11. Butterfly

1300 Words
Fabian jadi resah dan gelisah sendiri. Ia yang sedari tadi mencoba menekan rasa penasarannya berusaha untuk tidak peduli, pada akhirnya tidak sanggup lagi menahan gejolak di dalam hatinya. "Aku mau bicara denganmu," ucap Fabian membuka pembicaraan. Kiren mengambil ponsel dengan berpura-pura tidak mendengar perkataan Fabian. “Kiren, aku ingin bicara serius!” Kali ini suara Fabian lebih keras. Tapi reaksi Kiren tetap sama. Melihat penolakan Kiren membuat Fabian hilang kesabarannya. Dia sangat memahami bagaimana cara menangani wanita yang terlihat tegas di luar, tapi sebenarnya rapuh dan sangat membutuhkan kasih sayang. “Kamu bisa diajak komunikasi atau tidak sih! Jangan pas bercinta aja kamu berisik sambil memohon lebih dalam merintih keenakan. Apa sekarang kamu mendadak jadi tuli dan bisu, hah!” Tentu ucapan Fabian sukses menyulut emosi Kiren. Dia membalas tatapan pria itu dengan lantang. “Aku tidak mau berbicara apapun denganmu dan tidak ada yang dibahas. Paham!” Fabian bersorak kegirangan dalam hatinya. Inilah kesempatan untuknya bertanya tentang hal yang mengganggunya selama beberapa hari terakhir. “Apa hubungan kamu dan Okin? Kalian memiliki hubungan apa!” tanya Fabian cemburu. Kiren yang masih sangat kesal hanya mendengus dingin lalu berkata, “bukan urusanmu! Kamu jangan ikut campur dalam urusan yang bukan urusanmu!” Walau dia menjawab penuh dengan amarah, tapi hatinya seakan lega dan bahagia secara bersamaan. "Kamu sengaja membuatku cemburu ya." Kiren terkekeh mengejek Fabian. "Buat apa membuatmu cemburu? Memang kita punya hubungan?" tanyanya meremehkan. Emosi Fabian tersulut. Ia sangat kesal Kiren malah meremehkannya. "Kita ke parkiran! Aku ga mau bicara di sini." "Ngapain ke parkiran? Memangnya kamu siapa memerintah aku?" "Jangan keras kepala! Apa kamu mau aku menciummu dihadapan Aurel dan Okin." "Jangan gila kamu, Bi! Aku akan membunuhmu kalau kamu melakukan itu." "Aku ga peduli!" Fabian mendekatkan kepalanya ke wajah Kiren. Laki-laki itu akan mencium bibir Kiren tanpa memperdulikan siapapun yang ada di sana. Mata Kiren terbelalak saat Fabian mendekatkan kepalanya ke wajahnya. Ia tak bisa membiarkan Fabian menciumnya di depan banyak orang terlebih di hadapan Aurel dan Okin. "Stop Bian!" Pekik Kiren sambil mendorong badan tegap pria tampan tersebut. "Lalu apa sekarang kamu mau bicara denganku?" mata Fabian menatap Kiren tajam. "Kita bicara di luar." Kiren membalikan tubuhnya pergi mendahului Fabian. Fabian tersenyum penuh kemenangan. Ia berhasil membuat Kiren menuruti keinginannya, walau dengan paksaan. Ia mengikuti Kiren yang telah berjalan mendahuluinya menuju parkiran. Kiren dan Fabian berhenti di parkiran mobil yang tampak sepi. Mobil-mobil sudah memenuhi area parkiran sehingga tidak ada lagi yang berlalu lalang di sana. "Apa maumu?" tanya Kiren tanpa basa-basi. "Aku mau kita berhubungan," ucap Fabian. "Hahaha…” Kiren tertawa mengejek, “kamu bercanda Bian. Aku sudah katakan berulang kali kalau aku tidak akan pernah mau kembali sama kamu." "Aku mohon, aku ga sanggup kehilanganmu." "Dan kamu pikir aku percaya!” Kiren menatap Fabian tajam. “Ren… please…” “Sudah cukup! Aku rasa sudah tak ada lagi yang harus kita bicarakan.” Kiren melangkahkan kakinya menjauh. Fabian dengan cepat merengkuh tubuh Kiren. “Aku mohon jangan tinggalkan aku.” Suaranya terdengar lirih, “aku akan melakukan apapun demi kamu, Ren.” Kiren merasakan hatinya sakit, tapi mereka tidak bisa bersama. “Kamu yakin mau melakukan apapun?” "Iya aku yakin." Kiren menatap Fabian dengan menyunggingkan bibirnya, ia tahu ada 1 cara agar laki-laki itu tidak lagi mendekatinya dan sangat yakin kalau ia mengatakan hal tersebut Fabian tidak akan bisa membantah apapun. "Katakan apa maumu agar kamu mau kembali ke aku. Aku akan melakukan semuanya demi kamu," ucap Fabian bersungguh-sungguh. "Putuskan Aurel!" Kiren menatap tajam dengan suara tegas. Fabian terperanjat mendengar perkataan Kiren yang memintanya untuk memutuskan Aurel. "Kamu tau aku ga bisa melakukan itu." Kiren mendekati telinga Fabian dan berbisik, "jadi jangan harap aku mau kembali ke kamu." Mencium pipinya lalu mendorong tubuh Fabian. Dengan langkah kaki penuh percaya diri Kiren berjalan keluar parkiran mobil. Ia tak akan tertipu kata-kata Fabian lagi. Sudah cukup ia merasa terhina dan malu pada dirinya sendiri sudah menjadi selingkuhan kekasih sahabatnya. Fabian tak bisa membiarkan Kiren pergi begitu saja, ia berlari menarik tangan Kiren dan mencium bibirnya secara paksa. Kiren sangat terkejut Fabian menciumnya, ada perasaan ingin menolak, tapi ada juga perasaan rindu yang tak tertahankan. Netra Kiren terpejam tanpa bisa mengontrolnya. Ia sangat menikmati belaian lidah Fabian yang menciumnya begitu penuh gairah dan perasaan cinta yang menggelora. Setelah puas saling berciuman Fabian menatap wajah Kiren. "Aku mencintaimu, Kiren," ucap Fabian lembut. Kiren menatap Fabian dengan tak percaya. Kata-kata ini selalu ditunggunya, selalu dinantikannya, tapi kenapa baru sekarang? "Maaf aku terlambat mengatakan kalau aku begitu mencintaimu, aku tak sanggup kehilanganmu. Berpisah denganmu benar-benar membuatku sangat tersiksa." Fabian membelai wajah Kiren. Kiren menundukan kepalanya. Ia tak sanggup lagi mendengar perkataan Fabian. "Ini gak bisa, ini gak boleh Bian. Kita ga bisa begini." Kiren menggelengkan kepalanya perlahan. Fabian memegang kepala Kiren untuk menghentikannya menggelengkan kepalanya sendiri lalu memegang dagu wanita yang dicintainya. Kiren tak percaya. Ia menatap Fabian penuh tanda tanya. "Bagaimana mungkin kamu akan meninggalkan Aurel demi aku?" "Apapun akan aku lakukan demi kamu, Kiren. Apapun itu." Fabian menarik tubuh Kiren ke dalam pelukannya. "Aku takut kehilanganmu." Air mata Kiren seketika tumpah dalam pelukan Fabian. Ia sama sekali tidak pernah menyangka kalau Fabian bisa jadi miliknya bukan milik Aurel lagi, tapi ia tak boleh tertipu lagi. Ia akan meminta bukti pada Fabian. Kiren mendorong tubuh Fabian perlahan dan mengusap air matanya. "Buktikan kalau kamu memilih aku. Aku gak butuh cuman kata-kata karena lidah tak bertulang, lain di mulut lain di hati." Fabian mengeluarkan kotak kecil berwarna merah maroon memberikannya ke arah Kiren. Kiren mengernyit heran dengan canggung menerimanya. “Apa ini Bi?” “Buka lah. Aku memesannya khusus untukmu, Sayang.” Suara Fabian terdengar sangat lembut membuat hati Kiren terenyuh dengan perlahan membuka kotak penutupnya. Raut wajah Kiren berubah tak percaya, matanya berkaca-kaca melihat kalung emas putih dengan liontin kupu-kupu dihiasi satu buah berlian semakin memperindah bentuknya. “Kamu pernah mengatakan ingin menjadi kupu-kupu yang terlihat indah, mengagumkan sehingga membuat orang yang melihatnya jadi ikut bahagia, tanpa orang lain tahu tentang perjuangan, kesakitan, kesabaran, dan bertransformasi untuk menjadi sukses dan keanggunan.” Fabian menatap Kiren penuh rasa cinta, kebahagiaan, dan kerinduan. “Kamu mengingatnya? A– aku gak pernah menyangka kalau kamu…” Kiren tak sanggup melanjutkan perkataannya. Bulir-bulir air mata mengalir di pipinya. Secara lembut Fabian mengusap air mata di pipi wanita yang dicintainya. “No more tears in my heart.” Fabian menatap mata Kiren. “Kirenia Laura, You are the butterfly that made me understand the meaning of love, separation, loss, and the struggle for love.” Air mata kebahagiaan semakin deras keluar tak terbendung. Kiren sangat bahagia mereka saling berpelukan dan berciuman mesra dengan rasa cinta. Akan tetapi sebuah nada dering ponselnya seakan membuatnya tertarik dengan kenyataan. Walau bagaimanapun Fabian kekasih Aurel. “Bi, bagaimana dengan Aurel? Aku gak mau menghancurkan hatinya.” Kiren tertunduk sedih, tak berdaya dengan kisah cinta segitiga yang seakan tak berujung. “Aku sudah memikirkannya. Setelah pulang dari kita nonton malam ini aku akan memutuskan Aurel," ucap Fabian sambil mengusap surai panjang indah tersebut. Kiren menggelengkan kepalanya perlahan. "Aku ingin kamu melakukannya dengan perlahan dan hati-hati. Kamu tinggalkan dia tanpa membuatnya sakit hati.” Fabian menghela napas berat. “Itu hal yang sangat sulit Ren. Gak mungkin berpisah tanpa membuatnya sakit hati.” “Kamu aturlah bagaimana caranya dengan jalan cerita yang menurutmu paling baik.” Kiren sendiri bingung harus berkata dan berbuat apa. “Nanti malam kita bahas lagi semuanya.” Fabian tersenyum bahagia menatap Kiren. Fabian membawa tubuh Kiren dalam dekapannya, memeluk dengan mesra. Hatinya terasa begitu damai setelah bisa mengungkapkan semua perasaannya. Ia hanya ingin bersama Kiren dan tak ingin kehilangan wanita yang dicintainya. Begitu juga dengan Kiren. Ia merasakan ada perasaan lega meskipun harus menyakiti perasaan Aurel. Tanpa mereka sadari kalau ada sepasang mata melihat, mendengar semua perkataan mereka dengan tak percaya dan kecewa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD