Awal Pertemuan

2179 Words
"Di sini, lo rupanya?” tanya seorang remaja yang masih berseragam SMA. Cowok tampan itu tidak merespon, diam. Kembali si cowok menghisap rokoknya. “ Tidak peduli dengan keempat anak SMA yang menghampirinya. Menoleh pun tidak, Keempat anak semakin terlihat geram. Bener-bener nih anak bikin darah mendidih. Salah satu anak mendekat. “Woi! kalau orang tanya tuh, Dengerin! lo dah bosen hidup!” bentak yang lainnya. Cowok itu masih tidak merespon, dia begitu menikmati rokok yang dia hisap. Salah satu anak mendekat, mengambil paksa rokok yang ia hisap. Cowok tampan yang juga masih berseragam SMA menoleh, tersenyum sinis, kedua tangannya mengepal kuat. Bugh! “Akhhh!” teriak cowok yang tadi merebut rokok. Sang cowok mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Cowok tampan itu menyeringai. Bener-bener nggak di duga, hanya dengan satu pukulan bikin kliyengan. “Set*n lo!” teriak yang lainnya. Ketiga cowok yang lainnya maju, nggak terima banget temennya kena bogem. Dengan sangat gesitnya, si cowok tampan itu menangkis setiap pukulan yang di hujamkan kearahnya. Satu lawan tiga, nggak imbang banget. Bugh! Lagi, satu tendangan berhasil mengenai wajah salah satu anak cowok itu. Tinggal tersisa dua orang. Dua dari anak tadi menciut. Nggak nyangka banget. Si cowok tampan itu jago banget. “Woi! berhenti lo!” teriak seseorang yang berlari kearah mereka. Ada sekitar 3 anak yang berlari kearah mereka. Dua anak yang tadi berdiri. Dua lainnya menoleh ke arah sumber suara tadi. “Cabut! Men.” Tanpa berpikir dua kali, keempat cowok pengganggu itu kabur. Ketiga cowok yang berteriak itu mendekat, menghampiri cowok tampan tadi. “Lo nggak papa Do?” tanya salah satu temennya. Cowok yang tadi di panggil Do, menggeleng. “Nggak. Gue masih utuh.” Pergi begitu aja, tanpa menghiraukan ketiga temennya. Ketiga cowok tampan itu saling pandang. Bener-bener nih anak orang, sedingin es. Edoardo Emmanuel, itulah nama cowok tadi. Si bad boy-nya SMA Wiratama. Jarang masuk sekolah, raja bolos, tidak naik kelas. Soal tampan, jangan ditanya. Wajah blasterannya, bikin para cewek klepek-klepek. Hari ini adalah hari terakhir orientasi siswa baru. Edo sengaja datang ketempat ini hanya untuk habisin satu putung rokok. Sebelum ia berangkat ke sekolahnya, tapi siapa sangka, anak-anak dari SMA Purnama menyerangnya saat dia sendirian. Masalahnya tidak lain, karena ketua gengnya sekarang di rawat di rumah sakit, akibat ulah Edo. “Do! Lo mo kemana?”teriak Leo. Edo tidak menoleh, dia tetap berjalan menuju motor ninjanya yang terparkir tidak jauh. Ketiganya, berlari mengejar Edo. Mungkin di kiranya, Edo marah. Edo masih tidak peduli, cuek. Langsung menaiki motor ninjanya. Febian menghadang motor Edo. “Minggir lo!” perintah Edo. “Jawab dulu, lo mo kemana?” Yang ini suara Risky. Ketiga temennya terlihat khawatir, Edo dalam keadaan tidak baik-baik aja. Mereka yakin, Edo berantem lagi dengan papanya. Anak itu akan melampiaskan kekesalannya dengan berantem, buktinya … semalam dia menghajar Nico, sampai akhirnya cowok play boy itu, dirawat di rumah sakit. “Gue mo masuk sekolah.” Edo mendengus kesal. Ketiga cowok tampan itu saling melempar pandangan. Menit kemudian …. “Bpuahahahahaha ….” Ketiganya tertawa kencang. Nggak nyangka banget, Edo kesambet jin mana? Tumben banget dia inget sekolah. “Bentar …bentar. Lo gegar otak nggak?!” celetuk Leo.mi “Anjir loe! minggir sono! Gue mo lihat anak baru, sapa tau ada yang nyantol.” Edo memuntir gasnya. Ketiga temennya ambil langkah seribu, menyingkir dari hadapan Edo, segera menuju motor mereka terparkir. Edo geleng-gelang, giliran ngomongi cewek, langsung tanggep banget. Keempat cowok tampan itu meninggalkan tempat tongkrong mereka. Melajukan motornya menuju sekolah mereeka. SMA Wiratama Dua orang gadis cantik berjalan bergandengan. Mereka mulai memasuki gerbang sekolah. Hari ini sengaja mereka berangkat bersama, diantar oleh sopir dari salah satu gadis itu. “Ndin, lo entar malem jadi ikut balapan.” Salah satu gadis itu bertanya. Khawatir juga dengan hobi sepupunya. Perkenalkan, nama gadis cantik itu Andin Permana, dan yang berjalan di sampingnya adalah Lusiana Permana. Keduanya yang merupkan sepupu dekat, sejak mereka masih anak-anak. Lusi terlihat khawatir, Andin cuek. Sepupunya emang kek gitu, khawatiran. Tapi giliran dapet masalah, Andin yang di geret. Itulah sepupu lucknut. Jika siang hari, Andin terlihat normal dengan dandanannya. Dia terlihat sangat imut dan feminim. Tapi siapa sangka, jika malam hari, dia akan mengikuti balapan liar dengan para anak bandel. Yang semuanya cowok. Hanya Lusi yang tau, orang tuanya tidak pernah tau. Andin paling bisa banget buat alasan. Bilang ada tugas sekolah sama Lusi, mereka langsung percaya. Lahir dari keluarga kaya raya, dengan satu saudara cewek. Membuat Andin menjadi gadis tomboy. Kedekatannya dengan sang papa, membuatnya dengan bebas mengasah hobinya, bela diri dan balak motor. Andin menoleh, tersenyum manis kapada Lusi, nggak kaget lagi lihat Lusi yang khawatir kek gini. Khawatir kek gini, sering banget. Nyuruh Andin ngasih bogem ke cowok-cowok yang menggodanya, juga sering banget. Lah! Sama aja boong ‘kan. “Iya. Kenapa? lo mo ikut?!” Lusi menghembuskan nafasnya kasar. Dah pasti dia ikut, meskipun ngeri, asal dia nemenin sepupu anehnya itu. “Sip! Itu baru cakep.” Andin menoel pipi Lusi. Reflek Lusi mendorong Andin ke samping. Cekittt …!! Andin hampir saja tertabrak oleh motor ninja, Lusi kaget, matanya melotot, menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Untung aja pengendara itu segera menekan rem cakramnya. Roda belakang motor sampai terangkat, dengan skill yang ia punya. Pengendara itu malah seperti terlihat melakukan atraksi. Semua anak terpukau, termasuk si cantik Andin. Cowok itu membuka kaca helmnya, Andin hanya bisa melihat sepasang mata biru indah. Tiga motor ninja mengikutinya dari belakang, Berhenti di samping Andin, Lusi gemetar. Takut banget galaknya Andin kumat, terlebih mereka murid baru, empat cowok itu berbadan kekar. Ketiga motor itu mengitari Andin, cowok tadi menatap sinis. Andin terlihat cuek. Pokoknya nggak peduli, gue bodo amat. “Lihat Ky. Cakep banget nih anak baru.” Ketiga cowok membuka kaca helmnya. Keempat cowok itu ternyata, Edo and the gengs. Edo menjalankan motornya pelan. Berhenti tepat di hadapan Andin. Memincingkan matanya. Menyeringai, baginya semua cewek itu sama. Pasti klepek-klepek kalau lihat dia (pe-de banget yak si Edo). Andin melirik, tetep tenang. Lusi meremas roknya, kedua tangannya dingin karena berkeringat. Edo membuka helmnya, rambut pirang, mata biru, dah tentu hidungnya mancung. Mana ada bule pesekk. Tersenyum mengejek kearah Andin. “Hei! Markonah. Lo dah bosen hidup ya …” Ketiga temennya melotot. Kaget, nggak nyangka banget, cewek secakep ini di panggil Markonah. Andin terlihat emosi. Baru kali ini di panggil ‘Markonah’. Mengusap dadanya, mengatur nafasnya, siap-siap meluncurkan sebuah balasan. “Lo! dasar muka import.” Edo melotot. Ketiga temennya menahan tawa, baru kali ini ada cewek yang ngangurin dia. Berani pula ngatain dia. Padahal dah pe-de banget. “Jaga tuh mulut Markonah.” Andin kesel banget. “Turun lo muka import. Hadepin gue.” Lusi mulai gelisah, bentar lagi pasti bom meledak. Tiga cowok itu tersenyum, keknya asik banget, lihat Edo dianggurin. Edo turun dari motornya, menstandarkan motornya, menyantelkan helmnya di stang motor. Inilah aksi Edo yang mereka tunggu. Andin berkacak pinggang, sedikit membusungkan dadanya. Ketiga cowok itu melotot. “Wow! Gunung kembar!” celetuk Leo. Febian menimpuk kepala Leo. Cowok tampan itu mengusak kepalanya akibat ulah Febian. “Sini lo kalau berani!” tantang Andin. Edo maju, menatap malas Andin. Menyeret paksa pinggang Andin. Cup! Andin melotot. Semua yang melintasi mereka juga melotot, apalagi para cewek. Nggak nyangka banget, idola mereka main nyosor anak baru. Tidak terkecuali ketiga temennya, hanya terkekeh melihat aksi Edo. Lusi menahan tawanya, andai tidak ramai, dia dah tertawa kenceng banget. Andin terlihat sangat kesal, berniat menampar cowok import yang kurang ajar. Dengan sangat sigapnya, Edo menahan tangan Andin. Bener-bener nih cowok bukan tandingannya, tangannya kuat banget. “Dengerin gue ya Markonah. Cewek itu buat ena-enak an … lain kali jaga tuh mulut. Atau lo pengen yang lebih,” bisik Edo. Andin meradang, berusaha ngelepasin tangannya, tapi tenaga cowok itu kuat banget. Edo melepas tangan Andin, Mengusap bibirnya. Andin terlihat emosi banget. Edo meninggalkan Andin yang terlihat menahan emosinya. Berjalan menaiki motornya lagi, nggak peduli banget dengan Andin. Ketiga temennya mengikuti Edo, bener-bener hiburan pagi. Lusi mendekati Andin, mengusap punggung sepupunya. “Muka import sialan! Mulut bau rokok!” Lusi menutup mulutnya. “Hahahaha ….” Lusi dah nggak bisa nahan tawa lagi. Sempet-sempetnya, Andin ngerasain rokok, dari bibir cowok tadi. Edo yang sekilas mendengar teriakan Andin, sedikit menyunggingkan senyumnya. Bener-bener cewek aneh. Andin menabok lengan Lusi. Jengkel banget dengan sepupu lucknutnya ini. Gara-gara dia, bibir sexinya jadi korban pendaratan bibir cowok import. Andin mengusap-usap kasar bibirnya. Menghentakkan kakinya kelantai. “Ciuman pertama gue Lus. Kenapa juga harus diimport sama produk luar.” Lusi nyengir. Bener juga kata Andin, mereka berdua ‘kan, belum pernah ngerasain ciuman. “Sabar ya Ndin. Ini takdir.” Lusi mengusap punggung Andin. Andin terlihat semakin kesal, bisa-bisanya Lusi bilang itu takdir, padahal itu sebuah bencana besar. “Enak aja lo bilang takdir. Gue sumpahin, lo di cium kang ojol.” Lusi mendelik. Gak terima banget dengan ucapan Andin. Merasa terancam, Andin lari. Lusi mengejarnya, nggak peduli dengan anak cewek lainnya yang menatapnya kesal. Ruang Kelas 10B Andin melangkah gontai ke dalam kelasnya. Ciuman kilas cowok brengs*k tadi, begitu membekas. Dah dua kali dia membasuh bibirnya. Sehingga dia masuk ke kelas paling akhir. Semua murid sudah duduk rapi. Dia dan Lusi terpaksa harus duduk di bangku paling belakang. Andin masih saja melamun, kedatangan dua cewek cantik ini, selalu aja jadi perhatian para cowok. Kesel banget dengan ciuman pertamanya yang berhasil diimport oleh cowok import. Seorang guru masuk ke dalam ruangan itu. Memberi sambutan untuk semua murid baru. Andin bener-bener tidak fokus. Guru mengabsen para murid. Giliran Andin yang di panggil. “Andin Permana!” panggil bu guru. Sepi … tidak menyahut. Memanggil sekali lagi. “Andin Permana!” Lusi menyodok lengan Andin. “Ya. Ciuman Pertama!” Lusi menutup mulutnya. Andin pun juga. Keceplosan. “Sontak semua anak tertawa.” Wajah Andin memerah, Lusi memegangi perutnya. “Rasa rokok Bu!” timpal Edo. Andin menoleh ke sumber suara itu, nggak nyangka banget. Dia harus satu kelas sama dedemit import. Andin menatap penuh dendam kearah Edo. Tidak disangka, Edo mengedipkan satu matanya. Menunjukan tanda peace dengan kedua jarinya. Ketiga temen Edo tertawa senang. Bu guru geleng kepala, sudah tidak heran dengan empat anak yang tinggal kelas itu. Masih sama, keempatnya tukang bikin onar. Kini giliran Ibu guru memanggil Edo. “Edoardo Emmanuel!” Edo mengangkat satu tangannya. “Saya Bu.” Semua anak menoleh kearahnya. Heran, tentu saja. Kemarin pas Orientasi siswa baru, keknya keempat cowok tampan itu nggak ada. Edo mumutar bola matanya malas. Semua anak cewek terpesona, nih cowok emang ganteng banget. “Edo, Ibu harap … kalian tidak bikin ulah lagi tahun ini. Sekali lagi kalian tinggal kelas, sekolah bakalan ngeluarin kalian. Camkan itu!” Edo dan ketiga temennya, tampak santai, nggak peduli banget dengan kata-kata bu guru. Akhirnya, semua anak paham. Mereka berempat harusnya jadi kakak kelas. Tapi karena otak minim, atau alasan yang lainnya, mereka harus tuinggal kelas. Andin tersenyum mengejek. Akhirnya dia bisa mengolok-olok cowok songong yang duduh di meja sebelahnya. “Ups! Ternyata otak import hanya segini.” Andin menyentilkan jari kelingkingnya. Tersenyum puas. Edo nggak peduli, toh dia bukan murid yang keterbatasan daya pikirnya alias berotak cetek. Edo tersenyum miring, Andin semakin kesel. Kata-katanya nggak mempan. Lusi mengelus punggung Andin. “Sabar Neng …” “Ini cobaan,” sela Andin. Lusi nyengir, Andin sampai hafal banget dengan kata-katanya. “Pala lo.” Andin mendengus sebal. Lusi tersenyum, Keknya seru juga satu kelas sama keempat cowok super menyebalkan. Menit pun berlalu, Andin berusaha fokus dengan pelajarannya yang pertama. Edo kadang melirik kearahnya. Ternyata cewek aneh itu, lucu juga. Andin menoleh, ngerasa ada yang merhatiin dia. Edo salah tingkah. “Wek!” Andin menjulurkan lidahnya. Edo melotot. “Keknya, anak baru ini bisa jadi sumber masalah deh,” gumam Edo dalm hati. Kembali, Andin fokus dengan penjelasan guru. Leo mengusap punggung Edo. “Sabar … ini cobaan.” Edo menoleh, kesel banget dengan tingkah Leo. “Hantu lo.” Leo nyegir. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tapi, beruntung juga sih. Gara-gara si cantik anak baru, Edo keknya sedikit terhibur. Bel istirahat jam pertama pun berdering. Andin berdiri, Lusi pun berdiri. Risky terlihat seneng banget keknya. Dari tadi dia nggak berkedip, ngamatin dua cewek cantik di sampingnya. “Lusi … Andin … Godain kita dong!” Andin memutar bola matanya jengah. Ternyata temen si import sama-sama setengah, alias nggak waras. “Ayo! Jan peduliin si Demit.” Edo terlihat menahan tawanya. Risky mendengus sebal. Menimpuk kepala Edo yang masih duduk di sampingnya. “Sakit tau!” Edo mengelus kepalanya. Jujur, dia heran juga dengan Andin. Cantik sih, tapi sikapnya bar-bar banget. Satu yang bikin salut, nganggurin dia dan ketiga sahabat tampannya. “Cabut yuk!” ajak Leo. Edo berdiri, menarik tangan Risky. Leo berjalan di depan, Febian mengikutinya. Andin dan Lusi dah keluar duluan. Ternyata mereka berdua tidak ke kantin, sengaja mereka mau lihat-lihat seluruh bangunan sekolah itu. Sedangkan Edo dan keempat temennya seperti biasanya, pergi ke belakang gedung sekolah. Biasa … ngumpet. Cari tempat yang paling aman buat nyalain rokok. Edo menghentikan langkah kakinya, meletakkan satu jari telujuknya di depan bibirnya. "Hust ... diem. Ada yang datang ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD