Happy Birthday

1456 Words
    Hidup Yas terasa jauh lebih ringan, terhitung semenjak ia dan adik-adiknya berdamai. Sekarang dua bocah itu sudah bisa diajak kerja sama. Mereka akhirnya mau menjalankan piket bersih-bersih yang dulu mereka anggap bodoh.     Dan yang lebih menakjubkan, kamar mereka sekarang sudah rapi. Semua barang tertata pada tempatnya. Tidak ada yang berserakan di mana-mana lagi.     Karena hari ini hari libur, Yas ingin memberikan keringanan pada si kembar. Ia sengaja tak membangunkan mereka supaya bisa tidur lebih lama dari biasanya.     Yas sendiri saat ini sedang memandikan Namira. Saat libur, ia memang tak pernah menitipkan anaknya ke daycare. Karena inilah kesempatan mereka bisa menghabiskan waktu bersama yang berharga.     Yas mengernyit karena sayup-sayup mendengar suara obrolan. Suara Theo dan Elang. Mereka sudah bangun?     Wah, mungkin karena sekarang mereka sudah terbiasa bangun pagi. Jadilah, meskipun tidak dibangunkan, alarm alami dalam diri mereka bekerja secara otomatis.     "Udah gue bilang, gue nggak mau!"     "Lo, mah, gitu. Nganter doang, Yo!"     "Ogah! Ya kali berangkat sendiri nggak berani, Lang?"     "Bukannya nggak berani. Malu!"     "Aish, sama aja keles!"     Yas mengangkat Namira dari bak mandi. Ia segera membungkus tubuh mungil putrinya dengan handuk super besar, supaya badannya cepat kering dan hangat.     "Wadoh, sakit, Bego!"     "Pokoknya lo harus anterin gue!"     "Ogah. Aduhhhhh, dibilangin sakit, Lang!"     Yas semakin mengernyit. Semakin heran dan penasaran tentang penyebab kedua adiknya berbuat keributan pagi-pagi begini. Dan kenapa Theo berteriak kesakitan seperti itu?     "Sebentar, ya, Sayang." Yas meletakkan Namira yang masih terbungkus handuk di atas ranjang berlapis perlak dan selimut lembut.     Namira senyum-senyum menanggapi omongan ayahnya. Kakinya menendang-nendang kegirangan. Namira sangat suka punya Ayah seperti Yas.     Begitu keluar dari kamar, Yas mendapati kedua adiknya tengah berada di depan pintu kamar Theo.     Mereka masih sibuk berdebat ini dan itu. Elang sesekali melakukan kekerasan fisik pada Theo. Ia menendang, memukul, dan mencubit adik kembarnya.     Yas berjalan cepat menghampiri mereka. "Kalian ini kenapa?"     "Elang, tuh, Yas. Dari tadi KDRT terus sama gue. Gue ditabokin, ditendang, dicubit. Dibilangin sakit tapi tetep aja."     "Kenapa, sih, Lang?" Yas meminta penjelasan Elang. Merasa iba pada Theo yang selalu ditindas kakak kembarnya sendiri.     "Theo, tuh. Dimintain tolong nganterin aja masak nggak mau." Elang mengadu. Bibirnya maju maksimal.     "Kamu minta dianter ke mana? Mas anterin, deh," tawar Yas.     "Nggak mau."     Yas mengernyit. Tentu saja bingung. Elang minta tolong Theo. Theo takk mau dianiaya. Eh, giliran ditawari Yas malah tidak mau.     "Kenapa nggak mau?" Yas mengutarakan kebingungannya.     "Nggak apa-apa." Elang menunduk. Seperti ada yang disembunyikan.     "Theo, Elang mau dianter ke mana?" Yas gantian bertanya pada Theo. Ia curiga Elang ingin diantar ke tempat yang kurang baik, sehingga merahasiakannya dari Yas.     "Ke ...." Belum selesai Theo bicara, Elang sdah membungkam mulutnya.     Yas semakin terheran-heran dibuatnya.     Elang terlihat membisikkan sesuatu pada telinga Theo. "Awas kalau lo ngasih tahu si Yas. Awas aja!"     Yas terkikik karena suara bisikan Elang lumayan keras, sehingga ia bisa mendengarnya. Tapi Elang sepertinya tidak menyadari hal itu.      Setelahnya, Elang langsung pergi ke kamarnya sendiri. Elang bahkan membanting pintu dari dalam. Menimbulkan suara yang cukup mengagetkan.     "Kenapa, sih, si Elang, Dek?" Yas bertanya sekali lagi pada Theo.     "Biasalah, Yas. Anak perawan, kan, emang gitu kalo lagi PMS!"     "Hus, nggak boleh ngomong gitu!"     "Emang dia begitu. Suka marah-marah nggak jelas, persis anak perawan lagi dapet."     "THEO, GUE BISA DENGER, YA!"  seru Elang dari dalam kamarnya.     Yas dan Theo sibuk menahan tertawa karena seruan Elang itu.     "Kenapa, sih?" Yas bertanya lagi, kali ini dengan suara yang lebih pelan, tak ingin si Bungsu jadi sasaran kemarahan Elang seperti tadi.     "Beneran pengin tahu?"     Yas mengangguk.     "Tapi rahasia, ya, Yas! Jangan bilang-bilang Elang, ntar gue dihabisin lagi sama dia."     Yas mengangguk lagi.     Theo memberi kode pada Yas untuk mendekat. Theo mulai membisikkan rahasia Elang pada Yas. Seketika Yas mati-matian menahan tertawa. Demi Tuhan, Yas baru tahu kalau Elang itu ternyata lucu.   ***       "Nggak bisa gitu, dong! Lo harus anterin gue sampai ke dalem."     "Yang ada ntar gue diusir. Gue, kan, nggak diundang, Kakakku."     "Nggak apa-apa. Kan lo datengnya sama gue."     "Tapi gue tetep ogah. Di dalem isinya anak IPA semua. Ntar gue pasti kena diskriminasi. Muuuuales bingittttt!"     Bahkan perdebatan mereka berlanjut sampai di sini. Mereka tadi sudah sampai di parkiran dalam sebenarnya, karena penuh, mereka keluar lagi. Dan sampailah mereka pada deretan parkir liar di luar gedung.     Para penjaga parkir liar menunggu mereka untuk segera membayar. Tapi jangankan membayar, keluar dari mobil saja belum. Alasannya sudah jelas, karena perdebatan bertubi-tubi yang mereka lakukan sendiri.     "Theo, please!"     "Lang, Please! Lo harusnya udah bersyukur gue anterin sampai sini."     "Theo, please!" Elang memohon lagi. Matanya yang bulat itu mengerjap-ngerjap pada Theo.     Theo segera memasang tampang ingin muntah. Tapi Elang masih mengerjap-ngerjap dengan tampang yang diimut-imutkan.     Demi apa? AADE. Ada apa dengan Elang? Apa sebegitu frustasinya ia sampai jadi gila seperti ini?     Sumpah, tampang Elang saat ini benar-benar menjijikan. Anehnya, karena Elang melakukan hal menjijikan itu, Theo malah tidak sampai hati menolak permintaan saudaranya seperti yang sudah-sudah.     Meskipun jelek begitu, Elang tetaplah saudaranya. Meskipun menyebalkan begitu, ia tetaplah kakak kembarnya. Dan meskipun jahat begitu, Theo tetap tidak bisa menolak kalau Elang sudah memohon dengan cara seperti ini.     "Lo, tuh, ya. Di sekolah aja berlagak preman, suka main pukul, suka nantang sana-sini. Giliran masalah beginian, langsung KO!"     Elang ingin sekali menyemprot Theo karena sudah terlalu banyak bicara kurang ajar padanya. Tapi ia tahan, takut Theo menolak permintaannya.     "Ayo dong, buruan, keburu telat! Jangan bacot muluk!" Elang menyeret lengan Theo secara paksa.     Kalau tukang parkir liar tidak meneriaki mereka, pasti mereka sudah lupa bayar parkir.     Dari parkiran liar menuju ke venue, jaraknya cukup jauh. Mereka berjalan cukup lama. Dari sinilah Theo  jadi bingung, siapa yang mengantar dan siapa yang diantar. Karena Elang justru sembunyi di belakang punggungnya seperti ini.     Elang terus bersikap seperti itu sampai mereka berada di dalam venue. Sesuai dengan dugaan Theo, ia segera mendapat banyak pandangan diskriminasi dari semua orang yang menghadiri pesta     Minoritas yang berada dalam kerumunan mayoritas, memang cenderung mendapat pandangan diskriminasi yang membuat tak nyaman.     Tapi untungnya Elang peka, ia menggertak teman-temannya sendiri yang berani mendiskrimanasi adiknya, hanya karena mereka beda jurusan di sekolah.     Theo tertawa sendiri dengan kelakuan kakaknya itu. Ia jadi ingat saat mereka masih TK dulu. Elang sering menyerang anak-anak yang jail pada Theo. Padahal badannya kecil, tapi hobinya menantang dan berkelahi dengan siapapun. Tidak sinkron sama sekali.     "Tuh, dia, tuh!" Theo menarik Elang dari belakangnya.     Elang berusaha meronta, tapi tidak bisa. Matanya sudah terlanjur bertemu dengan mata Luna.     Elang kemudian melirik ke kanan dan ke kiri. Ia akhirnya sadar, bahwa pandangan orang-orang tadi, tak hanya mendikriminasi keberadaan Theo, tapi juga sedang menghakimi dirinya sendiri.     Tentu saja karena insiden memukul Luna waktu itu. Orangtua Luna yang juga berada di sini pun tengah menatap Elang dengan pandangan menghakimi. Masalah memang sudah diselesaikan dengan kekeluargaan, tapi bukan berarti rasa kesal mereka pada Elang menguap begitu saja     Orangtua mana yang rela anaknya disakiti? Orangtua tak akan semudah itu melupakan kesalahan-kesalahan orang lain pada anak-anak mereka.     Luna masih menatap Elang dari depan sana. Pandangan mereka kembali bertemu. Terdapat siratan rasa takut di wajah Luna. Tapi di saat bersamaan, binar-binar bahagia juga terpancar di sana.     "Buruan, ditungguin keles! Keburu jamuran orangnya!" Theo mendorong Elang agar ia cepat menjalankan niatnya.     Elang mengumpulkan keberanian. Ia mendekati Luna dengan langkah yang tegas. Dan sekarang mereka sudah saling berhadap-hadapan. Semua orang pun terdiam. Semua pandangan mata terfokus pada mereka.     Elang perlahan mengulurkan tangan. Tangan itu tengah membawa sebuah kota berwarna pink dengan motif Hello Kitty. Warna dan motif yang sama dengan undangan yang diberikan Luna waktu itu. Warna dan motif favoritnya.     "Happy birthday!"     Luna hanya diam mematung, ia masih menatap Elang tanpa berkedip. Hingga akhirnya ia tersenyum, dan perlahan tangannya meraih hadiah yang diberikan oleh Elang. "Thanks, Lang."     Dalam hitungan detik, terdengar tepuk tangan riuh dari semua orang yang ada di sana. Pada awalnya mereka menduga-duga apa yang akan dilakukan oleh Elang.     Kejadian waktu itu tentu masih membekas di benak mereka, tak heran jika mereka negative thinking pada awalnya. Tapi kalau pada kenyataannya Elang memiliki iktikad baik seperti ini, maka mereka ikut senang. Bahkan orangtua Luna pun tak lagi memasang wajah marah.     Berbagai sorakan ciyeee ciyeeee segera memenuhi aula ini.     Theo tidak ikut bersorak sorai bersama mereka. Semua terlalu canggung tentu saja. Ia hanya ikut tersenyum bahagia. Setelah itu, Theo memutuskan untuk menunggu Elang di luar venue. Karena ia tetap merasa tak nyaman di sini, meskipun pandangan diskriminasi dari mereka sudah berkurang sekalipun.     Theo bersiul-siul di samping mobil merah milik Yas. Kedua tangannya terlipat di d**a. Pandangannya terarah bebas menelusuri jalanan lengang di depan sana.     Hingga mata Theo menangkap bayangan seseorang yang sangat tidak asing. Seseorang itu sedang mengayuh sepeda onthel  dengan kecepatan santai. Entah mau ke mana, yang jelas ia berdandan cantik sekali.     Alila … guru Akuntansi itu memang selalu cantik, bukan?     Senyuman Theo merekah sangat lebar. Langkah Theo perlahan terayun, kemudian ia berlari, mengejar orang itu agar tidak ketinggalan terlalu jauh.   *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD