Chapter 1 - Penghianatan

1611 Words
Camellia Evalina atau yang biasa disapa dengan sebutan Eva, kini berjalan dengan anggun menuju ke apartemen sang kekasih. Rambut hitam panjang terurai dengan balutan dress berwarna cream membuatnya terlihat semakin cantik dan anggun. Ia ingin mengejutkan Maxim, kekasihnya yang sudah satu bulan tidak bertemu dengan dirinya. Hari ini adalah hari ulang tahun Max, dan Eva ingin memberikan sebuah hadiah kejutan untuknya. Tanpa sepengetahuan Max tentunya, yah namanya juga kejutan, kalo tahu kan bukan kejutan lagi, tapi pengumuman, ya kan? Eva yang kini sibuk dengan pendaftaran masuk perguruan tinggi di Singapura, harus berusaha menahan rasa rindunya kepada sang kekasih. Eva harus menahan hasrat dan kerinduan, dengan terpisahkan oleh jarak yang cukup jauh antara Singapura dan Jakarta. Semua mata tertuju kepada Eva, siapa yang menyangka jika gadis yang berpenampilan dewasa itu, masih berusia sembilan belas tahun. Eva memasuki lift untuk naik menuju ke lantai dua puluh lima. Ketika masuk lift hanya Eva sendiri tanpa ada orang lain. Namun ketika lift hendak tertutup, tangan seseorang menahan lift itu. Seketika itu juga pintu Lift kembali terbuka lebar. “Maaf, saya ikut,” kata wanita berpakaian minim dan sexy itu dengan senyum mengembangnya. “Silahkan,” kata Eva dengan ramah. ‘Emang ya, jaman sekarang orang suka pake baju yang kekurangan bahan kayak gitu ya,’ kata Eva di dalam hatinya. Eva memang suka berpakaian modis, tapi tidak kekurangan bahan seperti wanita yang ada di hadapannya saat ini. Wanita itu nampak seusia dengan dirinya, yang mungkin sebelas dua belas lah kalo masalah umur. Eva bersandar di dinding belakang lift, sementara wanita itu, berdiri di hadapan Eva. Dengan sekotak kue tart berada di tangan kirinya, sedangkan tangan kanan memegang ponselnya. Sepertinya dia hendak menelfon seseorang. Tepat. Seperti dugaan Eva, beberapa saat kemudian wanita itu menempelkan benda pipih di telinga kanannya. “Sayang, kamu jangan ke mana-mana ya. Aku kangen banget sama kamu loh. Aku juga udah Bawa kado istimewa buat kamu,” ujarnya kepada lawan bicara di seberang sana. Entah kenapa Eva merasa jengah dengan percakapan, yang dia dengar antara perempuan itu dengan kekasihnya. Padahal wanita itu baru saja memulai percakapannya. Yah Eva hanya menebak-nebak saja, karena dia juga tidak tahu dengan siapa wanita itu berbicara, bukan? “Iya ... aku juga sudah membawa pengaman yang super tipis,” lanjut wanita itu dengan suara yang dibuat sensual. ‘Dih ... nyebelin banget sih. Ya Tuhan apa lagi ini, bisa-bisanya dia berbicara tanpa filter di tempat umum begini, dia kira aku ini apa? patung pancoran,’ gerutu Eva di dalam hatinya. Ia hanya mampu menahan kekesalan dan juga menahan emosi karena menurutnya, lift yang dia tumpangi cukup lambat sampai ke lantai tujuannya. Lagi-lagi Eva harus di uji dengan kesabaran yang cukup banyak. Efek jetleg di pesawat belum hilang dan di sini harus bertemu dengan manusia aneh. “Apa ... kamu mau pake gaya kuda terjun, is kamu nakal deh,” lanjut wanita itu. Eva melotot. Matanya membulat dengan sempurna. Dirinya ingin sekali mengumpat karena kesal. “Iya ... aku juga sudah bawa borgol dan juga tali.” Wanita itu melirik ke arah Eva dari balik cermin di hadapannya. Namun Eva berusaha membuang wajahnya ke arah samping. Berusaha tuli dan tidak tau apa-apa, ia takut jika wanita itu tersinggung. ‘Astaga ... telinga suciku,’ jerit Eva di dalam hatinya saat ini. Entah kenapa Eva merasa jijik dengan percakapan yang tidak sengaja dia dengarnya. Seolah telinga sucinya ternodai dengan kata-kata kotor wanita di hadapannya saat ini. Ingin sekali Eva berlari meninggalkan lift itu sekarang juga. Eva segera menyumpal telinganya menggunakan headset, agar telinga sucinya tidak semakin ternoda dengan suara yang membuat gendang telinga Eva bergetar hebat. Dengan cepat Eva memutar lagu Dewa sembilan belas yang berjudul Kangen dengan volume yang cukup tinggi, yah daripada harus mendengarkan percakapan biadab itu, eva memilih untuk menyumpal telinganya dengan benda mungil multi fungsi. Ting! Suara dentingan lift membuat Eva tersadar jika dirinya sudah sampai di lantai dua puluh lima. Wanita itu berjalan melenggang meninggalkan Eva, yang masih jengkel. “Dasar, nggak tau malu nggak punya adab banget sih,” gerutut Eva pelan, takut jika wanita itu masih bisa mendengarnya berbicara. Eva berjalan di belakang wanita itu dengan langkah perlahan. Dirinya sempat mengira jika wanita itu hanya kebetulan turun di lantai yang sama. Namun ketika wanita itu berhenti di depan pintu Max, entah mengapa Eva mendadak linglung. Deg. Dadanya berdenyut nyeri ketika melihat langkah kaki wanita itu berhenti di depan pintu kamar Max, kekasihnya. Eva berusaha mengerjap-ngerjapkan matanya untuk memastikan jika matanya tidak salah melihat. Namun memang semua itu benar adanya. Itu memang kamar Max. Kaki Eva mendadak lemas dan tidak mampu melanjutkan langkahnya. Dalam hitungan detik pintu apartemen itu dibuka, namun sayang Eva tidak bisa melihat Max karena pintu itu memang berlawanan dan menutupi bagian tubuh Max. “Hai sayang, are you ready?” teriak wanita itu. “Aku akan memakanmu!” kata lelaki itu. Suara berat itu jelas milik Maxim kekasihnya. Eva tidak mungkin salah mengenali suara yang sudah selama tiga tahun dia dengar hampir setiap malam sebelum tidurnya melalui panggilan telepon. Dengan cepat Wanita itu bergelayut manja dan pintu apartemen itu juga ditutup dengan begitu kerasnya. Hal itu mampu membuat Eva tersentak karena kaget. Eva meremas kain pinggiran dress yang ia kenakan saat ini. Hatinya mendadak ragu, antara ingin masuk atau mundur. Namun Eva sudah membulatkan hati dan tekadnya untuk tetap masuk dan melabrak sang kekasih. Ia lebih baik sakit hati daripada harus pura-pura tidak tahu atas perbuatan sang kekasih. “Pantas saja selama sebulan dia tidak terlalu menanyakan kabar ku,” geram Eva. Langkah kakinya melaju dengan cepat memencet tombol angka yang ada di pintu. Eva membuka pintu perlahan-lahan lalu melangkah memasukinya. Suara decapan menjijikan itu memenuhi seluruh ruangan, hal itu malah semakin membuat Eva geram dan murka. “Aku sudah tidak tahan ingin memasukimu sayang,” ujar Max dengan suara paraunya. Mata Eva mebulat dengan sempurna, mendapati pemandangan mejijikkan di depan matanya saat ini. Pemandangan di mana Max yang handak memasukki wanita di bawahnya saat ini dan keduanya sama-sama tanpa mengenakan sehelai benangpun. Bisa-bisanya mereka melakukan hal itu di sofa ruang keluarga di mana Eva dulu sering menghabiskan waktu bersama di situ. Eva mengumpulkan nyali untuk melabrak Max dan kekasih selingkuhannya. “Dasar b******k kamu Max, bisa-bisanya kamu bermain dengan jalang di belakangku!” teriak Eva lalu melemparkan satu kotak kue yang ada di tangannya. Bugh! Kotak mendarat tepat di wajah Max. Sementara Max dan selingkuhannya tak kalah terkejutnya dengan Eva saat ini. Eva berlari meninggalkan kedua pasangan selingkuhan itu. “Max, kamu mau ke mana?” tanya Lirna kepada Max. Siapa yang mau jika sedang di ujung hasrat malah akan ditinggalkan. “Mau kejar cewek gue lah,” bentak Max sambil berlari mengenakan celana pendeknya. “Terus hubungan kita selama ini apa max?” tanya Lirna yang masih menahan lengan Max agar tidak pergi, sementara tangan yang satunya memegang selimut untuk menutupi bagian tubuhnya. “Ck, kan kamu dari awal tahu jika kita hanya bermain di belakang Eva, kamu juga tahu kan jika kamu aku jadikan yang ke dua,” bentak Max. Lelaki itu melepaskan cekalan tangan Lirna lalu berlari mengejar Eva. Lirna hanya mampu berdecak kesal karena perlakuan Max kepada dirinya. Sementara itu, Eva berlari sekuat tenaga agar Max tidak bisa mengejarnya. Eva meraih benda pipih di dalam handbag–nya, lalu segera menghubungi Raihan. “Rai ... jemput gue sekarang juga di apartemen Max!” “Dua menit lagi sampe, gue kebetulan ada di deket situ,” kata Raihan segera mengakhiri panggilan teleponnya. “Dasar bodoh, sudah aku peringatkan berkali-kali tapi elo nggak pernah menghiraukan omongan gue,” gerutu Raihan yang sedari tadi memang masih menunggu Eva di lantai dasar setelah mengantarnya. Eva berlari menuju ke arah mobil Raihan di seberang jalan. “Eva ... tunggu!” teriak Max berusaha menghentikan Eva. Bahkan lelaki itu sudah tidak memperdulikan tatapan dari orang-orang, karena wajahnya yang dipenuhi wipecream dari kue yang dilempar oleh Eva ke wajahnya. Eva segera mempercepat langkah kakinya. “Eva please dengerin penjelasan gue!” kata Max sambil meraih jemari Eva. Max kini berhasil menghentikan langkah Eva. “Penjelasan apa lagi yang ingin kamu sampaikan Max. Bahkan aku sudah mendengarkan percakapan menjijikan kalian dari dalam lift!” jerit Eva. Ucapan Eva membuat seluruh mata tetuju pada mereka saat ini. “Eva please kasih kesempatan aku sekali lagi, hanya kamu yang aku cinta.” “Bulshit!” Plak! Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kiri Max. “Mulai detik ini, kita putus!” Eva segera meninggal Max lalu segera menaiki mobil Raihan, dengan meninggalkan bekas ukiran tangan berwarna merah di pipi Max. Semua itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang di rasakan oleh Eva saat ini. Max hanya mampu menatap kepergian Eva sembari merutuki kebodohannya. “Aarrrgh ...,” teriak Max frustasi. “Stop menghakimi gue Rai!” Ujar Eva, padahal lelaki itu belum mengatakan apapun kepadanya. Namun Eva sudah terlebih dahulu membungkam mulut Raihan dengan ucapannya. “Hem iya ... lo mau ke mana? gue anterin,” tawar Raihan. “Pulang.” Eva kembali bungkam dan menatap ke arah depan. “Oke gue anterin, tapi lo harus janji jangan buat masalah lagi!” imbuh Raihan. “Hem ... buruan jalan!” perintah Eva. ‘Sampai kapan elo nggak menyadari perasaan gue Va,’ kata Raihan di dalam hatinya. ... “Hai Ma,” sapa Eva kepada Farida. “Kamu sudah pulang Eva, kamu nangis?” tebak Farida asal karena melihat mata Eva yang memerah. “Enggak kok Ma, ini efek jetlag aja. Ya udah Eva ke kamar dulu ya Ma,” pamitnya kepada sang Mama. “Eva ... malam ini kamu harus menghadiri pesta peresmian perusahaan baru Kakakmu, jangan lupa datang dan ingat jangan buat masalah!” kata Farida mewanti-wanti. “Iya Ma.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD