2

473 Words
"Kamu beneran gak selingkuh kan, Mas?" Aku memandang Mas Yoga tak percaya. Kalau ia tak selingkuh, kok tak pernah memintaku melayaninya. Aku lah yang selalu berinisiatif mengajaknya duluan. Kata temanku sesama bidan, kalau suami tak pernah meminta tidur bareng, pasti ada apa-apa di luar sana. "Masa kamu tak percaya padaku, Cin? Serius aku tak selingkuh." Kutatap wajahnya yang begitu meyakinkan. "Kamu aneh tau-tau marah-marah. Apa kamu ada masalah, Sayang?" tanyanya sambil mengecup keningku. Diraihnya gelas kopi lalu menyeruputnya pelan. Setelah itu, ia mengarahkannya ke bibirku. Aku gantian menyeruput kopi yang membuat perutku seketika hangat. "Jangan berpikir yang aneh-aneh, Cin. Selamanya hanya kamu yang kucintai, Sayang. Aku berangkat kerja dulu." Aku beranjak dari pangkuannya, lalu mengedip menggodanya. "Nanti malam ya, Mas?" Ia menatapku sejenak, lalu mengangguk kecil. "Iya sayang. Dandan yang cantik." Senyumku merebak lebar. Kukecup keningnya lalu mengangguk. Kugandeng tangannya dan mengantarkannya sampai ke depan rumah. Ia masuk ke dalam mobil dan membunyikan klakson. Aku mengangguk. Malamnya, aku menunggunya pulang sambil menyesap kopi agar tak ketiduran. Sesekali tersenyum kecil saat melihat adegan mesra drama Korea. Bunyi deruman mobil membuatku seketika beranjak bangun, melangkah antusias menuju pintu. Tampak wajah suamiku terlihat kurang semangat. "Mas kenapa?" Aku memandangnya penasaran. "Aku kurang enak badan, Cin. Bisa kerikin?" Ia menatapku penuh harap. Aku langsung mengangguk. Segera aku meraih tas kerjanya dan membuatkannya wedang jahe. Mengambil uang logam kemudian menggerakkanya hati-hati di bahunya. "Mas gak lupa sama yang tadi pagi, kan?" Mas Yoga menghela napas. "Besok malam saja, yaa, aku tidak enak badan." Walau rasa tak nyaman menelusup ke dadaku, tapi aku mengangguk. Aku tak boleh egois memaksakan kehendak walau merasa begitu sedih. Ada sekitar 3 bulan lebih kami tak kontak 'fisik' di ranjang. Yang ia lelah, lah. Ketiduran, lah. Banyak lagi perkara yang membuat kami batal melakukannya. Membuatku terkadang bertanya, apa ia bosan? Tak lama dikerikin, ia langsung jatuh tertidur. Aku memandangnya lama dengan perasaan bergemuruh. Dadaku berdebar saat mendengar notif pesan dari saku celana yang dikenakannya. Dengan hati-hati, aku meraihnya. Dikunci. Kumasukkan tanggal ulang tahun pernikahan. Tidak terbuka. Akhirnya, kumasukkan tanggal lahirnya, tetap tidak terbuka. Kucengkeram HP. Sumpah, rasanya ingin membantingnya sekuat tenaga. "Mama." Suara Caca membuatku menoleh. "Maa, aku gak bisa tidur. Temenin, yaa." Aku beranjak bangkit. Sebelum keluar, aku menoleh ke belakang memperhatikan wajah suamiku yang begitu lelah. Sudahlah. Walau aku merasa ada yang aneh, lebih baik tak berpraduga buruk. Ting Ting HP Mas Yoga kembali berbunyi. Aku keluar dan menoleh sekilas. Tampak Mas Yoga meraih HP lalu menjambak rambutnya dengan frustrasi. Ada apa sebenarnya, Mas? Baiklah. Walau ini dosa karena artinya aku berburuk sangka, tapi aku akan menyelidikinya, besok. Lihat saja kamu, Mas. Tak akan kubayar cicilan mobilmu sampai terbukti selingkuh. *Kalau kamu jadi dia, apa yang bakal kamu lakuin? Bakal nyelidikinkah atau percaya ucapan suamimu? Karena dalam hubungan harus saling percaya, bukan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD