Glosarium/Footnote ada di bagian akhir cerita. Tulisan bold sekaligus italic menandakan kata tersebut ada di Glosarium/Footnote. Contohnya: Narapidana (Nasib itu seperti guliran dadu, kadang beruntung kadang tidak, dan terkadang bisa mengulang peristiwa yang sama - Fanila) Gedung Hall Corporation... Hidup ini bak bidak di atas hamparan lahan monopoli. Penuh perhitungan, persaingan, dan harus berjalan hati-hati untuk mengungguli bidak lain. Sama seperti mata angka dadu yang kita lempar. Kita takkan pernah tahu langkah apa yang akan kita ambil selanjutnya. Bukankah hidup itu tidak adil? Apa gunanya bekerja keras mati-matian tapi yang beruntunglah yang menang? Bahkan, aku juga tidak menyangka sahabatku sendiri akan berbalik menikamku. Sejak satu jam silam, aku dan dia, sahabat lamaku, saling berkejar-kejaran dalam langkah. Semesta wajahnya pekikan dendam kesumat. Tangan kanannya menggenggam pisau, mencengkeram kuat api amarah. Ujung mata pisau terus itu menatapku, mengikutiku kemana pun aku melesat pergi. Pandanganku terus berlarian, menelisik ke depan, mengiringi jejak kaki hendak melangkah kemana. Tempat ini begitu remang, sulit bagiku untuk leluasa melangkah. Kompasku hanya sorot mata rembulan yang menerobos masuk melalui celah jendela berlubang. Cahaya itu bersimbah, membekas pada permukaan lantai untuk dijadikan pijakan kakiku. "Galiiih, jangan kabur! Aku akan menghabisimu sekarang jugaaa...!!" lengkingnya berapi-api, seperti hilang akal. Ia berteriak histeris, memasang topeng benci, tengah berlari kencang menyapa jejak langkahku. Kini aku paham mengapa dia mencoba memburuku. Karena ia tahu bahwa aku adalah batu kerikilnya. Satu lonjakan kecil, yang akan membuatnya terjatuh. Betapa tidak, lensa mataku hampir merekam semua kelakuan busuk antara dia dan keluarganya. Mereka berlaku curang terhadap lahan-lahan itu. Ladang bisnis itu bukanlah milik mereka, melainkan punya orang lain. Banyak tanah yang telah mereka rampas secara paksa. Terlebih serfitikat-sertifikat itu, merupakan hasil manipulasi dari rekayasa data-data palsu. Sekarang aku mengerti mengapa selama ini mereka berlaku baik terhadapku. Benakku sengaja dikuasai, dan kini aku diibaratkan seperti bidak yang dikorbankan. Satu bidak permainan monopoli, untuk dijadikan pion dalam menjalankan aksi jahat mereka. Langkahku terus melesat ke depan, lintasi lorong-lorong panjang rangkaian gedung kantor. Begitu pula dengan bayangan kelabu di belakangku, ia laksana singa kelaparan, terus mengendus aroma kental keberadaanku. Jantungku berdebar kencang, cepat sekali. Aku sangat lelah, terlalu letih dengan guratan skenario hitam permainan ini. Ingin kuakhiri semuanya, dan inilah waktu yang tepat untuk menguak tabir kegelapan. Semua bermula dari perjanjian dalam permainan itu. Suatu persetujuan, dimana kami bentangkan kertas monopoli ke dalam kehidupan nyata. Kami bertiga menjadi bidak, berjalan dengan hati-hati di atas hamparan lahan-lahan bisnis. Sama seperti permainan monopoli, ada aturan-aturan dan hukum yang wajib ditaati. Dan juga bagi yang berlaku curang, ia harus membayar satuan uang denda. Satu alasan mengapa aku mau bergabung dalam permainan ini. Karena hadiahnya begitu melucuti perhatianku, yakni alasan dasar cinta. Sebagai imbalan bagi pemenang, dia boleh memboyong Kellyn sebagai tropi kebesaran. Kellyn? Ya, satu-satunya anggota wanita dari Monopoly Quartet, kelompok kecil kampus yang terdiri dari empat bidak. Pemenang akan dibentangkan karpet merah menuju satu titik piala kebanggaan. Hanya dia, tidak boleh player lain. Tak hanya itu, ia juga dianugerahi tiket garansi. Satu tiket berjangka, bila sewaktu-waktu rencana gagal. Maka kedua bidak yang kalah harus membantu, hingga pemenang utama mampu mendapatkan hati wanita itu. Kellyn, wanita itu ibarat racun. Membuai kami bertiga dalam remang-remang fatamorgana cinta. Terlebih bibir basahnya, selalu menggiurkan kami dalam pelukan hasrat manja. Namun ada satu yang awalnya tidak dapat ia baca. Ia tidak tahu bahwa ia telah dipertaruhkan dalam ajang ini. Dia, Kellyn Staling, satu teman cantik yang menjadi hadiah perjudian. Mendadak tubuhku tergelincir, terpelanting ke permukaan lantai, ketika tetesan hujan tak sengaja kukayuh. Sekejap, tatapanku melesat ke langit-langit, lekas beradu pandang dengan pria itu. Tatap mata tajamnya membunuh terlebih dulu. Sedang di ujung tangannya terhunus julangan belati kecil berkilau. Kecil tapi siap membunuh. Slettt!!!!! Darah segar mengalir, kuasai sekujur belahan tangan kananku. Tanpa rasa takut, tangan itu berhasil menepis kematianku. Ia menangkalnya, namun naas, justru ia yang terluka. Terkoyak, membentuk luka yang cukup lebar. Tanpa berpikir panjang, kutendang saja d**a pria di depanku, merubuhkannya hingga jatuh terpingkal-pingkal. Aku bangkit lagi, tapi terjatuh kemudian. Tampaknya aku akan mati, dan sekali lagi, goresan belati menerjang kaku tubuh gemetarku. Perlahan, aku katupkan kedua daun mataku ini. Terpancar jelas jutaan cahaya dan kilapan impianku di masa silam. Ya, masa lalu yang menyilaukan akalku, menggiringku pelan dalam berbagai kisah dan dinamika realita cinta. Kini hatiku pun mulai bicara. Apakah langkah hidupku berujung disini? Atau masih ada kocokan dadu untukku kembali melangkah? Semoga angka dua anak dadu yang muncul serupa, agar aku dapat melangkah lebih cepat dari mereka berdua, musuh permainan ini, saingan perjanjian monopoliku. Glosarium/Footnote: Player: Pemain yang bertarung dalam ajang real monopoly. Permainan monopoli yang dibentangkan ke dalam kehidupan nyata. Bersaing secara bisnis, dan yang paling kaya adalah pemenangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD