Episode 4

1414 Words
    Rindi tengah berjalan di sisi pantai dengan kaki telanjangnya. Ia membiarkan ombak menerpa kaki telanjangnya, membuat rasa sejuk menerpanya. Laut memang selalu membuatnya nyaman dan tenang. Ia menatap8i hamparan lautan luas di depannya dengan melipat kedua tangannya di d**a. Rambut panjangnya diikat asal, membuat beberapa helai rambutnya keluar dari ikatan dan melambai indah di sekitar wajahnya dan di bagian tengkuknya. "Ternyata kau di sini," ucap seseorang membuat Rindi menengok ke arahnya. Rindi hendak berlalu pergi meninggalkan Daffa tetapi tangan Daffa sudah lebih dulu menahan pergelangan tangannya. "Lepas!" ucap Rindi terdengar begitu dingin. "Ayolah Randa, kamu ini kenapa sih? Biasanya kamu selalu mengajakku pergi bersama, kamu sedang marahan dengan Samuel atau gimana? Kenapa terlihat sensi sekali," ujar Daffa membuat Rindi mendengus kesal. Bagaimana bisa Randa berteman dengan laki-laki berisik seperti Daffa. Apalagi infotaiment selalu memberitakan hal negative tentang pria ini. Pria yang memiliki gaya hidup bebas, dan tanpa malu mendapat gelar Player. "Aku sedang tak mode berbicara denganmu," ujar  Rindi menepis tangan Daffa dan beranjak pergi. "Kenapa? Apa karena kau tak mengenalku, nona Rindi." Deg... Rindi menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Daffa barusan. Ia berbalik menghadap ke arah Daffa yang tengah tersenyum manis padanya, tetapi Rindi sadar itu bukanlah senyuman manis seperti biasanya melainkan senyuman misterius yang menyimpan seribu arti. "Ada apa? kamu kaget karena aku mengetahui identitas aslimu?" Daffa berjalan mendekati Rindi dengan memasukan sebelah tangannya ke dalam saku celana jeans putihnya. "Identitas apa maksudmu?" ujar Rindi masih menahan kekesalannya dan berpura-pura tak memahami apa yang di maksud Daffa. "Identitas kalau kamu bukanlah Randa Basupati melainkan Rindi Basupati, kembaran dari Randa. Aku tau, karena sikapmu sangat bertolak belakang dengan Randa." "Lalu setelah mengetahuinya, kamu mau apa? mau melaporkannya?" tanya Rindi menantang Daffa dengan tatapan sinisnya. "Tidak, aku bukan tipe orang penjilat. Tak ada untungnya juga aku melaporkanmu kepada orang tua itu!" ujarnya membuat Rindi mengernyitkan dahinya bingung. Apa mau pria ini? "Baiklah kalau begitu tak ada masalah." Rindi hendak berlalu tetapi Daffa kembali menarik tangan Rindi hingga tubuhnya menabrak d**a bidang Daffa. "Lepaskan! apa lagi mau kamu?" pekik Rindi sudah sangat emosi. "Jangan emosi begitu. Dengar, aku tetap membutuhkan imbalan darimu untuk rahasia ini," ujar Daffa menampilkan seringainya dan sialnya itu terlihat sangat tampan. "Aku tidak meminta kamu untuk menyimpan rahasia ini. Lepaskan!" Rindi terus memberontak tetapi Daffa malah semakin merengkuhnya. "Begini nona Rindi, bukan hanya kamu yang rugi kalau identitasmu tersebar hingga ke media, tetapi juga Randa kembaranmu itu. Bisa saja kalian berdua di anggap penipu," ucap Dafa membuat Rindi semakin mendengus kesal. "Lalu apa mau mu sekarang, tuan Daffa yang terhormat!" Rindi mengangkat wajahnya dengan angkuh seakan tak ingin terintimidasi oleh seorang Daffa. "Bagaimana kalau malam ini di kamarku," tawar Daffa dengan menaikkan sebelah alisnya. "Aku akan menjamin keamanan identitasmu itu!" tambah Daffa tanpa melihat wajah penuh amarah Rindi. Sekuat tenaga Rindi mendorong tubuh Daffa hingga terlepas dari rengkuhannya. Dan membuat Daffa mundur selangkah ke belakang. Plak...Rindi menampar wajah Daffa dengan sangat keras membuat Daffa meringis dan memegang pipinya yang terasa ngilu. "Dasar b******k! loe pikir gue cewek apaan, hah? Gue bukan cewek murahan! Jangan samakan gue dengan p*****r p*****r loe!" amuk Rindi. "Dengar, tuan Daffa Arya Ghossan yang terhormat, aku tidak perduli dengan ancamanmu itu. Kamu mau membeberkan identitasku yang menyamar sebagai Randa, silahkan saja! Sekalian adakan konferensi pers, karena aku tidak perduli!" ujar Rindi penuh penekanan tepat di depan wajah Daffa. Setelah puas, dengan d**a yang naik turun karena emosi, Rindipun berlalu pergi meninggalkan Daffa sendirian. Daffa tersenyum kecil sambil mengusap pipinya yang terasa ngilu. "Dia itu benar-benar!" kekehnya. "Dia pikir aku mau ngapain? aku hanya ingin mengobrol dengannya. Tidak mungkin aku mengajaknya ke restaurant di daerah sini. Aku malas di kerumuni dan di ganggu oleh para wanita barbar." Daffa terus memperhatikan punggung Rindi yang sudah menjauh. "Sepertinya kali ini tantanganmu sangat sulit, Daffa! Ayolah sang petualang, kita luluhkan gadis galak itu." gumamnya diiringi senyumannya dan berlalu pergi. ♣♣♣ Di dalam kamar hotelnya, Rindi mondar mandir karena kekesalannya. Hatinya langsung bergemuruh mendengar ucapan Daffa tadi. Ia merasa di rendahkan oleh pria itu. Daffa pikir, Rindi ini gadis murahan yang rela memberikan selangkangannya kepada artis arrogant macam dia. "Dia pikir dia siap?  Walaupun wajahnya bak dewa yunani, tetapi kelakuannya mirip sekali dengan iblis. Dasar pria arrogant, c***l, m***m. Mati saja kau Daffa sialan!" amuk Rindi sangat kesal seraya melempari semua bantal dari atas ranjangnya ke lantai. "Dia pikir, dia itu siapa, hah? Berani sekali dia mengajakku ke kamarnya! dia pikir semua wanita akan tunduk karena ketampanannya? Ya Tuhan, aku butuh Percy sekarang," gumam Rindi mengusap wajahnya gusar. Ia beranjak dari atas ranjang segera mengambil handphonenya dan mencoba menghubungi Percy, tetapi tak ada yang mengangkatnya. "Kenapa tidak di angkat? Kamu dimana sih Percy, aku butuh kamu," gumam Rindi. ♣♣♣ Sedangkan di tempat Percy berada saat ini. Percy tengah pergi bersama Rasya dan Pretty menuju ke sebuah mall, mereka berjalan-jalan dan menonton film komedi. Pretty terlihat menatap kosong layar bioskop tanpa merasa terhibur walau yang lain terlihat tertawa. Rasya bahkan tertawa terbahak-bahak karena filmnya, Rasya memang sangat menyukai film comedy sama seperti Percy. "Ini sangat konyol, Per." ucap Rasya dengan sisa kekehannya. "Loe bener, Sya.hha." tawa Percy. Rasya dan Percy mengobrol dengan antusias, hingga pandangan Rasya terarah ke arah Pretty yang hanya diam saja di sampingnya. "Prit, apa tidak seru ceritanya?" tanya Rasya membuat Percy ikut menatap ke arah adik kesayangannya. "Aku ngantuk," dusta Pretty. "Apa kita lebih baik pulang saja?" tanya Percy. "Sebaiknya seperti itu, Per." ujar Rasya dan merekapun memutuskan untuk pergi meninggalkan bioskop. Kini mereka tengah makan di tempat jajanan kuliner malam di pinggir jalan. Percy memesan berbagai macam makanan untuk mereka. Pretty hanya mengaduk makanannya tanpa selera. Kebetulan itu makanan kesukaan Azka. "Martabak telor," ujar Rasya antusias. "Ini makanan kesukaan kita, Sya. Sepertinya kita harus bertanding untuk mengetahui siapa yang bisa menghabiskannya terlebih dulu," tantang Percy. "Ide bagus, Per! Prit, loe yang jadi wasitnya yah," ujar Rasya dan Pretty hanya tersenyum kecil. "Baiklah kita mulai pertandingannya," ujar Percy. "Akan aku hitung sampai tiga, 1..2..3,, mulai." ujar Pretty. Rasya bersama Percy menikmati potongan martabak telor yang ada di atas meja. "ssshhhtt,, panas," gumam Rasya meringis kecil. "Cemen loe!" ejek Percy dan Rasya hanya mencibir. Ia kembali memakan martabaknya itu dengan sangat lahap. Pretty tersenyum melihat kekonyolan Kakak dan Sahabatnya itu, mereka memang terlihat cocok dengan berbagai kesamaan yang mereka miliki. "Yes,, gue menang!" ucap Percy bangga sambil mengunyah makannya. "Martabaknya masih panas, lidah gue gak biasa makan yang masih panas," ucap Rasya. "Ngeles aja loe!" ujar Percy dan Pretty hanya tersenyum. "Nih, bersihin tuh mulut. Belepotan banget sausnya." Rasya menyerahkan tissue ke tangan Percy. Percy hanya terkekeh kecil seraya menerima tissue yang di sodorkan Rasya untuknya. ♣♣♣ Rasya baru saja masuk ke dalam rumah, tak lama sang Papa dan Mama memanggilnya ke ruang keluarga. "Kamu dari mana, Sya?" tanya Ratu yang sudah duduk di samping Angga. "Dari rumah Pretty, Ma." ujar Rasya. "Bagaimana dengan kondisi Pretty sekarang?" tanya Ratu. "Masih murung Ma, tapi tadi sedikit ada perubahan." “Syukurlah,” gumam Ratu merasa lega mendengarnya. "Sayang, Papa mau bicara sama kamu," ujar Angga tak ingin membuang-buang waktu. Ia melepas kaca mata minusnya yang bertengker di hidung mancungnya dan menyimpannya di atas meja. "Ada apa Ma, Pa? kelihatannya serius," tanya Rasya menatap kedua orangtuanya dengan tatapan ingin tau. "Sayang, om Edwin dan tante Dewi sudah melamar kamu untuk Percy." Deg.... Rasya mematung di tempatnya mendengar ucapan Angga barusan yang membuat otaknya mendadak macet. "Maksud Papa apa?" Rasya mencari kepastian dari ucapan Angga yang menurutnya serba mendadak. "Begini Nak, setelah pernikahan Pretty gagal. Kondisi Kakeknya Percy semakin drop, ia ingin melihat cucu pertamanya menikah saat ia masih hidup. Makanya tante Dewi dan om Edwin melamar kamu untuk menjadi istri dari Percy," jelas Angga dengan tenang, tetapi ekspresi Rasya jauh dari kata tenang, ia melebarkan matanya karena sangat kaget. "Tapi kenapa Rasya, Pa?" "Karena kami pikir kalian terlihat cocok, kalian juga sudah saling kenal satu sama lainnya dari sejak kecil." "Tapi Rindi?" "Ada apa dengan Rindi?" tanya Angga terlihat bingung. 'Sepertinya Papa tidak mengetahui hubungan Percy dan Rindi.' batin Rasya menatap nyalang ke arah meja di depannya. "Ada apa Sayang?" "Tidak Pa," jawab Rasya, ia mendadak bingung antara harus mengatakan perihal hubungan Rindi dan Percy atau tidak, karena selama ini mereka sama sekali tidak mengetahui hubungan backstreet mereka. "Kami akan membicarakan ini lagi besok malam dengan makan malam keluarga," ucap Angga. "Apa Papa sudah menerima lamaran mereka?" tanpa sadar Rasya meremas kedua tangannya saat menanti jawaban dari Angga. "Iya Sayang, kenapa tidak. Papa senang bisa berbesan dengan anggota Brotherhood. Itu mampu mempererat tali silaturahmi persahabatan kami." Rasya terdiam memikirkan ucapan sang Papa, ada kelegaan sekaligus keresahan di dalam hatinya. "Ada apa, Sayang? Kamu tidak senang?" tanya Ratu yang sejak tadi memperhatikan ekspresi putri semata wayangnya. "Bukan, ini sangat mendadak sekali," ucap Rasya terdiam memikirkannya. "Jangan terlalu memikirkannya, Sayang. Semuanya pasti akan baik-baik saja," ucap Ratu membelai lengan Rasya. Rasya hanya tersenyum kecil ke arah orangtuanya. ♣♣♣
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD