2. Putra Antoni Hector

1619 Words
Permusuhan memang tidak mudah untuk memperbaiki sebuah hubungan yang sudah telanjur letak. Apalagi karena kesalahpahaman di masa lalu membuat keduanya memutuskan tali persaudaraan mereka. *** Saat ini jam pulang sekolah telah tiba. Fenny berjalan menuju gerbang sekolah mengingat jika temannya Yuri sudah terlebih dahulu pulang, membuat Fenny harus menunggu jemputan sang Daddy. Fenny berjalan menatap seisi lapangan sekolah yang di penuhi oleh anak - anak SMA yang akan segera lulus sekolah membuat Fenny tidak sabar untuk ikut lulus juga sama seperti mereka. Kring kring Suara ponsel mahal miliknya membuat Fenny segera mengangkat sambungan telepon itu. Membuat senyuman Fenny terbit siapa lagi jika bukan Alvaro sang Daddy tercintanya. Yang tentunya menelpon dirinya di jam yang tepat. "Hallo. Daddy," Fenny segera menyapa sosok Alvaro setelah memencet tombol hijau di ponselnya. "Hai princess kecil Daddy. Princess. Mungkin Daddy akan sedikit telat untuk menjemput dirimu, kau tidak apa - apa. Kan, sayang. Jika Daddy sedikit terlambat untuk menjemput dirimu?" Tanya Alvaro dengan nada menyesal, membuat Fenny sedikit mengerucutkan bibir mungilnya. Sebab akan seperti beberapa hari yang lalu yang tentunya akan telat untuk menjemput dirinya. "Sayang. Daddy minta maaf ya, kau jangan ngambek ya," Kata Alvaro saat dirinya tidak mendengar suara putrinya di seberang sana. "Iya Dad. Fenny gak apa - apa kok," Ujar Fenny kembali ke mode biasanya, setelah berbincang cukup lama Fenny pada akhirnya mematikan sambungan teleponnya itu. Sambil duduk di kursi panjang di sisi taman sambil menatap para pria yang tengah serius untuk latihan, karena 2 minggu lagi akan ada perlombaan di sekolah mereka. "MARVIN. AYO LEMPAR KE SINI," Teriak Stevan membuat Fenny segera menoleh dengan senyuman tertahannya. Saat melihat sosok Stevan dan Marvin yang tengah sibuk latihan di lapangan sekolah. Jujur saja Fenny sangat menyukai kedua pria tampan itu, yang memiliki ketampanan yang berbeda. Tapi hati Fenny jujur saja menyukai sosok Stevan. Bukan karena Marvin tidak tampan, hanya saja. Sosok Stevan lebih membuat Fenny sedikit lebih tertarik pada sosok Stevan dari pada Marvin. Marvin segera melempar bola basket itu ke arah Stevan sambil meninggalkan lapangan. Dirinya lebih memilih melangkah menuju Fenny yang tengah menahan malu, bagaimana tidak? Salah satu pria yang sangat ia kagumi tengah melangkah ke arahnya saat ini. "Hai," Sapa Marvin membuat Fenny berusaha untuk menyembunyikan wajah memerahnya saat ini." Bukankah ini adalah jam pulang untuk anak SMP? Kenapa kau masih disini?" Tanya Marvin sedikit bingung dirinya pun bergabung untuk duduk di samping Fenny. "Iya. Aku memang sudah pulang kak, cuman Daddy sedikit telat untuk menjemput aku," Jujur Fenny membuat Marvin menganggukkan kepalanya pertanda jika ia paham dengan apa yang di katakan Fenny pada dirinya. Marvin menatap jam di pergelangan tangannya. Mungkin sebentar lagi adalah jam pulang sekolahnya. Ya. Jam pulang sekolahnya hanya berbeda setengah jam dari anak SMP. "Jika Daddy-mu masih lama. Bagaimana jika aku saja yang mengantarmu pulang?" Tawar Marvin dengan senyuman tipisnya yang selalu terbit di wajah tampan pria itu. "Tidak perlu kak. Aku tidak mau merepotkan kak Marvin," Balas Fenny sambil menyembunyikan wajah memerahnya. Membuat Marvin terkekeh geli saat melihat tingkah laku Fenny barusan. "Kau mirip dengan seseorang. Yang sangat dekat denganku, tapi jika di bandingkan denganmu dia lebih muda darimu," Ujar Marvin terkekeh geli, sambil menatap ke arah ponsel miliknya yang terdapat foto dirinya bersama seorang gadis kecil. Yang sangat ia sayangi sejak dulu maupun sekarang. "Benarkah. Lalu di mana gadis itu?" Tanya Fenny penasaran karena ucapan Marvin membuat dirinya ingin tahu. Siapa gadis beruntung itu yang bisa membuat seorang Marvin tidak bisa melupakannya begitu saja. "Entahlah. Sudah 3 tahun kami berpisah, aku dengar dia sudah memiliki keluarga kecil yang berbahagia. Tapi aku juga tidak tahu dia tinggal di mana. Dia sangat manis seperti dirimu. Oh ya, perkenalkan aku Marvin Kevin Archelaus aku tidak tahu dari mana kau mendengar namaku tapi aku cukup senang bisa mengenal gadis cantik seperti dirimu," Kata Marvin sambil mengulurkan tangan miliknya, membuat Fenny membalas senyuman Marvin yang begitu tampan baginya. Apa lagi saat pria itu tersenyum seperti ini. "Aku Fenny Marcello Anindito. Aku tahu nama kakak dari teman sekelasku, mereka begitu menyukai Kak Marvin kata mereka kakak adalah calon dokter. Benarkah itu?" Tanya Fenny antusias saat mengingat jurusan yang di ambil oleh sosok Marvin. "Iya. Aku akan mengambil gelar kedokteran untuk mengikuti jejak papaku. Begitupun soal mengurus perusahaan aku akan mengambil dua jurusan nantinya dan mungkin aku tidak punya waktu lagi untuk bermain," Jujur Marvin dengan senyuman tipisnya. "Wah. Kak Marvin hebat bisa mengambil dua jurusan sekaligus, pasti orang tua kakak bangga pada kakak," Puji Fenny dibalas senyuman tipis dari Marvin. Disisi lain Stevan tengah menatap kedua insan berbeda jenis itu. Yang tengah mengobrol akrab seakan keduanya sangat mengenal satu sama lain. "Dari mana Marvin mengenal Fenny? Bukannya Marvin sedang dekat dengan Yuri? Kenapa malah mengobrol dengan Fenny bagaimana jika Yuri sampai cemburu. Sahabatku itu sangat... Sangat ceroboh sekali," Batin Stevan sambil menggelengkan kepalanya. Dirinya tidak menyadari jika sahabatnya menyukai gadis yang sama, pukul 3 siang bel berbunyi pertanda jika anak - anak SMA sudah di ijinkan untuk pulang. Membuat Stevan mengikuti langkah cepat dari sahabatnya. Yang tidak lain adalah Marvin yang meninggalkan dirinya saat bel pulang sekolah. "Malvin tunggu. Mar,! Ucapan Stevan terhenti. "Ayo. Aku sudah pulang," Ujar Marvin sambil menggenggam tangan mungil Fenny. Membuat Stevan menghentikan langkah kakinya, seakan langkah kakinya saat ini sangat... Sangat lemah saat melihat sahabatnya tengah menggandeng tangan seorang gadis yang ia sukai itu. Fenny hanya menganggukkan kepalanya saja, sambil mengikuti langkah kaki Marvin yang tengah menggenggam tangannya saat ini. Membuat Stevan memilih melangkah di belakang kedua insan itu. "Apa sebenarnya hubungan Marvin dan Fenny? Kenapa mereka terlihat begitu dekat," Batin Stevan sambil menahan rasa sesak di hatinya saat ini. Entah kenapa hatinya saat ini seakan tengah terbakar oleh api cemburu, saat melihat kedekatan sahabatnya dengan gadisnya itu. **** "Terima kasih ya. Karena kak Marvin sudah mau repot - repot untuk mengantar Fenny pulang," Kata Fenny membuat Marvin tersenyum manis ke arah Fenny. "Jangan bicara begitu. Aku sama sekali tidak merasa direpotkan kok," Kata Marvin tulus tanpa mempedulikan Stevan yang tengah menatap keduanya dengan perasaan sesak saat ini." Oh ya. Mobilku ada di..!!! Ucapan Marvin terpotong. "Fenny," Panggil seseorang membuat Fenny segera menoleh dengan senyuman tertahannya. "Daddy," Balas Fenny sambil berlari ke arah alvaro. "Hah. Daddy," Lirih Marvin seakan tidak mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Membuat Stevan yang tengah berdiri di belakang Marvin hanya bisa menatap interaksi keduanya saja. "Marvin," Panggil Alvaro membuat sosok Fenny menatap wajah alvaro dengan tatapan penasarannya saat ini. Marvin yang merasa di panggil dirinya langsung tersenyum manis sambil membungkukkan sedikit tubuhnya untuk menghormati sosok Alvaro. Pria yang merupakan sahabat dari papanya sendiri. Tentu Marvin tidak lupa walau sudah 5 tahun Marvin tidak bertemu dengan sosok Alvaro. "Tuan. Di samping tuan Marvin. Tuan mau tahu dia putranya siapa," Bisik Reno yang merupakan orang kepercayaan Alvaro sejak dulu. "Siapa?" Tanya Alvaro dengan suara pelan takut jika putrinya sampai mendengarkan ucapannya. "Putra. Tuan Antoni Hector," Ujar Reno membuat Alvaro menatap tajam sosok Stevan saat ini. Sedang yang di tatap tengah menahan nafas saat ini, saat melihat cara tatap Alvaro yang terlihat menelanjangi dirinya saat ini. "Daddy. Daddy mengenal kak Marvin?" Tanya Fenny penasaran. "Fenny ikut paman Reno dulu ya. Daddy ingin berbicara dengan nak Marvin dulu, setelah itu baru Daddy ceritakan dari mana Daddy mengenal Marvin," Ujar Alvaro dibalas anggukan kepada dari Fenny. Dirinya segera mengikuti tangan kanan Alvaro untuk meninggalkan sosok Marvin dan Alvaro, di lain sisi Stevan yang masih mematung seakan tidak di anggap ada saat ini. "Marvin boleh paman berbicara sebentar denganmu?" Tanya Alvaro membuat Marvin mengangguk patut. "Tentu paman. Van aku kesana sebentar ya. Nanti aku akan kemari lagi," Kata Marvin sambil mengikuti langkah kaki Alvaro. **** "Vin. Sudah lama paman tidak bertemu denganmu kau semakin tampan saja di usiamu seperti ini," Puji Alvaro membuat Marvin tersenyum manis ke arah Alvaro. "Paman bisa saja. Oh ya, apa Fenny itu putri paman?" Tanya Marvin di balas anggukan kepala dari Alvaro. "Tentu saja Vin. Oh ya, paman merindukan dirimu sudah 5 tahun kita tidak bertemu," Kata Alvaro dengan nada lembutnya. "Iya paman. Kita sudah lama tidak bertemu," Jawab Marvin membuat Alvaro semakin menyukai sosok Marvin yang memiliki sifat yang sangat lembut. "Oh ya. Jika boleh paman tahu apa benar pria yang berdiri di sana itu adalah putra dari Antoni Hector?" Tanya Alvaro sambil menunjuk ke arah Stevan. "Iya paman. Dia Stevan sahabat masa kecil Marvin memangnya kenapa paman?" Tanya Marvin membuat kedua tangan Alvaro tergepal erat di bawah sana. Stevan yang tidak sengaja menoleh tanpa sengaja, dirinya justru menatap sosok Alvaro tepat di kedua mata tajam Alvaro saat ini. "Oh tidak apa - apa Vin. Oh ya, ini alamat paman jangan lupa berkunjung nantinya," Kata Alvaro sambil mengusap puncak kepala Marvin sambil melangkah pergi. Kedua kaki alvaro melangkah mendekati sosok Stevan membuat pria muda itu menahan nafasnya saat ini. "Jauhi putriku jika kau masih ingin hidup," Bisik Alvaro tepat di telinga Stevan yang terlihat membeku seketika. *** "MARVIN PAMAN DULUAN YA. JANGAN LUPA BERKUNJUNG KE MANSION PAMAN," Teriak Alvaro sambil memberikan sebuah senyuman dan menoleh ke arah Stevan dengan tatapan tajamnya. "Aku peringatkan padamu? Jauhi putriku jika kau masih ingin selamat," Desis Alvaro sambil melangkah pergi membuat Stevan hanya mampu menatap kepergian Alvaro dengan hati terluka. Stevan sungguh tidak tahu apa kesalahannya, padahal ia baru pertama kali bertemu pria tua itu. Tapi justru ia sudah mendapatkan tatapan benci dari pria tua itu, tapi tidak untuk sahabatnya yang mendapat tatapan lembut. Membuat Stevan merasa iri dengan kehidupan sahabatnya itu. Siapa yang tidak iri akan prestasi yang di dapat oleh Marvin dan siapa yang tidak iri melihat sosok Marvin sangat di puja bahkan sangat di hormati oleh semua orang. Sedang dirinya. Stevan menggeleng ia tidak seburuk itu sampai di kuncirkan oleh semua orang. Stevan hanya sedikit kecewa dengan tatapan Alvaro padanya yang terlihat begitu membenci dirinya. Tbc *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD