Rasa Bersalah dan Penyesalan

1109 Words
Rima melepas pegangan tangan Andri di pundaknya, dengan kasar. Ia mendelik kesal ke arah Andri "Aku harap kita tidak pernah berjumpa lagi, kau orang asing yang sok dekat dan kenal," kata Rima, sambil berlalu pergi dari hadapan Andri untuk masuk ke dalam rumahnya. Tak lama kemudian, Rima dengar suara mesin mobil yang dinyalakan. Ia pun bisa menarik napas lega, terbebas dari orang itu. Ayah Rima yang memperhatikan dari belakang bertanya kepada anaknya itu"Kenapa kamu tidak jadi pergi dengan kekasihmu?" Rima membalikkan badannya dan menghadap ke arah ayahnya, "Dia bukan kekasihku, aku mengenalnya pada saat di bandara, Yah!" "Orang itu aneh dan aku sama sekali dengan sikapnya yang sok kenal." "Wah, ayah sudah kena bohongi, kalau begitu kamu harus berhati-hati dengan orang seperti itu." Rima pun menganggukkan kepalanya, ia berpamitan kepada ayahnya untuk kembali ke kota Balikpapan. Ia hanya pulang sebentar saja, untuk mengunjungi makam Monica. Ayahnya hanya bisa menyetujui saja, meskipun sebenarnya ia lebih suka Rina tetap tinggal bersama dengannya. ... Rudi sedikit merasa menyesal dan bersalah, sudah meninggalkan Roma di pinggir jalan. Hanya saja apa yang dikatakannya sudah membuat dirinya menjadi marah. Wanita iti sudah berani mengancam dirinya. Rudi juga merasa ada yang terasa familiar pada diri dan wajah Rima. Terkadang, ia merasa melihat bayangan Monica pada wajah Rima. Akan tetapi, rasanya mustahil Rima dan Monica memiliki hubungan. Mengingat Monica, membuat Rudi diliputi perasaan bersalah yang tidak bisa diungkapkannya dengan kata-kata. Ia telah menghancurkan kehidupan mantan kekasihnya itu. "Aku benar-benar menyesal telah menyakiti hati Monica," gumam Rudi pelan di dalam mobilnya. Mobil Rudi berhenti di carport, di samping motor istrinya. Ia lalu turun dari dalam mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Tidak didengarnya suara istrinya, yang ada ia mencium wangi aroma masakan. Istrinya memang jago memasak dan ia menyukainya. Ia masuk ke dalam kamar.dan diletakkannya tas kerjanya di atas meja. Dilepasnya kancing kemeja yang dikenakannya, sambil berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Ia membiarkan tubuhnya basah, di bawah guyuran air pancuran. Rudi tidak tahu mengapa, sejak di jalan tadi ia terus saja teringat wajah Monica. Sampai ia akhirnya teringat, kalau besok merupakan hari yang istimewa bagi Monica Rudi memukulkan tangannya ke dinding kamar mandi. Tidak ada yang pernah tahu, perasaan yang dipendam Rudi, jauh di lubuk hatinya Ke luar dari kamar mandi, tubuh Rudi bukannya merasa segar, tetapi pikirannya terasa kusut. Ke luar dari dalam kamar mandi, ia pun memilih celana pendek dan kaos pas badan berwarna hitam. Ia berjalan ke luar dari kamar menuju ke tempat di mana istrinya berada. Dilihatnya, istrinya sedang menata makanan di dalam wadah. Tanpa kata, Rudi berjalan mendekati istrinya dan memeluknya dari belakang. "Terima kasih, sudah mau menjadi istriku dan selama ini memahami perasaanku," bisik Rudi di telinga istrinya. Mona, istri Rudi pun membalikkan badannya dan balas memeluk Rudi. "Terima kasih juga, karena sudah bersedia menjadi imam ku dan masih sabar dengan wanita yang sampai sekarang, belum bisa memberikan keturunan untukmu," sahut istrinya, sambil menangis. Mendengar kata anak, membuat tubuh Rudi menjadi kaku. Ia teringat dengan dosa masa lalu, yang pernah dilakukannya. Rudi mengusap air mata istrinya dan mengajaknya untuk menikmati makan malam mereka Rudi dengan susah payah menelan makanan yang terasa kaku di lidahnya. Rudi mengakhiri makan malamnya, ia tidak bisa memaksakan perutnya untuk menelan masakan istrinya yang biasanya terasa enak. "Maaf, aku harus pergi lagi, tadi aku bertemu dengan teman lamaku sewaktu kuliah dulu. Kamu tantu masih ingat dengan Anton, bukan?" Mona menganggukkan kepalanya, tentu saja ia ingat dengan sahabat suaminya yang satu itu. "Kebetulan ia datang ke kota ini dan ia meminta kepadaku untuk bertemu melepas kangen, sekaligus mengingat masa-masa kuliah kami dahulu. Rudi bangkit dari duduknya dan diciumnya kening Mona dengan mesra, sebelum berlalu pergi meninggalkan istrinya itu. Dalam hatinya Rudi meminta maaf kepada Mona, karena sudah berbohong, ia juga meminta maaf kepada sahabatnya Anton, karena sudah menjual namanya untuk alibi kebohongannya. Rudi mengambil jaketnya yang terletak di gantungan baju. Ia lalu berjalan ke luar rumah menuju mobilnya dan membawanya meluncur menuju jalan raya. Diarahkannya mobilnya menuju ke pantai yang sepi, karena bukan malam Minggu dan dilihatnya hanya sedikit saja orang yang datang berkunjung di sana. Rudi hanya duduk diam saja di dalam mobilnya dengan pandangan jauh ke arah laut lepas. Tepat ketika jarum jam menunjukkan jam satu dini hari, Rudi pun berkata, "Selamat ulang tahun, Monica. Maafkan aku, yang sudah mengenalkan kepadamu kenikmatan dunia dan juga kesakitan." "Aku sungguh menyesal apa yang sudah kita berdua lakukan dan rasa penyesalan itu akan kubawa sampai mati." "Maafkan aku, yang sudah mengkhianati cintamu di saat engkau menderita, kau pasti membenciku. Sungguh!, aku sendiripun juga membenci diriku." Rudi lalu mengacak rambutnya dengan rasa frustrasi. Rasa cinta untuk Monica itu selalu ada di dalam hatinya. Karena Monica merupakan cinta pertamanya,.meskipun mereka harus berpisah dalam keadaan tidak baik-baik saja. Rudi membiarkan air matanya jatuh menetes, air mata penyesalan dan juga rasa bersalah. Rudi merendahkan sandaran jok kursi mobilnya dan dipejamkan kedua matanya. Ia akan tidur di pantai ini dan melupakan sejenak tentang istrinya Ketika matahari masih muncul separuh, Rudi bangun dari tidurnya. Ia pun mengemudikan mobilnya.menjauh dari pantai. Tak berapa lama kemudian, ia pun sampai di rumahnya dan disambut wajah sembab istrinya. Mona memeluk tubuh Rudi dan berkata dengan suara di sela Isak tangisnya. "Aku baru ingat, kalau hari ini adalah ulang tahun Monica dan kamu pasti merasa bersedih karenanya." "Aku minta maaf, karena akulah yang melarang dirimu untuk bertemu dengan Monica. Aku tidak tahu, kalau itu adalah saat-saat terakhirnya hidup di dunia ini." "Aku sungguh menyesal, karena rasa cemburuku kepadanya, aku justru menyakiti dua hati. Tidak hanya Monica saja, yang tidak bisa bertemu untuk terakhir kalinya denganmu, tetapi juga kami yang tidak bisa meminta maaf kepada Monica." "Aku wanita jahat dan mungkin inilah hukumanku, dengan belum juga diberikan kesempatan untuk menjadi seorang ibu" kata Mona panjang lebar, diiringi Isak tangis. Rudi mengusap lembut punggung Mona, "Semua sudah berlalu dan semoga saja Monica tenang di alam sana." "Kita harus bisa memaafkan diri kita sendiri, meskipun aku harus mengaku, berat bagiku untuk bisa memaafkan diriku." "Dosaku terlalu banyak kepada Monica dan juga kepada calon anak kami." "Dosa yang kulakukan bersama dengannya, sudah tak terhitung banyaknya," sahut Rudi, yang juga turut menangis. Selama beberapa saat, pasangan suami istri itupun hanya diam dan saling berbagi kesedihan juga rasa bersalah. Beberapa saat kemudian, Rudi pun sudah rapi dan siap berangkat ke kantornya. Setibanya ia di kantor dan masuk ke dalam ruang kerjanya, dilihatnya ada buket bunga. Rudi mengambil buket bunga yang ada di atas mejanya itu dan membaca kartu yang terselip. "Selamat ulang tahun, untuk Monica. Wanita yang pernah kau campakkan dan kau buat hidupnya menjadi hancur, akan tiba waktunya giliran dirimu yang menjadi hancur." "Ini peringatan untukmu, aku akan membalaskan rasa sakit hati Monica. Bersiaplah!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD