BAB 15

938 Words
Bagian 15 Sudah hampir setengah lahan yang mereka bersihkan untuk menanam bibit bunga mawar baru yang Alex bawa hari ini. Pria itu menoleh tanpa ekspresi pada wanita yang kini sedang berjongkok mencabuti rumput liar yang tumbuh sembarangan di lahan itu. Sesekali Mia mengelap keringat yang mengucur di area keningnya. Belum lagi, rambut panjangnya yang di biarkan terurai membuat Alex gemas sendiri melihatnya, pria itu bergegas masuk ke dalam pondok untuk mencuci tangan lalu mencari sesuatu di dalam laci lemari dan kembali keluar menghampiri Mia yang masih berkutat dengan pekerjaannya. Tanpa terduga, Alex membereskan helai-helai rambut yang mengganggu Mia dan mengikatnya dengan tali yang ia bawa dari dalam pondok. Tentu saja, hal itu membuat Mia yang sedang serius dengan pekerjaannya merasa terkejut bukan main. "Alex!" Pekik Mia. "Aku gemas melihat rambut mu yang mengganggu ini." Tanpa membalas perkataan Alex yang ada benarnya juga, Mia akhirnya hanya terdiam, membiarkan pria itu mengikat rambutnya dengan rapi. "Kau lelah?" Tanya Alex seuasai mengikat rambut Mia. "Lumayan, tapi aku senang karena sudah lama sekali aku tidak membiarkan tubuhku terkena sinar matahari secara langsung." Sekilas, Mia dapat melihat seulas senyum tipis dari bibir pria itu. "Ikut aku." Ajak Alex, menarik pergelangan tangan Mia untuk mengikuti langkahnya. "Eh, mau kemana?" Seperti biasa, Alex tak akan menjawab pertanyaan seperti itu, pria itu terus menggiring Mia ke tepian danau dimana terdapat dermaga kecil yang terbuat dari kayu tua yang bagian pinggirnya terlihat berlumut. Tanpa di sangka, Alex membuka kaos nya, memperlihatkan sesuatu yang tidak pernah Mia ketahui selama ini, sesuatu yang berhasil membuat Mia terkejut. Dari sepanjang pergelangan tangannya, terdapat banyak bekas luka sayatan yang sudah menghitam, luka itu terlihat menumpuk seakan sang pemilik tubuh tak pernah puas dengan bekas luka yang telah ia dapatkan. Mia langsung bisa menebak jika luka itu adalah luka yang Alex dapatkan oleh ulahnya sendiri, seperti yang pernah ia ketahui saat ia tidak sengaja memergoki pria itu yang sedang menyayat lengannya. Lalu di bagian punggung pria itu, entah karena apa, terdapat bekas luka yang memajang seperti sebuah bekas cambukan. Pantas saja pria itu selalu mengenakan pakaian dengan lengan panjang atau pakaian yang menutupi luka-luka di tubuhnya itu. Masih dengan kebingungan di dalam benaknya, kelihatannya Alex sama sekali tidak peduli, walaupun sesaat Mia dapat melihat bagaimana ekspresi Alex yang terlihat seperti sedang menilai bagaimana reaksinya saat pertama kali ia membuka bajunya. Alex tak mau membuang-buang waktunya untuk menjelaskan tentang luka-luka yang bertengger di tubuhnya. Ia mendekat ke arah Mia, meraih tangan mungil wanita itu hingga Mia seakan tersengat sesuatu. "Naik ke punggungku," perintah Alex yang sudah bersiap dengan posisinya membelakangi Mia agar wanita itu segera menuruti apa perintahnya. "Apa maksudmu?" Alex tersenyum simpul, lalu dengan isyarat ia menunjuk ke arah danau di hadapannya dengan gerakan matanya. Mia langsung dapat mengerti apa yang ada dipikiran pria membingungkan itu. Tapi Mia tidak cepat-cepat mengiyakan, ia malah berpikir bahwa ini adalah ide yang gila. "Apa kau yakin? Kau ini gila ya?!" Alex memutar bola matanya kesal. "Aku yakin, kau harus mencobanya." Nada suaranya memang terdengar datar, tapi Mia yang mendengarnya seakan pria itu sedang membujuknya dengan lemah lembut dan juga berharap ia akan memberikan kepercayaan seutuhnya kepadanya. Tapi bukan itu masalah utamanya. "Tapi... Aku, aku---aku takut." Mia membasahi bibirnya yang kering lalu menggigitnya membuat Alex yang melihat itu langsung memasang ekspresi tidak suka. "Percaya padaku, Mia." Kali ini nada suaranya terdengar benar-benar menyakinkan. Lagipula, Mia pikir tidak ada salahnya juga untuk mencoba. Hari ini cuaca begitu panas. Dan mengingat hal itu, Mia langsung merasakan betapa lengket tubuhnya yang di banjiri keringat. Tiba-tiba saja ada dorongan kuat untuk membenamkan tubuhnya yang lengket itu ke dalam danau yang airnya tampak begitu jernih. Tanpa berpikir panjang lagi, Mia mengalungkan lengannya pada leher pria itu, menaiki punggungnya yang telah siap dan berpegangan kuat-kuat sesuai apa yang pria itu mau. Mia tidak lagi memikirkan bekas-bekas luka yang semula menyita perhatiannya. Ia kelewat bersemangat sampai melupakan kenyataan siapa pria yang saat ini ia hadapi. Biasanya, ia akan selalu berhati-hati, tapi kali ini, entah setan darimana Mia dengan mudahnya mengikuti permainan pria itu tanpa terbesit rasa curiga sedikitpun. Alex membenarkan posisinya, sama sekali terlihat tidak terganggu saat menggendong tubuh wanita itu. "Pegangan yang erat..." Perintah Alex membuat Mia belum apa-apa langsung memejamkan matanya dan mengeratkan pegangannya pada pria itu. Pria itu menghitung, bersamaan dengan tubuh Mia yang terasa di bawa melayang-layang sampai keduanya berhasil menceburkan diri ke dalam danau. Hanya sesaat, Mia tahu saat mereka berdua di dalam air dan diam-diam Mia membuka matanya untuk mencari pegangan pada pria itu sampai mereka berdua berhasil mengapung. Mia merasakan sesuatu yang rasanya tidak asing lagi untuknya. Seperti sebuah Dejavu singkat yang berhasil membuat wanita itu merasa linglung sesaat, sampai Alex menangkup wajahnya, dan mereka bertatapan. Keduanya tergelak. Mia bersumpah, itu adalah tawa pertama yang ia dengar dari seorang Alex. Bukan tawa yang terdengar meremehkan atau tawa sinis seperti biasanya. Tapi sebuah tawa sungguhan. Sampai mereka berdua terdiam, hanya saling menatap. Tatapan penuh ungkapan yang mereka masing-masing tidak dapat menebaknya. Jarak mereka terlalu dekat hingga satu sama lain dapat merasakan hembusan napas yang saling menerpa wajahnya. Mia tidak dapat menebak apa yang sedang Alex pikirkan saat ini. Tapi tatapan itu seakan menguncinya, hingga pria itu mengalihkan pandangannya dengan gerakan yang terlihat aneh. Raut wajah pria itu tiba-tiba saja berubah seakan baru menyadari sesuatu yang janggal membuat Mia merasa keheranan, bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan dirinya? "Kau kenapa?" Tanya Mia pada akhirnya. Alex menoleh, masih dengan ekspresi yang tak dapat Mia baca. "Ini salah." "Hmm?" "Seharusnya kita tidak melakukan ini." Balas Alex, lalu sebelum Mia sempat melontarkan pertanyaan yang lain. Alex telah menutup bibir wanita itu dengan sebuah ciuman yang dalam. Suatu ciuman yang menghentikan segalanya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD