22

1305 คำ
‘Maafin Jasmine ya, Bu. Jasmine gak ada pilihan lain, Jasmine harus ambil cara ini. Kesehatan ibu prioritas utama untuk Jasmine.’ Batin Jasmine memantapkan tekadnya. Detik kemudian lift tersebut terbuka. Jasmine tampak memegang erat tali tasnya dan mulai melangkah keluar dari kotak besi itu. Sesaat kemudian, matanya di manjakan dengan pemandangan seluruh kota dari ketinggian. Lantai ini hampir sama dengan lantai di atasnya, walau sudah jelas jika lantai atas lebih bagus dan lebih mewah dari ini. Dengan mata berbinar dan mulut sedikit menganga, Jasmine melangkah mengelilingi ruangan tersebut. Sungguh baru kali ini dia melihat pemandangan seluruh kota dari ketinggian. Bahkan, Matahari yang mulai meredupkan sinarnya tampak sangat cantik di sisi barat sana. Dari sini, Jasmine bisa melihat ada pantai dan pegunungan di sisi barat daya kota ini. Jasmine pernah mengunjungi tempat itu, tapi tak pernah menyangka jika bisa melihat pantai itu sekarang. Pantai yang dulu sering menjadi tempat Jasmine dan kedua orang tuanya menghabiskan waktu di akhir pekan. ‘Bapak, Jasmine kangen banget sama bapak.’ Batin Jasmine mengingat almarhum cinta pertamanya. Setetes cairan bening tampak mulai menuruni pipi putih mulus dan sedikit cubby itu. Meskipun bibir ranum berlapis lipgloss tersebut menampilkan senyumannya, tapi tak dapat di pungkiri jika hatinya saat ini tengah rapuh. Mencoba untuk tetap tegar di depan semua orang walau sebenarnya dia butuh bahu untuk bersandar. Memejamkan matanya sejenak. Mengembalikan tekad dan niatnya datang ke tempat ini. Bukan untuk menangis tapi untuk berjuang demi kesembuhan ibunya. Dan itu membuat air matanya semakin berani menampakkan diri. Saling adu kecepatan untuk sampai di kulit paling bawah dan terjun bebas ke lantai. Bahkan, tanpa sadar bahu Jasmine bergetar karena itu. Satu menit, Dua menit, Tiga menit, Hingga di menit ke lima, getaran di bahu Jasmine mulai mereda. Lantai yang tadinya bersih dari segala kotoran kini terdapat beberapa tetes air tepat di depan kaki mungil berbalut sneakers putih. Membuat seseorang yang sedari tadi diam mengamati setiap yang terjadi tampak menghela nafas panjang kemudian melirik ke atas meja. Menarik sehelai tissu berbungkus orange itu yang menyodorkannya ke depan Jasmine. Dan seketika, isakan kecil itu terhenti. Perlahan kepalanya mendongak, dan terkejut saat tatapannya bertemu dengan mata tajam milik pria yang menjadi tujuannya datang ke gedung besar ini. Mengkode Jasmine agar menerima tissu yang di sodorkannya. Karena memang butuh untuk mengelap air mata sama ingusnya, Jasmine mengambil tissu dari tangan Roy. Namun, saat kulit mereka bersentuhan ada getaran yang tiba-tiba muncul dari dalam hatinya. ‘Ada apa ini? Jantungku? Hatiku? Kenapa?’ batin Jasmine menggenggam erat tissu yang sudah berpindah ke tangannya. Karena tak ingin hal itu di ketahui oleh Roy, Jasmine segera menormalkan raut wajahnya yang sebelumnya tampak insecure dengan apa yang terjadi pada hatinya. Mengelap apa yang perlu di lap hingga bersih. Sementara Roy, sudah berbalik dan mendudukkan pantatnya di sofa yang berada tak jauh dari tempat Jasmine berdiri. Menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dan mengangkat salah satu kakinya hingga bertumpu ke kaki yang lain dengan mata yang kembali menatap ke arah Jasmine, namun kali ini buka tatapan tajam yang Roy berikan. Tapi tatapan lembut dan sangat menghipnotis. “Apa kamu sudah mendapat jawabannya?” tanya Roy to the poin. Mendengar itu membuat Jasmine membalikkan badannya dan membalas tatapan Roy. Sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Hingga Jasmine melangkahkan kakinya mendekat ke arah Roy, setelah sempat menghela nafas panjang. Berdiri tepat di samping sofa yang berhadapan dengan Roy, “Saya ambil pilihan kedua.” Ucap Jasmine. Roy menaikkan sebelah alisnya kemudian tersenyum, “Pilihan yang bijak.” Jawab Roy. Detik kemudian, Roy mengambil map berada di atas meja. Map yang sudah dia sediakan sejak pulang dari rumah sakit kemarin. Membaca ulang apa isi Map tersebut, kemudian meletakkannya kembali ke atas meja dengan posisi terbuka. “Baca, pahami, dan tanda tangan.” Ucap Roy meletakkan bolpoin di atas kertas yang terdapat rentetan huruf itu. Kening Jasmine berkerut melihat sekilas isi Map yang disodorkan Roy tersebut. Ikut mendudukkan pantatnya ke sofa di sampingnya. Mengambil kertas tersebut dan membacanya dalam hati. Membaca setiap poin yang tertulis rapi di sana. Hingga beberapa menit kemudian, kening Jasmine tampak berkerut saat membaca poin terakhir dari surat perjanjian itu. Membaca berulang-ulang satu poin tersebut dengan mata yang bergantian melirik antara kertas dan pria tampan di depannya. “Ini maksudnya apa?” tanya Jasmine. “Jika sampai melanggar salah satu poin di atas maka pihak pertama bebas menambah waktu dari yang di tentukan. Kenapa di poin ini hanya pihak kedua? Kalau pihak pertama yang salah?.” Tanya Jasmine menyatukan kedua alisnya. Roy tersenyum kemudian mencondongkan tubuhnya ke depan Jasmine, “Karena di sini pihak kedua yang membutuhkan pihak pertama. Bukan sebaliknya?” jawab Roy. ‘Sial, pria ini benar-benar jelmaan iblis yang tak berperasaan.’ Batin Jasmine mulai emosi. “Sudah paham ‘kan?” tanya Roy. “Silahkan tanda tangani surat perjanjian itu dan kita mulai kerja samanya.” Sambungnya. ‘Kerja sama gundulmu. Bukan kerja sama tapi gue kerja sama loe.’ Batin Jasmine penuh emosi. Namun, dia tetap mengambil bolpoin yang sudah di siapkan oleh Roy, membukanya dan membubuhkan tanda tangannya di tempat yang sudah tersedia. Walau berat, Jasmine harus tetap menandatangani surat perjanjian tersebut demi ibunya. Roy pun membubuhkan tanda tangan di tempat yang menjadi bagiannya. Lalu menatap kedua tanda tangan yang berjejer manis di atas nama mereka berdua. Namun, secara tiba-tiba tulisan di kertas itu berganti dengan MAHAR DAN WALI NIKAH. Sontak membuat Roy menggelengkan kepalanya cepat membuat Jasmine menatapnya heran. ‘Ckk.. G.G.S. ganteng-ganteng stres.’ Cibir Jasmine dalam hatinya. “Ehem... kamu bisa mulai bekerja besok pagi.” Ucap Roy menyodorkan sebuah kertas bertuliskan ‘GREEN HEALTH, no 12345’. Dan langsung di terima oleh Jasmine. “GREEN HEALTH?” tanya Jasmine menatap ke arah Roy. “Hmm.. kamu tahu ‘kan dimana letaknya?” tanya Roy. “Hmm..” sahut Jasmine mengangguk. Siapa yang nggak tahu gedung apartemen termahal dan terbaik di negeri ini. Apartemen dengan fasilitas tertop dan tiada banding. Super mahal dengan biaya parkirnya aja satu jetty sehari. Gedung yang berdiri di tengah-tengah kota dengan lantai mencapai 125 lantai dan luas setiap kamar mencapai yang setara dua kali lapangan futsal. * * Di kafe, Daffa tampak tak bisa konsentrasi dengan angka-angka di depannya. Entah kenapa, perasaannya mendadak tak enak mengingat Jasmine tak bisa masuk kerja hari ini karena ibunya masuk rumah sakit. Daffa memang pernah mengutarakan niatnya untuk memacari Jasmine kepada Wati. Bukan hanya sekedar pacaran, tapi Daffa berniat untuk serius menjalani hubungan dengan Jasmine. Wati mendengar niat baik Daffa pun tampak tersenyum bahagia dan senang karena akhirnya ada pria yang serius menyayangi Jasmine. Namun, meski begitu Wati menyerahkan semuanya ke tangan Jasmine. Setelah mendapat izin dari orang tua Jasmine, Daffa semakin semangat dan yakin untuk mengutarakan isi hatinya kepada Jasmine. Tapi, sudah beberapa hari ini Jasmine jarang masuk kerja membuat keduanya jarang bisa ketemu apalagi mengobrol berdua. “Kenapa aku ke pikiran Jasmine terus ya?” gumam Daffa. Apalagi mengingat jika Jasmine kini berurusan dengan Roy. Teman sekaligus orang yang sangat berpengaruh untuk kemajuan kafenya. Kekhawatiran Daffa pun meningkat, entah apa yang terjadi jika Jasmine benar-benar masuk ke dalam kehidupan Roy dan sebaliknya. Bukan tidak mungkin jika mereka akan saling menumbuhkan benih cinta jika kedua sampai terlihat satu sama lain. “Jangan sampai itu terjadi.” Gumam Daffa menyambar kunci di atas meja kemudian bergegas keluar dari ruangannya. Menuruni tangga dan langsung menghampiri Jerry yang berdiri di samping meja kasir untuk mengawasi kinerja rekan-rekan kerjanya. "Jer!" panggil Daffa mendekat. "Iya, Pak." "Saya mau ke rumah sakit, tolong handle semuanya ya." "Oh.. baik, Pak." Kemudian, Daffa berlalu keluar dari kafe dan masuk ke dalam mobilnya. tujuannya kali ini adalah rumah sakit. tempat ibunya Jasmine di rawat. Dia harus memastikan satu hal, bagaimana respon Wati saat tahu jika Jasmine bekerja dengan Roy. bukan dengannya lagi. Walau sebenarnya bukan itu yang tujuan utama Daffa. Daffa ingin memastikan jika Jasmine baik-baik saja selama bekerja dengan Roy. Daffa takut jika Roy berbuat kasar dan menyakiti Jasmine.
อ่านฟรีสำหรับผู้ใช้งานใหม่
สแกนเพื่อดาวน์โหลดแอป
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    ผู้เขียน
  • chap_listสารบัญ
  • likeเพิ่ม