Chapter 09.

1430 Words
Pak Kim tengah dalam perjalanan menuju ke ruang kerjanya ketika sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Pria paruh baya itu mengambil ponselnya dan garis wajahnya terlihat sedikit frustasi ketika melihat pesan singkat yang dikirimkan oleh putranya berulang-ulang. Pak Kim kemudian membuka pesan itu. 'Ayah, ayo jual rumah kita ...' 'Jual saja pada perusahaan bos Ayah ...' 'Bisakah kita pindah ke Penthouse? Aku dengar Ayah mengerjakan proyek Penthouse ...' 'Tidak bisakah melakukan satu hal saja yang membuatku bangga pada Ayah?' 'Aku bisa mati muda jika terus tinggal di rumah itu ...' 'Ayah .........' Pak Kim menghela napas panjang dan dalam. Dia kemudian bergumam, "apa yang salah dengan putraku? Aku sudah mendidiknya dengan baik, membesarkannya dengan kasih sayang. Hanya karena seekor anjing dia menuntutku untuk membeli Penthouse. Anak ini benar-benar ..." Pak Kim menggelengkan kepalanya, merasa cukup kesulitan menghadapi rengekan Tae Hwa ketika putranya itu bukan lagi anak kecil. Pak Kim hendak melanjutkan langkah yang sempat terhenti namun, begitu ia mengangkat wajahnya dia langsung terlonjak kaget. "Aigoo! Sajang-nim ..." Pak Kim berucap tak terima. Namun, dengan cepat nada bicaranya kembali normal. "Sejak kapan Sajang-nim berdiri di situ?" Seo Eun Kwang, pimpinan perusahaan di mana Pak Kim bekerja selama ini mengulas senyum lebar. Dan karena wajah Eun Kwang yang sangat sulit untuk menua, di kehidupan saat ini Pak Kim lah yang terlihat lebih tua dari Eun Kwang. "Kenapa Pak Kim berbicara sendirian?" "Eih ... itu bukan apa-apa, aku hanya sedang membicarakan tentang diriku sendiri." "Tapi aku mendengar sesuatu tentang membeli Penthouse. Pak Kim berencana membeli satu unit Penthouse?" Rasa keingintahuan si siluman rubah memang tidak bisa dilawan. Terkenal sebagai pemimpin yang ramah dan bijaksana, sebenarnya Eun Kwang adalah mata-mata paling handal di perusahaannya sendiri. Dia selalu ingin tahu bagaimana kehidupan pribadi para karyawannya yang semuanya adalah manusia. Wajar saja, dia bukanlah manusia meski saat ini sudah terbiasa mengkonsumsi makanan manusia. Pak Kim tiba-tiba berwajah canggung. Dia tersenyum tipis. "Tidak, bukan seperti itu. Hanya saja ... ini tentang putraku?" "Oh! Siapa namanya? Apakah itu Kim Tae Hwa?" "Sabang-nim masih mengingat nama putraku? Padahal aku hanya pernah menyebutkannya saty kali." "Eih ... aku memiliki ingatan yang tajam." Keduanya sempat saling melempar senyuman lebar. Eun Kwang kemudian memasukkan kedua tangannya pada saku celana dan melanjutkan pembicaraan. "Ada apa dengan putra Pak Kim? Apakah terjadi sesuatu?" "Semua ini karena seekor anjing!" Pak Kim memberikan penekanan pada kata terakhir. Batin Eun Kwang tersentak, tampak keterkejutan di wajahnya meski ia sendiri bukanlah anjing. Pak Kim melanjutkan, "tetangga baruku membeli seekor anjing. Sejak saat itu putraku terus menuntut untuk pindah dari sana." Eun Kwang tersenyum canggung dan menyahut, "memangnya apa yang salah pada anjingnya?" "Anjingnya tidak bermasalah, Sajang-nim. Yang bermasalah adalah putraku. Dia sangat takut terhadap semua jenis anjing." "Ah ... begitu rupanya." Eun Kwang kemudian tertawa dengan suara yang terdengar canggung. "Pantas saja, putra Pak Kim pasti mengalami banyak kesulitan selama ini. Kalau begitu, apa rencana yang Pak Kim miliki? Pak Kim akan pindah?" "Eih ... apa yang Sajang-nim bicarakan? Aku membeli rumah itu dengan susah payah. Jika bukan karena bantuan dari Sajang-nim, aku masih tinggal di Gwangju samlai saat ini." "Pertemuan kita adalah takdir, tidak perlu membesar-besarkannya. Tapi apakah putra Pak Kim menyarakan untuk pindah ke Penthouse?" "Ye?" Pak Kim sempat tertegun sebelum tertawa dengan canggung. "Apa yang Sajang-nim bicarakan? Itu hanya kalimat ceroboh dari anak-anak. Mana mungkin aku bisa membawa keluargaku ke Penthouse?" "Ayo pindah, aku akan memberikan separuh harga untuk Pak Kim?" "Heh??!" Pak Kim terperangah oleh ucapan Eun Kwang yang terdengar begitu mudah dan terucap dengan santai. "Sajang-nim ..." "Kenapa?" tanya Eun Kwang dengan raut wajah yang terlihat bingung. "Apa ada yang salah?" "Apa maksud Sajang-nim mengatakan hal semacam itu?" "Yang mana?" "Memberikan separuh harga untukku." "Ah ... memangnya kenapa? Kita sudah bekerja bersama dalam waktu yang cukup lama, perusahaan ini tidak akan bisa sebesar ini tanpa adanya Pak Kim. Aku bahkan sudah menganggap Pak Kim sebagai saudaraku. Bukankah Pak Kim juga berpikir hal yang sama?" "Tapi Sajang-nim, memberi separuh harga Penthouse bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan sebagai candaan." "Siapa yang sedang bercanda? Aku sedang serius. Minggu depan kita akan membuka Penthouse lima puluh lantai, aku akan memberikan Pak Kim satu unit di lantai tiga puluh lima dengan setengah harga, pastikan Pak Kim pindah ke sana." Eun Kwang membuat gerakan menembak dengan satu tangannya sembari mengedipkan sebelah matanya sebelum meninggalkan Pak Kim. "Sajang-nim, kau tidak serius, bukan?" seru Pak Kim. Ingin terlihat keren, Eun Kwang hanya melambaikan tangannya tanpa berbalik. "Sajang-nim ..." Pak Kim menatap tak percaya. Dia bergumam, "dia orang yang sulit untuk ditebak. Bagaimana dia bisa melakukan hal ini? Setengah harga di lantai tiga puluh lima ..." Pak Kim kembali menggelengkan kepalanya. Keduanya mengenal sejak Pak Kim dan keluarga masih tinggal di Gwangju. Kala itu keduanya bertemu dan merancang bisnis properti hingga bisa sebesar sekarang. Namun, meski begitu Eun Kwang tidak pernah bertemu dengan keluarga Pak Kim. Seperti yang dikatakan oleh Pak Kim sebelumnya bahwa dia hanya pernah satu kali menyebutkan nama putranya di hadapan Eun Kwang. Dan karena itu pula Eun Kwang tidak tahu bahwa tuan yang tengah dinantikan oleh Tuan Mudanya telah berada di tempat yang sangat dekat dengannya selama ini. ~ ECLIPSE : IMOOGI'S REVENGE ~ Sepulang sekolah, sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh tiga sekawan itu. Tae Hwa dan Min Soo pergi ke Penthouse yang dikatakan menjadi tempat tinggal Son Dong Ju. Memasuki bangunan Penthouse tiga puluh lantai itu, dua pemuda yang memang berasal dari bagian kecil dari Gwangju itu terlihat canggung. Mereka berjalan beriringan, membiarkan rekan mereka berjalan di depan. "Ini seperti yang pernah aku lihat di televisi," gumam Min Soo. "Tidak sebesar dengan proyek yang dikerjakan ayahku," sahut Tae Hwa. "Bagaimana kau bisa tahu? Kau bahkan tidak pernah datang ke sana?" "Aku melihatnya di ruang kerja ayahku." Keduanya kemudian terburu-buru berebut masuk lift ketika Dong Ju telah berada di dalam lift. Keduanya kemudian berdiri mengapit Dong Ju. "Apakah kakakmu ada di rumah?" tanya Tae Hwa. "Sepertinya begitu." "Apakah kedatangan kami tidak akan mengganggu kakakmu?" tanya Min Soo. "Jika itu membuatnya terganggu, sebaiknya kami pergi saja," Tae Hwa menimpali. "Dia tidak pernah bermasalah dengan orang-orang yang bertamu." "Berapakah usia kakamu sekarang?" Tae Hwa kembali bertanya. "Entahlah, aku tidak pernah menanyakan hal itu." "Eih ... kau ini bagaimana?" Min Soo sekilas menepuk lengan Dong Ju. Lift sampai di lantai atas, mereka kemudian keluar dari lift dan Tae Hwa serta Min Soo kembali berjalan di belakang Dong Ju. Dong Ju menggunakan sebuah kartu berwarna hitam menyerupai kartu nama untuk mengakses pintu masuk. Dan setelah pintu terbuka, Dong Ju mempersilahkan kedua temannya untuk masuk lebih dulu. "Kau dulu yang masuk," tegur Min Soo. "Biasanya kau yang duluan," sahut Tae Hwa. "Kalau begitu aku yang masuk duluan." Min Soo kemudian menjadi orang pertama yang masuk. Pertama kalinya memasuki kediaman Dong Ju, kedua teman Dong Ju dibuat kagum dengan ruangan yang besar layaknya istana itu. "Woah ... kau benar-benar tinggal di sini?" gumam Tae Hwa. "Kalian boleh berkeliling, tapi jangan pergi ke sana," Dong Ju menunjuk sebuah lorong di lantai dasar, di mana lorong itu terbuat dari kaca yang mampu memantulkan bayangan apapun yang berada dalam cermin itu. Untuk sejenak Tae Hwa memandang lorong itu. Dia kemudian bertanya, "kenapa lorong yang ada di sana dibuat menggunakan kaca?" Min Soo turut memandang ke arah yang dimaksud oleh Tae Hwa. Dong Ju menyahut, "di ujung lorong itu ada kamar milik Hyeong. Dia ada di rumah saat ini." "Lalu, haruskah kita memberi salam dulu?" tanya Min Soo. "Tidak perlu, anggap saja rumah kalian sendiri." Dong Ju kemudian pergi ke sudut lain. Sementara Tae Hwa dan Min Soo melihat-lihat tempat tingga teman baik mereka. Keduanya berpisah saat Min Soo memaksa untuk pergi ke lantai dua di saat Tae Hwa masih merasa tertarik dengan bangunan di lantai dasar. Berjalan ke belakang, Tae Hwa menemukan sebuah kolam renang berukuran sedang. "Mereka juga memiliki kolam renang di sini?" gumam Tae Hwa. Langkah pelan Tae Hwa terhenti ketika ia melihat seseorang tengah berada di kolam. Seorang laki-laki yang tengah berdiri di dalam kolam tanpa mengenakan atasan dengan rambut yang basah, menyandarkan kedua tangannya pada tepian kolam. Tae Hwa langsung mengetahui bahwa itu adalah kakak Dong Ju. "Kau di sini?" tegur Dong Ju yang datang dari arah belakang. Dong Ju menghampiri Tae Hwa dan sempat melihat seseorang yang tengah berada di kolam renang. Dia kemudian kembali memandang Tae Hwa. "Ayo, ada yang ingin aku tunjukkan padamu." Dong Ju meraih bahu Tae Hwa dan sempat kembali memandang sosok sang kakak sebskum meninggalkan itu. "Kau sudah mulai berulah, Son Dong Ju ..." gumam sosok laki-laki yang berada di dalam kolam. Seulas senyum kemudian tersungging di salah satu sudut bibirnya. ~ ECLIPSE : IMOOGI'S REVENGE ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD