Strategi Rima

1460 Words
Dengan cepat Rima masuk duluan ke dalam rumahnya dan mempersilakan kepada Rudi untuk menunggu di ruang tamu. Masuk ke dalam kamarnya, Rima mengganti pakaiannya dengan daster yang panjangnya di atas lutut, serta tanpa lengan. Dari dalam kamarnya, ia meminta Rudi untuk menunggu sebentar selagi ia sedang membuatkan minuman. Tak berapa lama kemudian, Rima ke luar dari balik pintu tuang tengah, dengan membawa segelas air dan kue di atas nampan. Rudi memasang wajah tidak suka yang tidak di tutupinya sama sekali. Akan tetapi, Rima tidak peduli sama sekali dengan kemarahan dan kejengkelan yang ditunjukkan oleh Rudi. "Maaf, sudah membuat Pak Rudi menunggu. Saya hanya merasa tidak nyaman, kalau tidak menyajikan minuman kepada Bapak." Rudi harus menahan kekesalannya melihat Rima yang tidak ada rasa bersalah sama sekali. "Silakan diminum dulu tehnya, Pak dan kuenya juga Tidak mau lebih lama lagi berada di rumah Rima, dengan cepat diminumnya air teh yang tersaji. Rudi merasa matanya menjadi mengantuk dan pandangan matanya pun menjadi tidak jelas. Disandarkannya tubuhnya pada sandaran sofa dan dengan geram, ia pun berkata, "Apa yang kamu campurkan pada minuman saya?, kenapa kamu lakukan ini." "Kamu sudah saya beritahu, bukan?, kalau istri saya sedang menunggu di rumah!" kata Rudi emosi, sebelum ia akhirnya jatuh tertidur. "Tentu saja saya mengingat apa yang bapak katakan dan saya sengaja memberi obat tidur di minuman bapak, biar tidak bisa pulang." "Dan tentu saja, istri Bapak akan menjadi gelisah menunggu dan akhirnya menjadi marah. Selamat datang di neraka yang saya ciptakan untuk rumah tangga Bapak," kata Rima. Rudi yang kesadarannya hanya tersisa seperempat, hanya bisa menyahut dengan kalimat yang tidak jelas. Rima tertawa kecil, “Dasar bodoh, begitu bodoh, mudah sekali membuatmu tidak berdaya, Mengapa adikku bisa jatuh cinta dengan pria sepertimu?, sungguh menyedihkan,” gerutu Rima seorang diri. Dibiarkannya Rudi tertidur di atas sofa ruang tamunya, sementara ia sendiri ke luar dari rumah kontrakannya, tak sudi dirinya dipergoki warga berduaan saja dalam satu rumah dan kemudian dinikahkan. Rima pergi ke rumah pamannya, yang letaknya tidak jauh dari rumah kontrakannya. Melihat kedatangannya ke sana, membuat pamannya menjadi heran. “Ada angin apa, yang membawamu datang ke rumah paman?” Rima tersenyum kecil, “Sedang dalam mode takut sendirian di rumah, sekalian menumpang makan gratis. Lagi malas masak sendiri.” Mendengar jawaban Rima, pamannya pun tertawa diikuti oleh Rima. Mereka, kemudian masuk ke dalam rumah. Dan dirinya dipersilakan untuk masuk ke dalam kamar yang biasa di tempati nya pada saat ia menginap di sini. Masuk ke dalam kamar tamu yang diperuntukkan untuknya. Rima melepaskan jaket yang dikenakannya dan menggantungnya pada gantungan baju. Ia kemudian ke luar dari dalam kamarnya , lalu ia menuju ke dapur untuk membantu tantenya memasak. “Kamu tidak capek?, kalau masih capek sepulang kerja, biar tante saja yang menyiapkan makan malam untuk kita semua.” “Nggak, kok Tante. Sudah biasa kok, sepulang kerja langsung masak.” Tantenya menatap Rima dengan curiga, sepertinya ada yang disembunyikan oleh keponakan suaminya ini. Namun, ia tidak akan mendesak Rima untuk mengatakannya. Sambil membantu tantenya memasak. Rima membayangkan Rudi pastilah kebingungan, karena ia tidak meninggalkan pesan apapun juga. Sebelum pergi tadi, ia dengan sengaja menyemprotkan parfum ke kemeja yang dikenakan oleh Rudi. Ia percaya, kalau pria itu, ketika pulang ke rumah nanti akan bertengkar hebat dengan istrinya. Tentu saja, ia akan merasa senang mengetahuinya, tetapi sayangnya ia tidak bisa melihat dan mendengar pertengkaran keduanya. Selesai makan malam, Rima diajak oleh pamannya untuk berdiskusi sebentar, tentang beberapa hal. Rima pun menyetujuinya. Dan di sinilah dirinya sekarang, duduk di depan meja kerja pamannya. “Paman mendengar gosip yang beredar di kantor, kalau kau sedang mendekati Rudi, Paman tidak menyetujuinya, kau tahu sendiri kalau ia itu sudah menikah dan paman tidak mau kamu merusak pernikahannya. Selain itu, paman juga tidak mau gosip yang beredar mempengaruhi kinerja Rudi.” “Paman jangan dengarkan gosip yang beredar, aku sama sekali tidak tertarik dengan Rudi. Ia bukanlah pria idamanku sama sekali. Aku juga tidak akan membuat kinerja Rudi dalam bekerja jadi menurun.” “Paman senang mendengarnya, karena paman percaya kamu tidak akan mendekati pria yang sudah beristri. Kamu bukanlah wanita yang jahat dan akan melukai perasaan wanita lainnya.” Rima yang tidak mau ditanya lebih banyak lagi oleh pamannya pun berpura-pura menguap. Sehingga, pamannya menyudahi menanyai Rima perihal hubungannya dengan Rudi lebih jauh lagi dan membiarkan ia masuk ke dalam kamar. Berada di dalam kamarnya, Rima tersenyum senang, berita kedekatannya dengan Rudi,ternyata menjadi gosip dari teman-temannya Sesuai dengan harapannya. Sementara itu, pagi-pagi sekali, Rudi terbangun dari tidurnya. Awalnya, ia merasa kebingungan, karena terbangun di tempat yang asing, bukan di rumahnya sendiri. Ia lalu teringat dengan Rima dan apa yang sudah dilakukannya. Ia lalu bangkit dari sofa yang ditidurinya, sambil berteriak memanggil nama Rima. Dirinya tidak mendapat sahutan dan ia juga tidak melihat keberadaan Rima. 'Kemana Rima? dan mengapa ia tidak ada di rumahnya?, apa sebenarnya yang direncanakan oleh wanita itu?" gumam Rudi. Rudi pun berjalan menuju pintu ke luar rumah wanita itu. Dicobanya untuk membuka pintu tersebut dan ternyata pintunya pun terbuka dengan mudah. Meskipun merasa heran, Rudi tidak peduli. Dengan cepat ia masuk ke dalam mobilnya dan melajukan nya ke jalan menuju arah rumahnya. Sesampai di dalam rumahnya, Rudi tertegun saat melewati meja makan dilihatnya sebatang lilin menyala dan ada kue ulang tahun. Rudi merasa bersalah kepada istrinya, karena sudah menggagalkan makan malam romantis yang dijanjikan oleh istrinya untuk merayakan ulang tahunnya Rudi berjalan menuju kamar tidur yang ditempatinya bersama dengan sang istri. Dilihatnya, mata istrinya bengkak, sepertinya ia terlalu banyak menangis. Rudi juga merasa bersalah, karena sudah membuat istrinya menjadi kecewa dan bersedih. Ia telah membuat wanita yang dicintainya menjadi terluka, karena ulahnya. Dihampirinya istrinya, lalu dikecupnya mesra pelipis wanita itu. "Maafkan aku, untuk semua kesalahan yang sudah kulakukan hari ini," bisik Rudi. Rudi menjadi terkejut dan gelagapan, ketika mata istrinya terbuka dan melihat ke arahnya dengan tatapan terluka. "Katakan kepadaku, apa kesalahan mu, Mas?. apakah karena kau pulang terlambat dan tidur, entah di rumah siapa, ataukah engkau sudah berselingkuh?" Wanita itu kemudian bangun dari tidurnya dan duduk di atas tempat tidur, "Apakah kau akan mengaku bersalah, karena sudah tidur bersama wanita lain?, jangan menyangkalnya, karena aku dapat mencium aroma parfum wanita di kemeja mu " Dalam hatinya, Rudi menyumpahi Rima, yang sudah menyemprotkan parfum ke kemejanya, sehingga membuat istrinya menjadi salah faham. "Aku tadi ada meeting di luar kota dan karena sudah larut malam selesai meeting ya, aku pun tidur di hotel tempat kami meeting," terang Rudi. "Aku tidak tidur dengan wanita manapun juga dan mengenai parfum ini, tadi ada sales parfum yang tadi datang ke kantor, menawarkan dagangannya. Ia menyemprotkan sampel parfum ke kemeja, Mas." "Apakah kau menyukai wanginya?, kalau kau suka, aku akan membelikannya untukmu, karena tadi, aku tidak yakin apakah kau akan menyukai aroma parfum ini," dusta Rudi.. "Mengapa aku tidak percaya dengan penjelasan yang kau berikan?, aku merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku!" sahut istri Rudi. "Aku tidak memaksa kau untuk mempercayai penjelasan dariku. Hanya saja, yang perlu kau ketahui dan yakini, aku tidak berselingkuh, apalagi tidur dengan wanita lain," terang Rudi. Ia kemudian meninggalkan istrinya yang terdiam, menuju kamar mandi. Dari balik pintu kamar mandi yang tertutup, Rudi meminta kepada istrinya untuk menyiapkan pakaian kerjanya. Beberapa menit kemudian, Rudi dan istrinya duduk di meja makan. Rudi mencoba untuk mencairkan ketegangan yang begitu terasa dengan mengajak istrinya untuk berbicara. Namun, wanita itu terlalu marah kepadanya dan menolak untuk berbicara. Rudi mendesah kecewa dengan kekesalan yang diperlihatkan oleh istrinya. Ia lalu bangkit dari duduknya, napsu makannya hilang. “Aku berangkat bekerja dan akan pulang tepat waktu dan tolong siapkan makan siang untukku. aku makan di rumah.” Rudi tidak mendengar jawaban dari istrinya, ia merasa kecewa, tapi mau bagaimana lagi, ini semua adalah kesalahannya. Dalam perjalanan menuju ke kantornya, Rudi bertekad akan memarahi wanita itu, karena sudah membuat ia dan istrinya menjadi bertengkar. Rudi harus bersabar menunggu jam istirahat makan siang tiba. Sebelum pulang ke rumah untuk makan siang bersama dengan istrinya, ia akan berbicara sebentar dengan Rima. Rima masuk ke dalam ruangan Rudi dengan santainya, ia tidak merasa takut akan dimarahi oleh pria itu. Duduk dengan tangan terlipat di atas pangkuannya, ia pun bertanya, “Kenapa Bapak memanggil saya?, apakah Bapak ada perlu dengan saya?” Rudi harus menahan lidahnya yang hendak memuntahkan kemarahannya kepada Rima, ditatapnya dengan tajam wanita itu. “Apa yang kamu campurkan ke dalam minuman saya, semalam? dan kenapa kamu pergi begitu saja?, sebenarnya apa tujuan kamu dengan melakukan itu semua?” “Wah, Bapak keberatan saya tinggal sendirian di rumah saya?, saya pergi karena tidak mau dipergoki warga membawa masuk pria dan berduaan saja di dalam rumah. Saya lebih baik menginap di rumah teman. Saya sih, ogah dinikahkan dengan Bapak, beda dengan Bapak yang pastinya merasa seperti mendapatkan durian runtuh, harus menikahi wanita secantik saya sebagai istri muda.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD