6

1528 Words
"Pokoknya hari ini gue harus bisa ajak Alya jadi pacar pura-pura gue tanpa ribet. Dia sekretaris pemalas dengan pemikiran pendek jadi seharusnya gak akan jadi masalah sulit buat mengajaknya." Batin Rendra dengan senyuman miring di wajahnya. Pada akhirnya Rendra menyetujui saran gila dari Rafa, berpura-pura pacaran dengan Alya. Entah setan mana yang berhasil meracuni pikiran logisnya. Bagi Rendra, hanya itu satu-satunya cara untuk menghentikan tindakan perjodohan Siti Nurbaya yang akan dilakukan oleh Alicia. Rendra masih mencintai masa-masa kesendiriannya, maka dari itu ia rela melakukan rencana segila itu. Sesampainya di kantor, seluruh tatapan para karyawan tertuju padanya. Tatapan bingung, terkejut dan aneh bercampur jadi satu. Bukan karena Rendra salah kostum ke kantor, melainkan warna rambutnya yang tak lazim. Semula hitam, sekarang berubah menjadi coklat. Menambah kesan cool pada dirinya. Siapa yang tak heran mengetahui pemimpin mereka melakukan pelanggaran aturan disiplin karyawan ? Mengecat rambut seperti remaja labil. Terlebih ini dilakukan oleh lelaki yang terkenal jenius dengan sejuta pesonanya, Narendra. Rendra membuka pintu ruangannya, mendapati sosok Alya sedang menutup tirai dinding kaca di belakang kursi kerjanya. Sosok Alya berbeda juga dari yang biasanya. Rambut yang biasanya diikat ponytail, kini dibiarkan tergerai indah sampai pinggangnya. Wajahnya juga tampak lebih putih. Rendra hampir meninggalkan bumi jika ia terlambat menyadarkan pikirannya. Alya berbalik badan. "Oh selamat pagi, Pak Rendra." "Pagi." "C'mon little ice man ! Ini mudah !" Umpat Rendra dalam hati. "Karena saya sudah selesai dengan tugas saya di ruangan anda, maka saya kembali dulu ke ruangan saya. Permisi." Pamit Alya, acuh dengan warna rambut Rendra yang sedikit mencolok tersebut. Rendra membiarkan Alya pergi, mentalnya belum siap untuk menghadapi Alya. Fakta tersebut membuat Rendra mengumpati dirinya sendiri dalam batin dan pikirannya. "Sial ! Apa susahnya berhadapan dengan the lazy girl itu ?!" Rendra duduk di kursinya, membiarkan udara AC mendinginkan kepalanya yang sungguh memanas. Seruan ibunya 2 hari yang lalu bagaikan seorang pemimpin yang mengibarkan bendera perang kepadanya. Tak disangka-sangka ibunya yang sangat ia takuti itu, bertindak tegas dengan kehidupan asmaranya. Dering iphone membuyarkan lamunan Rendra. Ia mengangkatnya tanpa melihat nama si pemanggil. "Halo ?" "Brother, hari ini gue ada belajar kelompok di rumah temen. Jadi brother gak usah jemput. By the way, model rambut brother kece amat." Randy mengerang malas. "Deuh iya dah iya makasih. Akhirnya lo kasih gue waktu buat istirahat." Arini berdecak. "Seneng amat lo gue kasih waktu senggang sedikit. Ya udah, gue tutup." Haah.. emang dasar adik ceriwis. *** Jam 11.30 siang, aku sudah mempersiapkan mental untuk menghadapi Alya. Ini memang nggak mudah untukku yang bukan seorang cowok player. Yang bahkan sangat tidak akrab dengan kaum hawa. Namun, demi kehidupan tenang aku rela melakukan hal sejauh ini. Kubuka pintu ruangan Alya tanpa ketuk pintu maupun mengucapkan apapun. Alya fokus pada layar laptopnya, bahkan masih tak peduli dengan kehadiranku. Kukira dia sedang bermalas-malasan, perkiraanku sangat salah. Alya menoleh. "Ada apa, Pak ? Seharusnya bapak ketuk pintu atau apapun itu sebelum masuk kesini." Sekretaris bossy ? Are you kidding me ? Aku berdehem. "Terserah saya mau ngapain disini itu bukan urusan saya. Saya tak akan berbasa-basi disini, dengar. Ini penting dan menyangkut kehidupan saya, aku tak ingin mendengar penolakan. Aku minta kau jadi pacar pura-puraku." Keadaan langsung hening. Alya menatapku tanpa ekspresi, seolah kedua telinganya tak mendengar apapun. "Bapak, setahu saya ini bukan tanggal 1 April dan ini bukan waktunya untuk bercanda." Sahutnya setelah lama terdiam satu sama lain. Aku berdecak. "Kau pikir aku akan repot-repot melakukan hal bodoh ini kepadamu ? Aku serius, Nona Kiralya." Alya mendelik tajam. "Untuk apa ? Saya bekerja disini bukan untuk main-main." Rendra menyandarkan tubuhnya di meja Alya. "Dengar Nona, ini jalan satu-satunya supaya ibuku tidak menjodohkan aku ala Siti Nurbaya. Ayolah, hanya beberapa minggu. Di depan keluargaku saja, di kantor kita berlagak seperti kemarin-kemarin." Tatapan Alya masih mendelik tajam tanpa takut kepada Rendra. Permintaan konyol atasannya itu benar-benar tak terduga olehnya. Apalagi jika dilihat lagi sikap Rendra sangat dingin juga arogan. Tak mungkin akan melakukan hal-hal tak berguna seperti itu. Salah. Salah besar. Perkiraan Alya dipukul jauh-jauh oleh palu godam. Hari ini, tahun ini, jam ini, detik ini, kedua telinganya mendengar permintaan aneh itu keluar dari mulut Rendra. "Itu urusan bapak, ya. Jangan bawa-bawa saya ke dalam urusan pribadi bapak." Tukas Alya penuh penekanan. Rendra berdecak. "Aku sendiri juga tak mau melakukan ini. Hanya cari cara cepat, jadi aku minta kamu membantuku sekarang." Alya menggeleng. "Tak bisa, Pak. Maaf. Saya tidak seperti w************n yang gampang dirayu dengan harta. Dan, saya lebih memilih tenggelam di samudera pasifik daripada harus menjadi pacar pura-pura anda." "K..keras kepala sekali ! Dan apa barusan ? Dia berani berkata seperti itu di hadapanku ?!" Batin Rendra tercengang dengan penolakan keras dari Alya tersebut. "Kiralya kau sekarang bera-" Alya berdiri. "Dan bisakah bapak keluar sekarang ? Ini sudah jam istirahat. Jangan berada di wilayah privasi saya di kantor." Rendra menggeram pelan melihat sifat Alya yang mulai berani kepadanya. Ia tak tahu apa sisi tersembunyi dalam diri Alya. Selama ini ia kira Alya sama seperti perempuan lainnya dengan nilai plus, pemalas. Nyatanya tidak. Kini Alya berdiri di ambang pintu ruang kerjanya, menatap Rendra dengan tajamnya dan menyuruhnya keluar. Rendra tak bisa percaya sama sekali. Baru kali ini ada karyawan yang menentang dirinya. "Sepertinya untuk mendapatkanmu harus lebih keras lagi." Batin Rendra. #at 12.00 P.M Alya duduk bersama Selma lagi di kantin kantor PTC. Mengobrol bersama Selma di jam istirahat kantor memang sudah menjadi rutinitas Alya setiap harinya. Alya mendesah lemas. "Lo tau, Sel ? Rasanya hari ini mimpi terburuk gue terwujud." "Apaan ? Jangan bilang Rendra nembak lo." Alya langsung tersedak jus alpukat setelah mendengar penuturan Selma. Selma berdecak. "Tuh kan, ini reaksi yang sama seperti di hari pertama lo telat datang ke kantor. Kenapa ? Beneran kejadian noh ?" "Enak aja ! Lebih buruk dari itu ! Asal lo jangan bilang ini ke siapapun, oke ? Sebelum jam istirahat barusan Rendra minta tolong ke gue." Selma memutar bola matanya. "Minta tolong buat jadi pacar pura-puranya ?" Mata Alya terbuka lebar. "Tau darimana lo ?!" "Yee lo kira gue kudet ? Darimana lagi kalo bukan dari sepupu beda keluarganya Rendra, si Rafael tukang gombal itu." "Oh maksud orang dari Collins Group itu.." "Jadi, lo terima kagak permintaannya si Rendra ?" "Gak, gue bahkan bertindak kasar ke dia. Jujur aja, gue jengah sama sikap dingin bin arogannya itu !" Mata Selma tertumbuk pada sosok lelaki berambut coklat di belakang Alya. Duduk membelakangi Alya dalam jarak cukup jauh. Tak perlu menerka siapa lelaki itu. Di PTC hanya satu orang 'gila' berambut coklat, Narendra. Selma menyeringai kecil melihatnya. Pikiran jahil pun terlintas. Selma berdehem. "Udah lupakan topik si cold man itu. Betewe tipe cowok idaman lo apa, Al ?" "Kok tiba-tiba nanyain itu ?" Seperti yang Selma duga, lelaki yang duduk di belakang Alya itu adalah Rendra. Ia berusaha menguping pembicaraan Alya dengan Selma hanya karena.. iseng. Ya benar, hanya iseng. Kedua telinga Rendra langsung menegak ketika mendengar topik pembicaraan yang telah berubah. "Kesempatan !" Seru Rendra dalam hati. "Udah deh jawab aja, penasaran nih." Desak Selma sedikit memaksa. Alya menumpukan dagunya pada tangan kanannya. "Hmm.. gimana ya. Yah pokoknya tinggi, keren, jenius, baik akhlak budinya, rajin ibadah dan cowok baik-baik atau sebut saja gentleman." Selma tercengang mendengar jawaban Alya yang jauh dari dugaannya. Sahabatnya itu mengidamkan cowok yang rajin ibadah plus gentleman. "G..Gue gak salah denger, kan ? Setau gue lo sukanya sama yang hot-hot macam Rendra ?!" Alya memicingkan sebelah mata. "Hot ? Itu udah termasuk ke kategori keren kan ?" Rendra yang menguping tepat di belakang Alya juga sama terkejutnya dengan Selma. Apa ia harus merombak dirinya sendiri sampai seperti itu demi mendapatkan Alya ? Tinggi ? 181 CM tingginya. Keren ? Sangat malah. Jenius ? Ipk-nya saat lulus kuliah sangat tinggi. Baik akhlak budi ? Bahkan ia sendiri tak ingat kapan terakhir kali menolong orang lain. Rajin ibadah ? Sudah pasti, kalau tidak siap-siap saja telinga mendapat jeweran dari Alicia. Gentleman ? Sangat jarang. Itulah segelintir kepribadian Rendra yang nyaris memenuhi kriteria cowok idaman Alya. "Dia mengidamkan cowok kelas tinggi." Rutuk Rendra sambil memijat pelipisnya. *** Jam pulang. Alya segera membereskan barang-barangnya dan beberapa tugas kantor ia bawa pulang ke rumah. Ia tak ingin menumpuk kerjaan kantor di kantornya sementara di rumah ua sangat senggang. Keluar dari lift, Alya hendak menelpon Harris untuk segera menjemputnya. Sebetulnya Alya malas naik taksi makanya ia selalu numpang teman sekantornya. Alya letakkan ponsel di telinganya. "Halo, kak ? Bisa jem- aaaa !!" Tiba-tiba tangan Alya yang menggenggam ponsel ditarik oleh Rendra keluar dari gedung kantor. Untuk kedua kalinya kejadian seperti itu terjadi di kantor. "Pak Rendra, anda ini apa-apaan ?! Cepat lepas tangan saya !" Protes Alya sambil berusaha menarik tangan kanannya kembali. Tindak protesnya tak diindahkan oleh Rendra. Justru Rendra semakin erat menggenggam pergelangan tangan kanannya. Sampai di parkiran, Rendra menyuruh Alya masuk tanpa aba-aba. "Bapak !! Cepat turunkan saya sekarang juga !" Seru Alya marah setelah Rendra memasuki mobil. "Sudahlah, kau diam saja. Daripada menunggu sendirian di kantor lebih baik kau numpang ke mobilku saja." Sahut Rendra cuek. "Bapak gak capek, hah ?! Harus berapa kali saya bilang jika saya nggak mau membantu anda !" "Kita lihat saja, habis ini kau pasti akan terima permintaanku." "Dalam mimpi anda, Pak !" TBC 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD