Bab 5

1267 Words
Setengah jam kemudian, Adam telah kembali ke kontrakan Tri dengan sebuah kantong plastik warna putih berisi pesanan di tangannya. Bibir pemuda itu tampak mengerucut. "Nih!" Pemuda itu menyerahkan barang bawaannya dengan ekspresi wajah sebalnya. Ia benar-benar malu harus berurusan dengan lembalut wanita yang bersifat pribadi. "Thanks ya, Dam." Tri menerimanya dengan mata berbinar. Kantong plastiknya berukuran cukup besar, Tri penasaran apa saja isinya. Dengan gerakan cepat ia langsung mengeceknya. "Wow banyak pisan ini mah!" Tri tak menyangka Adam akan membelikannya 5 bungkus besar. Ia pikir kantong plastiknya nampak besar karena Adam beli cemilan juga. "Buat stok lima bulan juga cukup." Tri tampak senang. Lumayan bisa sedikit penghematan. Tri merasa bangga kepada Adam. Beruntung sekali yang jadi istrinya nanti. Adam memang luar biasa. "Sengaja biar ke depannya kagak usah nitip-nitip yang beginian. Aku malu tahu sama si Mbak kasir sampai diwawancara." Adam menganggap ini adalah pengalaman konyol sekaligus buruk. Si Mbak kasir sampai menyangka ia mau jualan pembalut. Meskioun pada akhirnya ia menfapatkan pujian. "Tonton film Bollywood Padman dong. " Tri terkekeh, teringat film india yang dibintangi Akshay Kumar. "Lain kali order online saja kalau malas keluar rumah." Adam memberikan saran. Ia tak ingin lagi jadi korban. "Oke, Bang Adam. Aku cuma ingin menguji kesetiaanmu sebagai sahabat dan ternyata LULUS!" Tri memberikan tepuk tangan. "Konyol!" Adam mencebik. Menurutnya, kalau satang buaknTri memang menyebalkan. "Oke, sebagai upahnya aku kasih sesuatu buat Bang Adam tersayang."Tri ingin memberikan sesuatu. "Apa?" Adam yakin upahnya paling secangkir teh atau kopi. "Es teh. Saya kebetulan punya koleksi teh terbaru." Tri memberikan tawaran. Adam pecinta teh sejati dan suka minum teh apapun. Dugaan Adam benar. "Bolehlah." Adam tak menolak. Ia juga merasa haus. Tri beranjak pergi ke dapur mungilnya, lima menit kemudian kembali membawa dua gelas es teh manis aroma lemon. Adam kembali mood setelah menikmati tehnya. Keduanya kini berbincang santai sambil menonton TV. Tepat pukul sebelas, Adam pamit pulang. "Teh, aku balik dulu ya." Ia ingat engkongnya yang akan pergi ke pasar tengah malam nanti. "Oke, makasih ya Dam." Tri mengantar Adam hingga teras. Ia seolah tengah diapeli sang pacar "Sama-sama." Mahasiswa semester empat itu lantas pergi meninggalkan Tri . *** Seminggu kemudian. Hari terus berganti. Hampir tiap hari Tri mendapatkan panggilan dari kakak dan orang tuanya yang ada di Depok memibta dirinya segera ke sana. Tri mengabaikannya karena ia pun memiliki kesibukan berjualan. Pagi ini Tri tengah duduk santai di kursi teras dengan wajah kusutnya. Rasa malas sejak tadi menyerangnya. "Ga jualan?" Adam yang baru pulang dari pasar mendekat. Hari ini ia kuliah jam satu. Masih banyak waktu untuk beristirahat. "Hari ini saya mau ke Depok, Dam. Besok ada acara akikah keponakan." Tri memberitahukan rencananya kepada Adam. "Naik apa?" Adam sebenarnya khawatir jika Tri menemui keluarganya. Beberapa kali sahabatnya itu bercerita sering mendapatkan perlakuan buruk dari mereka. Adam meras iba. Bukanksh seharusnya jika bertemu keluarga itu akan sangat menyenangkan, sayangnya Tri tidak. "Mau bawa motor males, perasaan ini lagi ga enak badan. Sepertinya naik kereta saja biar bisa duduk santai." Tri memberikan keputusannya. "Aku antar hingga ke stasiun ya." Adam selalu memberikan perhatiannya. Pria berkulit bersih itu menawarkan diri. Sebenarnya ia ingin mengantar hingga ke Depok. Sayangnya ada banyak tugas kuliah yang harus segera diselesaiksn olehnya. "Boleh. Saya berangkat jam delapan." Tri dengan senang hati menerima kebaikannya. "Oke." Adam setuju. Tri labtas beranjak dari kursinya untuk bersiap. "Saya mandi dulu ya, nanti kalau sudah siap saya samperin." Tri meninggalkan Adam. Pria muda itu pun segera berlslu dari kontrakan Tri. *** Tri dibonceng oleh Adam menuju stasiun kereta api. Ia beruntung memliki sahabat sebaik Adam yang selalu tulus dan ikhlas menjadi tukang ojeg pribdinya kala ia malas mengemudikan kendaraannya, tak peduli cuaca panas atau hujan, Adam selalu ada untuknya. Tri merasa berhutang budi. Setengah jam kemudian mereka tiba di tempat tujuan. Adam mengantarnya hingga masuk ke dalam kereta. "Thanks ya Dam." Tri yang menggendong ranselnya pamitan. "Hati-hati di jalan. Jangan tidur terlalu nyenyak. Bahaya kalau ada copet. " Adam memberikan pesannya. "Ya Allah, ini bukan mau ke Yogya." Tri memberikan cengirannya. "Satu lagi kalau sudah sampai tolong kabari ya." Adam sudah seperti seorang kakak yang overprotactiv mengingatkan ini itu. Kakak kandungnya saja tak pernah peduli. "Siap, Bang!" Tri pun memberikan lengannya untuk dicium Adam. "Ini ga ketuker?" Mereka pun tertawa terbahak. Gadis bernama lengkap Tri Kekasih Hati langsung menempati kursi. Adam pun pergi meninggalkan Tri dengan perasaan khawatir berlebihan seperti seseorang yang melepas kepergian pacarnya. Dua menit kemudian seorang pria mengambil posisi duduk tepat di sampingnya. Tri meliriknya. "Perasaan kita pernah ketemu. Oh iya kamu kan yang nabrak saya waktu itu." Tri mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Pria itu menatap lekat Tri kembali mengingat. "Urusan kita sudah selesai." Pria tampan brrusia tiga puluhan itu menegaskan. Ia memasang tampang waspdanya. Meneliti Tri dari ujung rambut hingga ujung kaki. Terlebih melihat penampilan Tri yang hanya mengenakan jeans sobek dan kemeja kotak dengan rambut dicepol asal-asalan. "Iya sih urusan kita memang sudah selesai." Tri telah mencatatnya. Uang satu juta rupiah sebagai ganti rugi telah diterima olehnya. Keduanya saling diam. "Kamu mau kemana?" Lima menit kemudian Pria tampan di samping Tri bertanya. "Bukan urusan Anda." Tri tak ingin beramah tamah dengan orang asing. Tadi saja pria itu seperti mencurigai dirinya. Gantian, Tri yang memasang alarm waspada. "Kamu jadi cewek galak amat." Pria itu memberikan komentarnya. "Kita tidak saling kenal jadi Anda tidak perlu sok akrab. Mau saya galak atau tidak." Tri tampak tak peduli. "Kalau begitu kita kenalan sekarang, nama saya Lucky." Pria di samping Tri menyebutkan namanya. Tri terdiam. Ia.bukan sosok gadia yang bisa mudah akrab dengan seseorang. "Kalau ada yang berniat baik jangan diabaikan." Lucky kembali berkata. Tri jadi ingat perkataan Engkong Udin. Dia itu berprofesi sebagai pebisnis meski kecil-kecilan harus selalu ramah kepada setiap orang sebab mereka berpotensi menjadi pelanggan atau partner bisnis. "Tri." Tri akhirnya mau menyebutkan namanya. "Atrinya Tiga ya." Lucky tersenyum manis. Ketampanannya makin terlihat nyata. "Iya." Tri sebenarnya malas meladeni pria bernama Lucky itu. "Pasti anak ke tiga ya." Lagi-lagi ia bertanya. Pria berambut hitamitu sangat menyebalkan. Tri jadi heran, saat awal bertemu pria bernama Lucky itu yang memasang tampang waspada kenapa sekarang berubah terbalik. Tri bersyukur karena kereta berhenti di stasiun tujuannya. Ia dan Lucky akhirnya berpisah. "Ini kartu nama saya. Siapa tahu kamu butuh nomorku." Ia tersenyum penuh percaya diri seolah dirinya adalah orang penting. Tri menerimanya dan memasukkan ke saku kemejanya tanpa berniat untuk melihatnya. Apa mungkin dia itu sedang mencalonkan diri jadi anggota dewan hingga mau menyapa orang kecil sepertinya. Tri tahu pria di hadapannya itu osti bukan orang sembarangan. Keduanya bepisah karena Lucky pamit ke toilet. Dari stasiun, Tri memilih untuk menggunakan jasa ojeg online, tujuannya agar lebih cepat sampai tujuan. Seperempat jam kemuduan ia sampai di komplek perumahan elit. Sungguh pemandangan yang kontras jika dibndingkan dengan kontrakan miliknya. "Stop, Bang." Tri berhenti di rumah nomor 10 "Terima kasih Mbak." Pengemudi ojol langsung pergi meninggalkan Tri. "Sama-sama," jawab Tri. Pintu pagar sedikit terbuka. Di halaman rumah terparkir dua mobil. Tanpa ragu Tri langsung masuk ke dalam menuju pintu masuk. Perasaan tri bercampur aduk. Jika orang lain akan merasa senang berkumpul dengan keluarganya. Bagi Tri, Tidak! Pertemuan kali ini hanya akan memojokkan dirinya, membuatnya merasa kerdil dan tak diinginkan. Ia tak berarti apa-apa. Satu lagi, pembahasan tentang perjodohan dirinya dengan Juragan Kardi Kertarajasa pasti akan kembali dimunculkan terlebih kakaknya yang penurut pasti akan memberikan dukungan seratus persen. Tak ada yang membela dirinya. Tri merasa sendiri dan seolah tak memiliki saudara. Dua saudaranya adalah sekutu emak dan Bapak. Sekali lagi ia tegaskan, bertemu mereka hanya karena terpaksa. Ia berharap esok segera tiba agar bisa cepat pulang kembali. *** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD